Sister In Law

187K 909 3
                                    

Tama mengernyit begitu melihat Nana, sang Kakak ipar yang sedang berada di dapur. Bukan bingung dengan keberadaan wanita itu yang ada di sana, tapi yang Tama bingungkan adalah gerak tubuh wanita itu.

Seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Tama yakin ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu.

Tama melangkah mendekat. Sengaja tidak menimbulkan suara agar Nana tidak mengetahui keberadaannya. Begitu sampai di dekat Nana, Tama berucap.

"Ngapain?" Sontak pertanyaan dari Tama itu membuat tubuh Nana berjengit kaget. Rupanya Tama berhasil membuat wanita itu tidak sadar akan kehadirannya.

"T-tama?" Tama tersenyum. Menengok pada punggung Nana, melihat sesuatu yang ada di meja dapur.

"Kamu, lagi ngapain? Tengah malam lho ini." Nana hanya bisa tersenyum canggung.

"Ini, lagi kepengen makan sesuatu." Dahi Tama menimbulkan garis lurus. Tau sekali kalau Nana tidak sedang hamil. Apa mungkin wanita itu sedang datang bulan? Karena setau Tama, wanita yang sedang datang bulan memiliki mood yang hampir sama seperti ibu hamil.

"Kamu haid? Buat apa emang?" Gelengan kepala Nana berikan untuk menjawab pertanyaan Tama.

"Nasi goreng. Kamu mau?" Dengan antusias Tama mengangguk. Perutnya belum terisi sejak beberapa jam lalu dirinya hanya memakan makanan yang disajikan di pesawat.

"Kamu kok gak bilang kalau mau pulang." Nana bertanya begitu selesai menghidangkan nasi goreng untuk Tama juga dirinya. Keduanya sudah duduk di kursi bar dapur.

"Kejutan." Telinga Tama lalu mendengar kekehan wanita itu. Rasanya sudah lama sejak terakhir kali Tama pulang dan mendengar suara merdu kekehan seorang Nana.

Lalu keduanya sibuk dengan menyantap makanan masing-masing. Baik Tama maupun Nana tidak ada yang ingin menginterupsi kegiatan mereka dengan obrolan.

"Kakak gimana kabarnya?" Begitu selesai menyantap makanannya, Tama bertanya. Dan mata itu memperhatikan bagaimana reaksi yang ditunjukkan Nana begitu mendengar pertanyaan darinya.

"Baik kok." Juna, Kakak Tama, suami Nana. Hanya itu jawaban yang diberikan Nana sebelum wanita itu bangkit, membereskan alat makan dirinya juga milik Tama.

"Kamu baik-baik aja kan?" Pertanyaan tiba-tiba dari Tama membuat Nana menghentikan tangannya yang akan mencuci alat makan. Jauh di dalam dirinya ingin sekali menangis begitu mendengar pertanyaan itu terlontar untuknya. Namun sebisa mungkin wanita itu menggantikannya dengan sebuah senyum.

"Baik kok. Kamu gimana? Dua tahun gak ada kabar lho." Tama hanya menatap punggung Nana dengan datar.

Jawaban yang diberikan wanita itu tidak membuat Tama puas. Tama lalu bangkit, menghampiri Nana.

"Besok ada kegiatan?" Nana menggeleng. Membilas tangannya lalu menatap Tama dengan tanya.

"Besok ikut aku."

"Ke mana?" Tama tidak menjawab, pria itu menepuk puncak kepala Nana sebelum meninggalkan wanita itu.

Nana sendiri hanya bisa mematung. Perlakuan Tama barusan membuat detak jantung wanita itu berulah. Dan desakan sesuatu di dalam sana ingin menobrak, meminta untuk dilepaskan.

Karena tidak tahan, air mata Nana akhirnya menetes. Satu, dua, hingga tidak lagi terhitung berapa banyak bulir kristal tersebut membasahi pipi wanita itu.

***

Nana pikir Tama akan mengajaknya ke suatu tempat yang sama seperti yang Nana kunjungi selama ini. Namun dugaan wanita itu salah besar begitu Tama memberhentikan mobil yang ditumpangi mereka.

Nana sampai takjub dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Bahkan tanpa sadar wanita itu sudah turun lebih dulu tanpa sepatah kata. Tama yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala.

Nana menatap lautan di hadapannya. Wangi air laut juga angin yang berhembus membuat perasaan wanita itu menjadi tenang. Rasanya Nana ingin berada di sana selamanya.

"Kamu suka?" Pertanyaan dari Tama membuat Nana seakan tersadar kalau ternyata wanita itu tidak sendirian.

"Iya. Terima kasih." Tama tersenyum. Jemarinya lalu memperbaiki rambut Nana yang beterbangan karena hembusan angin.

"Gimana perasaan kamu?" Kepala Nana langsung berputar, menatap Tama yang berada di samping wanita itu.

"Tenang. Rasanya.... gak ada beban sama sekali." Senyum tulus yang diberikan Nana membuat Tama ikut tersenyum. Pria itu kemudian menggenggam salah satu tangan Nana, lalu berucap.

"Ayo!"

Selama dua jam mereka habiskan untuk menyusuri bibir pantai. Bahkan tanpa segan Nana bahkan mengajak Tama untuk merasakan air laut menyentuh kulit mereka. Nana benar-benar menjadi orang yang bahagia selama berada di pantai.

"Capek?" Tama melontarkan pertanyaan begitu Nana mendekat setelah sibuk dengan kerang-kerangnya.

"Iya. Tapi asik." Kekeh wanita itu lalu duduk di samping Tama yang memang sejak setengah jam lalu sudah duduk memperhatikan apa yang dilakukan Nana.

"Lapar gak?" Nana mengangguk, Tama tersenyum. Lalu pria itu menggeser sebuah keranjang di dekat Nana.

"Kamu nyiapin ini?" Nana bertanya dengan nada yang tercengang. Takjub dengan Tama.

"Iya. Maaf kalau rasanya gak seenak buatan kamu." Nana tidak menghiraukan ucapan Tama. Wanita itu lalu membuka keranjang piknik yang ada di hadapannya.

Buah, susu, roti isi, salad, snack, dan berbagai macam kelengkapan lainnya ada di sana. Nana lagi-lagi merasa senang. Rasanya sudah lama sekali dirinya tidak merasakan perasaan ini, seperti seorang yang sangat spesial.

"Gak terlalu suka selada kan? Yang ini gak ada seladanya." Perhatian yang Tama berikan membuat Nana lagi-lagi merasakan perasaan yang bercampur aduk.

"T-terima kasih." Nana lalu mengambil roti isi yang diberikan Tama untuknya. Bahkan pria itu melebihkan isian daging juga sosis untuknya.

"Enak." Ucap Nana begitu selesai mengunyah satu gigitan roti isi buatan Tama.

"Serius?" Anggukan dari Nana membuat Tama mengukir senyum simpul.

"Cobain yang ini." Kali ini Tama memberikan salad buatannya untuk dicicipi Nana.

Bahkan dalam saladpun, Tama mengurangi sayur yang tidak terlalu disukai Nana. Rasanya Nana sangat terharu atas perhatian yang diberikan Tama.

"Enak. Potongan tomatnya agak besar ya."

"Kamu gak suka?" Nana buru-buru menggeleng. Meneguk air mineral sebelum menjelaskan pada Tama.

"Bukan, bukan. Cuma lebih enak kalau potongannya lebih kecil dari ini." Tama mengangguk. Kembali mencatat hal tersebut dalam kepalanya agar kejadian yang sama tidak terulang nantinya.

"Kamu senang gak aku ajak ke sini?"

"Senang! Rasanya gak mau pulang." Jawaban begitu cepat dari Nana membuat Tama tertawa.

"Besok, ada kegiatan?" Nana diam. Mencoba mengingat apa yang akan dilakukan wanita itu untuk besok.

"Belanja. Ada beberapa bahan dapur yang harus dibeli." Nana ingat, kalau dalam lemari pendingin untuk bahan makanan mentah persediaannya habis untuk malam ini.

"Yaudah. Kita pergi setelah habis belanja."

"Ke mana?"

"Rahasia." Baik Tama maupun Nana hanya terkekeh. Nana berharap, besok kebahagiaan kembali dirasakan oleh wanita itu. Berkat Tama, dirinya merasakan bebas.

𝐒𝐡𝐨𝐫𝐭 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 ( 𝗘𝗻𝗱)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang