Neighboar

41.6K 515 1
                                    

𝚂𝚎𝚕𝚊𝚖𝚊𝚝 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚜𝚎𝚗𝚒𝚗~






Capek, itu yang gue rasain setelah seharian bekerja. Harusnya jam pulang kerja itu jatuh pada jam lima sore tadi, namun karena memiliki pekerjaan tambahan, akhirnya ada kemunduran. Dan kini, pukul sebelas malam gue baru balik ke rumah.

Gue langsung merebahkan tubuh super lelah gue di kasur yang sialnya seperti memanggil-manggil sejak gue membuka pintu kamar. Urusan membersihkan diri bisa nanti, yang paling utama adalah merasakan keempukan kasur yang rasanya seperti sudah sangat lama gue gak merasakannya.

Setengah jam kemudian, gue bangkit. Mengambil handuk lalu menuju kamar mandi. Waktunya membersihkan diri setelah cukup untuk mengisirahatkan tubuh. Rasanya lebih segar setelah membersihkan diri.

Belum sempat gue merebahkan tubuh kembali ke kasur, suara bel terdengar. Dengan malas dan kesal gue melangkah keluar kamar, mencari tau siapa yang bertamu malam-malam begini.

Begitu membuka pintu, pandangan gue langsung tertuju pada seorang wanita yang berdiri kikuk. Umpatan yang tadi ingin keluar, tertelan kembali kedalam tenggorokan begitu mendapati Dewi Fortuna bertamu.

Gila cok!

"Kenapa?" Gue bertanya begitu melihat Gina, tetangga samping rumah gue yang masih diam. Kedua tangannya saling meremas daster yang dipakai wanita itu.

"Itu, keran airnya macet. Ganggu ya?" Ingin menolak, namun gue gak bisa. Ini kesempatan untuk gue. Walaupun tubuh gue rasanya remuk, tapi kalau Dewi Fortuna yang meminta bantuan, gas dong.

"Gak kok. Bentar ya, pakai baju dulu." Gina mengangguk. Gue masuk kembali ke dalam namun tidak menutup pintu, memakai pakaian dengan cepat. Gak baik buat seseorang cewe menunggu.

Gue kembali gak sampai semenit kemudian, Gina masih menunggu, kali ini senyumnya terbit lebih lebar.

"Ayo!" Ajak gue, tapi membiarkan Gina melangkah di depan gue.

Fyi, rumah gue dan Gina bersebelahan. Dan tentunya hanya rumah kami berdua, letaknya paling ujung. Sebenarnya tidak hanya rumah kami, namun letak rumah lain cukup berjauhan dengan letak rumah gue dan Gina yang sangat dekat.

Gue masuk ke dapur Gina, menatap tumpukan alat makan wanita itu yang menumpuk di bak cuci.

"Dari siang?" Gue menebak. Melihat cukup banyak yang kotor.

"Iya. Aku pikir kamu pulangnya lebih cepat, ternyata lembur lagi." Suara halus Gina terdengar menjelaskan pada gue. Wanita itu berdiri tidak jauh di belakang gue, menatap gue yang sibuk membenarkan keran air di dapur.

"Padahal kan bisa telfon aku, siang tadi aku makan siang di luar." Berhubung tadi gue memilih makan siang diluar, dan kalau saja Gina benar menelfon, gue langsung tancap gas tanpa pikir panjang.

"Kamu pasti sibuk." Gue menggeleng. Mencoba memutar keran air, dan syukurlah, sudah bisa digunakan lagi.

"Udah." Entah kenapa gue gak menjauh dari sana. Tangan gue otomatis mengambil wadah sabun cuci piring, mencuci alat makan yang menumpuk di hadapan gue.

"Ma—eh! Kamu ngapain? Gak usah." Tangan Gina lalu menyentuh lengan gue, menatap gue dengan gak enak.

Gue cuma tersenyum tapi tetap mencuci.

"Gak apa. Kamu duduk aja." Gina menggeleng. Wanita itu berinisiatif membilas piring kotor yang udah gue sabuni tadi.

Kalau dipikir-pikir, ini kayak keluarga bahagia.

Selesai membersihkan alat makan, gue gak langsung pulang, Gina menawarkan secangkir coklat hangat pada gue. Ingat kata gue, kesempatan itu gak boleh di sia-siakan.

Kini gue dan Gina sedang duduk bersisian di sofa dengan tayangan televisi pilihan Gina. Gue sih gak terlalu tertarik karena yang lebih menarik ada di samping gue.

Gina itu, dua tahun dibawah gue. Makanya gue suka kalau dengar dia ngomong pake aku-kamu dengan suara lembut dan halus wanita itu. Rasanya adem banget. Kulitnya putih, tapi tubuhnya mungil, tingginya cuma sebatas dagu gue. Enak dipeluk. Yang gue suka dari Gina selain suaranya adalah kedua pipi wanita itu. Berisi. Keliatan kaya mochi.

Begitulah hal positifnya. Mau tau yang lebih gue suka? Tentu saja susu gantung wanita di samping gue ini. Keliatannya emang gak terlalu besar kalau pakai daster kayak gini, tapi aslinya gede cok! Gue pernah gak sengaja liat saat Gina olahraga di taman kecil samping rumahnya.

Berhubung halaman samping rumah wanita itu berhadapan langsung dengan salah satu kamar di rumah gue yang saat itu entah untuk apa gue pakai, gue menemukan rezeki secara gak langsung dari sana.

Ternyata lumayan juga memiliki rumah yang berdekatan dengan tetangga wanita, single lagi. Rezeki nomplok ini mah.

Gue menatap gelas di hadapan gue. Duh, kok cepat banget sih habisnya. Waktu gue bersama Gina sudah berakhir kalau begini. Tapi gak apa, lumayanlah untuk mimpi indah malam ini.

Gue bangkit, mencuci gelas gue lalu meletakkan di tempatnya. Gina menyusul gue lalu mengulas senyum.

"Udah mau pulang?" Gue mengangguk. Gue tau wanita ini sudah mengantuk dari melihat mata sayunya.

"Aku pulang dulu, makasih untuk coklat panasnya. Kalau butuh bantuan, gak usah sungkan."

"Iya, makasih juga ya, Raka." Gue mengangguk, menatap Gina lalu berjalan menuju rumah gue.

Malam ini gue bisa tidur nyenyak setelah menengok dua gunung kembar. Gak sia-sia banget gue tadi memutuskan untuk membuka pintu menerima tamu.

𝐒𝐡𝐨𝐫𝐭 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 ( 𝗘𝗻𝗱)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang