14 | He's coming.
Kematian bisa dikatakan sebagai hal yang menakutkan namun bisa menjadi pilihan terbaik disaat dunia terus membuatmu tak bisa bernapas dan sedari dulu Jung Hemi selalu terbesit ingin menjumpainya. Bukan merasa tidak takut disaat hal itu merupakan pilihan terbaik untuk dilakukan. Hanya saja, ia berpikir bila dirinya mati semua masalah tidak akan pernah terselesaikan. Tak ada yang membantu ayahnya melunasi hutang dan menemani ibunya ditengah orang-orang terus memberi banyak tekanan. Jadi semua alasan itu membuatnya terus mengurungkan niat untuk membunuh dirinya sendiri.
Hemi ingat bahwa keinginan tersebut sempat memudar setelah tahu rasanya detik-detik merasakan kematian itu sendiri saat ditenggelamkan oleh sahabatnya secara tidak langsung, begitu juga mulai menjalani kehidupan normal sebelum semua masalah berdatangan. Ia merasa menjadi manusia paling bahagia meski hanya cukup tinggal bersama keluarga, tak peduli bila harus bersembunyi bagai buronan di San Fransisco.
Belasan pil menghiasi lantai kamar mandi bersama tubuh tak bernyawa usai teriakan ibunya terdengar, sekaligus hal terakhir yang Hemi ingat bahwa hari-hari bahagia itu telah berakhir dalam sekejap. Ia terlalu naif pada mimpinya bahwa orangtuanya juga merasakan hal yang sama, mendambakan ketenangan hanya dengan cukup memiliki satu sama lain. Namun nyatanya impian sang ayah berbeda, kematian-lah yang dinginkannya.
Jung Hemi sebenarnya hanya seorang gadis lugu yang dihancurkan kepercayaannya. Maka dari itu ia berjuang keras mempertahankan yang tersisa disamping pikiran untuk mengakhiri hidup kembali muncul dan membayang-bayangi dirinya lagi. Kubangan memori buruknya selalu menghantarkan kecemasan berlebih apalagi harus terus diingatkan bagaimana ayahnya membiru di lantai dingin. Setelah itu hari-harinya terasa hambar sehingga bekerja merupakan pilihan lain untuk melupakan.
Entah sekarang dirinya harus merasa senang atau sedih, mendapati kenyataan masih dapat bernapas dengan baik setelah ibunya menodongkan pisau. Sisi kelamnya berbisik bahwa sangat disayangkan luka itu tak sedalam sampai menembus urat nadi, sebab ia berpikir mungkin saat ini mati lebih baik. Melihat ayahnya terbaring tak nyawa, nampak begitu tenang dalam tidurnya dan Hemi ingin merasakan itu. Kendati di sisi lain, ia harus memikirkan ibunya dan sesuatu yang belum ia ketahui apa dan siapa penyebab semua ini.
"Aku mencarimu di rumah sakit usai dari kantor polisi," Jungkook menghampiri setelah Hemi membukakan pintu. "Jake bilang kau baik-baik saja dan langsung pulang. Tapi aku tidak percaya dan langsung kemari."
Jungkook membawa tubuhnya masuk ke dalam dan mendapati keadaan apartemen total gelap gulita. Hal tersebut mendorongnya mencari saklar lampu sebelum menyalakannya sehingga sosok Hemi terlihat tengah duduk di sofa.
"Apa yang kau pikirkan dalam keadaan gelap?" Lelaki itu menghampiri Hemi berada. Setelah jaraknya menipis, ia membawa tubuhnya condong lebih dekat ke hadapan Hemi hanya untuk memastikan luka pada leher Hemi yang sudah tertutup perban. Disentuhnya pelan seraya bertanya, "Apa masih sakit?"
"Kalau kau tekan, jelas sakit," Hemi menyahut, hal itu refleks Jungkook menarik tangannya lagi sembari bergumam kata maaf dan Hemi memilih tak mempermasalahkan. "Dan, aku tidak memikirkan apapun. Hanya tidak nyaman dengan cahaya," jawabnya.
Sebenarnya Jungkook ingin bertanya lebih jauh, namun ia urung melihat Hemi yang nampak tengah berada dalam tekanan. "Kenapa tidak tinggal di rumah sakit lebih lama?"
"Lukanya tidak seberapa, untuk apa aku berlama-lama di sana?"
Agaknya Jungkook masih belum bisa tenang. "Tidak seberapa, katamu? Kau bahkan nyaris kehilangan nyawa!"
"Aku baik-baik saja, percaya padaku." Hemi menarik tangan Jungkook agar duduk di sampingnya yang sedari tadi berdiri dihadapannya. Ia lanjut bertanya hal lain guna mengalihkan perhatian Jungkook agar tidak terus terlihat tegang seperti itu. "Omong-omong, bagaimana hasilnya? Kenapa kau tidak di penjara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
After Fallin'
FanfictionSequel of Fallin' All In: AFTER FALLIN' "After fallin', my time stops, my sun doesn't rises & sets, and my season stops changing." --- Tak butuh ujung belati atau moncong pistol tertuding baik didepan jantung maupun pelipis untuk membuat seseorang...