038

87.8K 8.2K 170
                                    

Hai! Aku datang😘😘

Semoga kalian suka ya<33

Happy reading!!

***

Pahit memang kenyataannya untuk diterima. Namun Wira menyakini bahwa semua telah diatur oleh Sang Pencipta.

Setelah mendapatkan kabar duka dari Om Tian, Wira pun dengan berat hati harus menyampaikan berita ini pada Yolan.

Wira diam sejenak di depan pintu kamar Yolan. Dalam otak nya sedang menyusun kata-kata apa yang bisa agar tidak menyakiti hati Yolan.

Tok tok tok.

"Yolan?" Panggil Wira beberapa saat kemudian.

Tok tok tok.

Terdengar suara langkah sayup-sayup dari dalam.

Cklek.

"Kenapa bang Wira?" Tanya Yolan sembari menyipitkan matanya karena masih mengantuk.

Melihat wajah lelah Yolan, Wira kembali dilanda rasa sedih. Antara iba, prihatin dan tidak tega kalo harus membuat perempuan yang dicintainya ini menangis lagi.

"Bang kok diem aja?" Nyawa Yolan pun perlahan mulai terkumpul. Kini matanya sudah bisa terbuka normal. Yolan membetulkan tatanan rambutnya yang sempat seperti singa.

"Yolan."

"Iya kenapa Abang Wira?"

"Bang Wira ada kerjaan dadakan? Bang Wira harus pergi?" Sahut Yolan lagi karena Wira masih terus diam.

Wira pun menggelengkan kepalanya. "Saya boleh peluk kamu gak?"

Seketika Yolan dibuat keheranan. Alisnya menekuk sangking asingnya. Ada apa sama bang Wira? Kok tumben amat ini satu orang minta peluk.

"B-boleh. Peluk aja."

Detik berikutnya Wira langsung memeluk erat tubuh Yolan.

Yolan yang masih keheranan cuma bisa mengelus-elus kaku punggung Wira.

"Sebenernya ada yang mau saya kasih ke kamu." Ucap Wira masih memeluk Yolan. Dalam hati laki-laki itu sudah jungkir balik-salto-kayang. Niat hati gak ingin kasih tau ke Yolan karena gak mau Yolan sedih, tapi Wira punya kuasa apa sampai merahasiakan kabar penting ini pada Yolan?

"Bang Wira mau bilang apa?"

"Tapi kamu harus janji dulu. Setelah saya kasih tau, kamu gak boleh nangis sendirian."

"Kok gitu? Emang bang Wira mau bilang apaan sih?" Lama-lama Yolan jadi greget. Penasaran sama apa yang mau diomongin Wira.

"Janji?" Desak Wira.

"Iya janjiii."

Wira memeluk erat Yolan. Lalu setelahnya dia berkata, "Papah kamu meninggal dunia."

Sedetik, dua detik. Yolan terdiam. Mencerna perkataan Wira barusan.

Wira sudah tak kuasa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Wira terus memeluk Yolan dan tidak ingin melepaskannya. Namun Yolan mencoba mendorong tubuh Wira.

"Lepas bang. Bang Wira gak salah bicara kan? Apa aku yang salah dengar tadi?"

Wira hanya diam memeluk Yolan.

"Bang Wira lepas!" Teriak Yolan kali ini. "Coba bang Wira bilang sekali lagi. Aku pasti tadi cuma salah dengar."

Wira menggeleng kepala sebagai jawabannya. Dan Yolan yang melihat itu langsung lemas dan hampir saja ambruk ke lantai jika Wira tidak memeluk tubuhnya.

Tangis Yolan semakin histeris. Yolan masih berharap kalo dia cuma salah dengar, tapi dari sikap Wira saat ini seperti belati yang menusuk hatinya. Menamparnya pada kenyataan kalo semua itu adalah sebuah nyata.

***

Kini Yolan dan Wira sudah ada di rumah sakit.

Yolan memeluk tubuh papahnya yang sudah terbujur kaku sebelum dimasukkan ke dalam peti.

Papah kenapa bohong sama Yolan. Katanya papah ingin sembuh, papah ingin datang ke wisudaanya Yolan. Tapi kenapa sekarang papah malah kaya gini?

Papah gak sayang lagi sama Yolan ya? Makanya papah ninggalin Yolan. Papah jahat. Yolan belum sempat buat papah bangga sama Yolan. Kenapa papah gak pernah bilang kalau sesakit ini. Harusnya Yolan selalu ada di samping papah. Yolan ingin ngabisin waktu lebih lama lagi sama papah.

Mamah Yolan datang dan segera memeluk anaknya. Dengan bercucuran air mata keduanya saling menguatkan.

Waktu pun terus berjalan. Kini jenazah papah Yolan sudah dibawa ke rumah duka yang ada di Jakarta.

Matahari mulai menampakkan dirinya. Satu persatu sanak keluarga yang memang lebih banyak berada di kota ini, mulai berdatangan. Semuanya mengucapkan belasungkawa pada Yolan dan Mamahnya.

Wira yang masih ada di sana, terus memperhatikan Yolan dari jauh. Wira sengaja tidak ingin menganggu Yolan walau rasanya ingin sekali memeluk dan memberikan kata-kata yang bisa menenangkan perempuan itu.

Drtt. Drttt.

Tiba-tiba ponsel Wira bergetar. Wira langsung mengangkat telpon dari Amara dan sedikit menjauhi ruangan.

"Halo bang Wira. Ini Alva. Maaf bang, rumah duka nya dimana ya? Ini kita udah di jalan dari bandara."

Wira langsung paham kenapa malah adik iparnya yang bertanya pakai hp Amara. Udah jelas pasti karena Amara sekarang sedang nangis bombai.

"Saya kirim lewat chat ya Al."

"Oke bang. Terimakasih."

"Iya."

Setelah itu panggilan berakhir dan beralih pada room chat. Wira mengirimkan alamat detail rumah duka tersebut.

Hingga 45 menit kemudian Amara bersama Alva pun sampai.

"Bang Wiraaaa." Amara langsung memeluk abangnya dan menangis di sana.

"Amara nangis dari semalem bang. Begitu dapet kabar dia langsung nangis dan gak bisa tidur." Lapor Alva pada Wira.

Wira cuma bisa natap prihatin pada adiknya.

"Yolan di mana bang? Aku mau ketemu dia."

"Yolan ada di dalem."

Tanpa permisi Amara main kabur gitu aja. Wira dan Alva sampai melongo dibuatnya. Namun Alva langsung sadar karena harus mengaja istri barunya.

"Saya nyusul Amara dulu bang. Takut dia pingsan bareng Yolan. Permisi bang." Alva pun segera menyusul Amara ke dalam.

Sementara Wira masih diam di tempat. Tak lama Om Tian tiba-tiba muncul di sampingnya sambil membawa rokok dan pemetiknya.

"Mau Wira?" Tawar om Tian. Namun berhubung Wira tidak merokok dengan sopan Wira pun menolak.

"Libur dulu Om. Terimakasih." Senyum tipis Wira.

Om Tian tidak mempermasalahkan. Dia pun lanjut merokok di samping Wira sambil mengamati sodara-sodara nya yang hadir.

Kedua laki-laki itu hanya berdiri tanpa ada perbincangan di dalamnya.

"Oh iya." Barulah suara om Tian kembali terdengar.

"Tadi ada laki-laki dateng. Ngakunya pacar Yolan. Saya agak terkejut dengarnya." Smirk om Tian.

Wira tetap tenang walaupun dia tau siapa yang dimaksud om Tian. Adam. Yap pacar sesungguhnya Yolan.

"Saya kira Yolan bohong kalo punya pacar. Taunya beneran tuh anak." Kekeh Om Tian berguyon.

Tiba-tiba Om Tian merangkul pundak Wira dan menepuknya dua kali di sana.

"Saya masuk dulu ya. Kamu jangan galau gitu dong." Sekali lagi om Tian tersenyum miring seperti menatap Wira dengan penuh arti.







Hi, Future!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang