Orang bilang, jangan pernah mengharapkan cinta dari seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya.
Benar. Itu nyata. JANGAN sekalipun kalian berharap.
Akhirnya akan sesakit yang dirasakan Ara.
Dua tahun menjalin hubungan rumah tangga bersama Hans, apa yang Ara dapatkan?
Sakit hati? Tentu.
Sedih? Sudah biasa.
Semua rasa sudah Ara rasakan. Namun tetap semenyakitkan saat pertama kali.
Ara hanya ingin berbakti. Berbakti layaknya istri pada suami.
Namun semua tidak berbuah manis.
Ara ingin masalalu Hans berbentuk nyata, bernafas. Ara ingin bersanding. Melihat sampai di mana usahanya untuk membuat Hans bisa berpaling.
Namun kalau ternyata yang menjadi masa lalu Hans sudah berbeda alam, Ara bisa apa?
Sakit saat tau Hans tidak mencintainya, lebih sakit mengetahui Hans lebih mencintai mantan istrinya yang sudah meninggal.
Mau berusaha sekuat apapun Ara, jika yang menjadi masa lalu Hans sudahnya berbeda alam, Ara akan tetap kalah.
Hans, sudah memberikan seluruh hidupnya untuk Sana. Sang mantan istri.
Menikah dengan Ara, hanyalah bentuk bakti pria itu pada sang Mama. Nyatanya, hatinya, seluruh jiwanya, sudah pergi bersama Sana.
Sakit? Sakit sekali jika menjadi Ara. Namun jika tidak seperti ini, Ara juga akan semakin sakit.
Ibaratnya, bersama Hans sakit, jika tidak bersama Hans, lebih sakit.
Ara serba salah.
Wanita itu lemah. Mudah terbawa perasaan. Di satu sisi Ara ingin sekali, ingin sekali mengakhiri semua ini. Menjalani hidup layaknya pasangan suami istri di luar sana.
Saling menyayangi, saling mendengar cerita satu sama lain. Berbagi layaknya teman cerita.
Namun, di sisi lain Ara tetap ini bertahan. Bertahan bersama penyebab sakit hati yang Ara rasakan selama dua tahun ini.
Menetapkan pilihan dengan orang yang salah, seumur hidup itu lama.
Helaan nafas kasar itu terdengar. Ara akan selalu seperti itu setelah merenung, memikirkan kehidupannya bersama Hans.
Kalau dari awal—tidak! Ara tidak ingin berpikir seperti itu. Sebab sejak awal dirinya memang memilih Hans. Tanpa paksaan.
Jadi, inilah yang Ara harus terima. Hanya menjadi istri di atas kertas, namun tidak dianggap oleh Hans.
Hanya Sana. Sana lah yang menjadi rumah pria itu.
Mata itu menatap warna biru yang ada pada lengannya. Tanda bukti dari kejadian beberapa hari lalu.
Akan seperti. Terus seperti itu. Hans memang tidak memukulnya, namun luka fisik akan Ara dapatkan dari orang yang paling di sayang olehnya. Sang Ayah.
Membantah sedikit, tubuh wanita itu akan mendap cap dari sang Ayah. Apa yang benar di lakukan Ara, selalu salah di mata sang Ayah.
Ara mengerjap. Menahan bulir-bulir kristal yang akan jatuh membasahi pipinya. Lagi, Ara tidak punya teman untuk berbagi cerita.
Tidak Hans, ataupun orang tuanya sendiri.
Ara hanya sendiri. Memeluk dan menyembuhkan lukanya sendiri.
Wanita mandiri yang melakukan apapun sendiri.