chapter 11

27 11 0
                                    

11 | seseorang yang berbahaya.









Hemi dan Sacha duduk di kursi tunggu sembari memperhatikan Jungkook yang tidak bisa diam sejak sesampainya di rumah sakit. Lelaki itu berjalan bolak-balik didepan pintu pemeriksaan bersama perasaan gelisah tercetak jelas dalam ekspresi wajahnya.

Hal itu mengingatkan Hemi pada saat dirinya terjatuh di atas lapangan es dan Jungkook bersikap berlebihan sampai harus membawanya ke rumah sakit padahal tak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun tentu, dari raut wajah kegelisahan Jungkook kini jelas melebihi apapun.

Sikap Jungkook tersebut sama sekali tidak membuat Hemi sedikit merasa tenang akan fakta yang baru saja Sacha beritahu. Menyadari betapa kalutnya lelaki itu membuat Hemi yakin bahwa baik Jungkook mengetahui fakta dirinya masih hidup atau tidak, sepertinya Hemi memang tidak punya kesempatan untuk kembali.

Sikap Jungkook beberapa hari ini mungkin hanya karena terbawa suasana sehingga saat dihadapkan pada realita, Hemi merasa jauh dengan lelaki itu padahal sosoknya ada didepan mata. Ia tidak terbiasa melihat Jungkook mengkhawatirkan seseorang selain dirinya sedemikian rupa.

"Jangan berpikiran yang buruk, dia akan baik-baik saja." Entah dorongan dari mana, barangkali lama-kelamaan Hemi juga terganggu melihat Jungkook. Ia menghampiri lelaki itu untuk menenangkannya.

"Hana sedang mengandung," Jungkook memperjelas letak kegelisahan yang dirasakan sedari tadi.

Jawabannya itu sukses menohok hati Hemi. Sacha benar, kebaikan hati Jungkook bisa mengalahkan apapun bahkan begitu besar menaruh kepedulian pada anak yang bukan miliknya.

"Aku tahu tanpa diberitahu."

Jungkook abai akan perasaan Hemi dan berucap lagi, "Aku tak akan memaafkan diriku sendiri karena lengah dan mengabaikannya."

Tak lama pintu dibuka memunculkan seorang dokter ditemani perawat, seketika Jungkook menyerbunya dengan berbagai pertanyaan. Hingga hela napas panjang lolos dari belah bibirnya begitu pula yang dirasakan oleh Hemi dan Sacha saat dokter mengatakan Hana baik-baik saja dan hanya butuh asupan nutrisi yang banyak. Hal itu membuat tubuh Hana lemah dan pingsan. Dokter pun juga menyarankan agar Jungkook lebih memperhatikan kondisi Hana karena rentan mengalami keguguran.

Untuk yang terakhir itu Hemi dapat menyaksikan raut wajah Jungkook yang terkejut serta berperang dengan kekalutan. Semakin menguatkan keyakinan Hemi bahwa selama dirinya tidak ada, memang banyak hal terjadi diantara mereka berdua. Apalagi Hemi tidak dapat menahan hatinya yang berdenyut nyeri kala sosok lelaki yang sejak kemarin menangisinya kini begitu cepat berubah dalam beberapa jam kala melihat bagaimana Jungkook menaruh kepedulian sedemikian rupa pada Hana yang terbaring lemah.

"Maafkan aku, Hana. Maaf...." Tangan besar itu menggenggam milik Hana kelewat erat seraya satu tangan lain membelai penuh kelembutan pada pelipis Hana. "Seharusnya aku langsung datang saat kau menelepon dan mengeluhkan sakit perut."

"Tidak apa-apa," Hana tersenyum lemah ditengah wajahnya yang pucat. "Aku tahu, kau sibuk. Lagipula aku senang kau datang dan mencemaskan aku."

"Tentu saja, aku cemas. Sudah kukatakan padamu berhentilah melewatkan jam makan, Hana. Jika kau terus tidak mendengarkan aku, sebaiknya kau keluar dari pekerjaanmu itu."

"Kau cerewet sekali," terkekeh geli alih-alih merasa bersalah karena Jungkook nampak tidak main-main. Hana membawa tangannya mencubit puncak hidup Jungkook gemas, "Iya, maaf. Aku janji tidak akan melewatkan jam makan. Kau begitu takut terjadi sesuatu padaku, ya?"

After Fallin'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang