𝙰𝚍𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚌𝚎𝚔 𝚔𝚊𝚛𝚢𝚊𝚔𝚊𝚛𝚜𝚊?
𝚄𝚍𝚊𝚑 𝚋𝚊𝚌𝚊 ᴍɪᴄʜᴀᴇʟ-ᴊᴀɴᴇ 𝚍𝚒 𝚜𝚊𝚗𝚊?
Ivan menatapnya. Dita yang sedang berkutat di dapur rumah milik Ivan. Hari ini genap seminggu Adik Ivan berkunjung ke rumah pria itu. Dan siang nanti keluarga kecil itu sudah akan kembali ke rumah mereka yang terletak di luar kota.
"Kamu ngapain?" Dita menoleh. Menatap Ivan sekilas sebelum kembali menyelesaikan pekerjaannya.
"Mas lihat sendiri, aku lagi masak."
"Saya tau. Tapi Sintia gak makan di rumah. Mereka mau keluar. Kamu masak buat siapa?" Dita mendengus. Mematikan kompor kemudian melewati Ivan untuk mengambil piring bersih yang sebelumnya diletakkan wanita itu di atas meja.
"Buat sendirilah. Ngapain juga capek-capek masak kalau aku sendiri tau Mbak Sintia mau keluar. Mas, aneh." Ivan mengangguk. Menahan pergelangan Dita begitu wanita itu melewatinya.
"Ada lebih? Saya juga mau makan." Dita melotot. Menatap tajam pada pergelangan tangannya.
"Gak ada! Masak sendiri. Udah besar juga."
"Iya, tapi ini kan rumah saya. Kamu masak juga di dapur saya. Semuanya ngambil dari rumah saya, masa buat saya gak ada. Kamu bisa kena dosa lho karena pelit sama saya."
"Emang kenapa? Mas juga bukan suami aku, gak bakal dosa tuh. Mas juga biasa nyebelin sama aku."
"Calon suami, Dita. Jangan pura-pura lupa kamu. Atau mau saya jelasin lagi, hm?" Ivan mengambil piring yang ada di sebelah tangan Dita, meletakkannya di meja pantry dekat kompor.
"Mau saya jelasin?" Dita melotot sambil menahan nafas. Ivan sudah mengikis jarak antara dirinya dan Dita.
"GAK!!" Teriak Dita dengan kencang begitu melihat wajah Ivan yang nyaris menempel dengannya.
Wanita itu buru-buru memasang jarak. Menatap Ivan dengan kesal sekaligus pipi merah merona. Dita malu, sangat. Berdekatan dengan Ivan membuat dirinya harus sport jantung.
"Saya tunggu di sana ya. Kita makan berdua. Sepiring." Dita hanya bisa mengangguk kaku. Tatapan yang Ivan berikan padanya, mampu membuat Dita tidak bisa membantah. Dita terhipnotis dengan tatapan penuh cinta dari Ivan.
***
"Mas mau ngomong apa? Itu, tatapannya jangan gitu dong. Aku jadi takut." Cicit Dita. Ivan yang semula ingin tertawa, urung karena kalimat terakhir Dita.
Sebegitu tidak peka Dita sampai takut pada tatapan penuh cinta yang Ivan layangkan pada wanita itu? Dita bahkan takut melihat Ivan yang memberikan begitu banyak cinta ketika menatap wanita itu.
"Mas?" Ivan kembali pada dunianya. Menatap Dita dengan kadar kecintaanya yang sudah diminimumkan. Diturunkan sebisa mungkin agar Dita tidak takut.
"Hm?"
"Mas mau ngomong apa? Cepetan ih, aku mau balik ini. Masih ada tugas kuliah." Ivan menerbitkan senyum.
Cinta itu memang istimewa. Buktinya Ivan bisa jatuh cinta pada wanita dihadapannya kini. Yang masih berstatus mahasiswi dan memiliki umur yang dibawah dengan Ivan.
"Besok malam ada acara gak? Saya bilangnya di rumah kamu aja, sekalian main. Udah lama kan saya gak main juga ke rumah kamu." Dita menggeleng kemudian mengangguk. Menatap Ivan dengan kening mengernyit.
"Emang harus di rumah ya? Kenapa gak disini aja?" Jemari Ivan bergerak mengelus pipi putih bersih milik Dita.
"Rahasia. Besok kamu pasti tau kok." Dita cemberut. Bisa-bisa semalam dirinya tidak tidur karena memikirkan hal apa yang akan dibicarakan Ivan.