Ternyata, sekuat apapun mencoba untuk tinggal di rumah baru, rumah lama tetap menjadi tempat pulang paling nyaman.
»»---->𝙷𝚊𝚙𝚙𝚢 Reading<----««
Dahi Tama mengernyit begitu melihat mobil Juna yang baru saja keluar dari gerbang rumah pria itu. Pagi ini, Tama berkunjung ke rumah Juna, sesuai janji pria itu pada Nana.
Tama memarkirkan mobilnya di halaman rumah Juna lalu keluar dari sana. Masuk ke dalam rumah, Tama tidak menemukan Nana. Langkah kaki pria itu lalu membawanya ke dapur, berharap Nana ada di sana sedang membuat sesuatu.
"Nana?" Tama memanggil karena tidak mendapati Nana di dapur. Bahkan ruangan itu terlihat sudah sangat bersih. Dan beberapa sajian sudah berada di atas meja. Tidak tersentuh sama sekali.
Pikir Tama, seharusnya Juna sarapan sebelum keluar entah ke mana. Namun yang pria itu temukan tidak sama sekali. Seakan Juna sedang dikejar waktu.
"Nana?" Tama lalu menuju lantai dua, di mana kamar utama terletak. Mungkin saja Nana ada di kamar setelah menyiapkan keperluan Juna.
Tama mendorong pintu kayu di hadapannya, membuat ruangan yang sangat luas itu terlihat oleh Tama. Tama menemukannya. Nana sedang duduk di tepian ranjang dengan kepala menunduk.
"Nana?" Wanita yang dicari Tama itu mendongkak. Lalu dengan cepat menghapus sesuatu di wajahnya. Seakan menyembunyikan sesuatu dari Tama.
Tama semakin yakin kalau terjadi sesuatu antara Juna dan Nana sebelum kedatangannya.
"Kamu sudah datang?" Nana bertanya dengan senyum simpul. Wanita itu mendekat pada Tama.
Tama mengangguk. "Iya. Kamu masih ada kerjaan?" Kepala Nana langsung menggeleng.
"Udah selesai kok. Mau langsung pergi?" Tanya wanita itu.
"Iya. Biar bisa lama-lama bareng kamu." Tama mengedipkan salah satu matanya pada Nana, membuat wanita itu terkekeh sebelum pamit untuk berganti pakaian. Tama lalu memilih kembali turun ke lantai satu untuk menunggu Nana di sana.
***
"Ada lagi?" Nana menggeleng begitu selesai meletakkan bahan mentah lain ke dalam troli belanja yang dibawa oleh Tama.
"Yaudah, tambahin udang." Nana menatap pria itu dengan bingung. Setelah kepulangan Tama dari luar negri, pria itu memang menginap di rumah Juna. Namun hanya selama dua hari. Setelahnya Tama memilih menetap di rumah utama di mana Ayah dan Bunda tinggal.
"Kamu nginap?" Tama hanya tersenyum. Nana kemudian memasukkan udang ke troli belanja sesuai keinginan Tama.
"Ada lagi?" Kali ini Nana yang bertanya. Mungkin saja Tama masih ingin bahan mentah lainnya yang nantinya akan Nana olah jadi bahan makanan.
"Gak ada. Kamu?"
"Aku pengen beli ice cream." Dengan ragu Nana mengucapkan kalimatnya. Tidak enak dengan Tama yang sejak setengah jam lalu membawa troli berisi barang belanja milik wanita itu.
"Ayo!"
"Maaf ya, udah ngrepotin kamu." Ucap Nana setelah beberapa langkah mereka meninggalkan tempat tadi.
"Aku suka kok." Jawaban dari Tama membuat Nana hanya tersenyum tipis. Mana mungkin ada orang yang senang karena sudah direpotkan.
Tiba-tiba langkah kaki Nana berhenti. Sekitar tiga meter dari tempatnya dan Tama berada, Nana seakan melihat punggung familiar yang berada di freezer ice cream. Tempat tujuan Tama dan Nana.
Tama yang heran, ikut menghentikan langkahnya, menatap Nana yang terdiam dengan pandangan lurus ke depan. Kepala Tama ikut melihat ke mana arah tatapan wanita itu.
Sudah Tama duga. Juna tidak pernah ke kantor pagi-pagi sekali. Dan tidak akan pernah. Tama sangat tau bagaimana kelakuan Kakaknya itu. Bahkan selama dua tahun berada di luar negri, Tama tidak kekurangan informasi mengenai Juna.
Karena Tama sendiri menyewa mata-mata untuk memberikan informasi mengenai Juna pada pria itu. Tama tidak bodoh untuk pergi keluar negri tanpa informasi apapun dari orang yang sudah menghancurkan apa yang seharusnya Tama miliki.
"Kamu gak apa-apa?" Nana menatap Tama dan Juna secara bergantian. Bibir wanita itu terkunci rapat untuk sekedar menjawab pertanyaan dari Tama.
Melihat bagaimana Juna mengelus dengan lembut perut buncit itu, bagaimana tatapan yang Juna berikan pada wanita yang bersama pria itu, bahkan bagaimana cara Juna memperlakukan wanita itu sudah cukup untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang Tama lontarkan.
Sakit, sedih, kecewa, marah, dan segala macam rasa Nana rasakan, bercampur aduk menjadi satu. Nana tau selama ini Juna tidak pernah mencintainya, menghargai apapun yang wanita itu lakukan untuk Juna.
Bahkan beberapa jam setelah acara resepsi pernikahan selesai, Juna sudah membuat benteng setinggi mungkin pada Nana. Apapun yang Nana lakukan, tidak akan pernah di liat oleh Juna. Kalaupun memang diperhatikan oleh Juna, itu hanya bentuk kamulflase dari Juna agar pihak luar tidak mengetahui seberapa hancurnya rumah tangga mereka.
"Ayo!" Tama lalu menarik Nana, memutar kembali langkah mereka agar Nana tidak lebih lama merasa sakit atas apa yang dilihat oleh wanita itu.
Sudah saatnya Tama mengambil sesuatu yang sebenarnya menjadi milik pria itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/301349234-288-k996488.jpg)