Gue gak tau kapan pastinya rasa itu ada, tumbuh seiring waktu. Tapi yang pasti sejak setelah gue yang memberanikan diri untuk mengirim pesan dan berakhir melakukan video call pada Gina, rasanya gak cukup sampai di situ.
Satu bulan dari kejadian itu, gue lebih berani melakukan tindakan untuk mengetahui sejauh mana perasaan yang gue miliki untuk Gina. Ternyata, jatuh sejatuh-jatuhnya.
Cinta itu.... gak ketebak ya.
Dan finally! Gue dan Gina sudah berubah status, bukan lagi tetangga, melainkan pacar. Sepasang kekasih. Awalnya gue gak mau untuk pacaran, maksudnya, umur gue udah cukup dan mungkin matang, untuk melakukan hubungan yang serius.
Namun, gue pikir gak salah juga untuk melakukan pendekatan dengan pacaran. Gue dan Gina memang tetangga, namun kami gak sedekat itu untuk tau satu sama lain. Hanya sebatas hubungan gue yang selalu membantu wanita itu jika membutuhkan bantuan yang bisa gue berikan. Hanya sebatas itu.
Akhirnya lagi, selama gue 26 tahun, ini kali pertama gue punya kekasih. Mengagumi seseorang, menyukai ataupun tertarik, memang sering kali gue rasakan. Namun dengan Gina, rasanya berbeda.
Ada daya tarik tersendiri yang dimiliki wanita itu.
Seperti saat ini. Gue mengamati wajahnya yang sudah berubah seperti kepiting rebus, merah. Padahal gue cuma menatap Gina, belum melakukan tahap pendekatan lain. Lucu juga ya pacar gue.
Pacar ya? Gue kadang suka geli ketika mengucapkannya. Bukan apa, ini first time, kali pertama, untuk pertama kali, dan rasanya aneh juga menakjubkan.
Pacarku ternyata tetanggaku.
Mungkin begitulah judulnya jika hubungan gue dan Gina ditayangkan di layar televisi.
"Kenapa?" Gue bertanya karena Gina memalingkan tatapannya. Seru juga menggoda wanita mungil ini.
"G-gak." Dari jawabannya saja gue udah tau kalau wanita ini sedang salting, salah tingkah karena tatapan gue.
Karena mungkin sudah cukup, dan melihat wajah sampai telinga Gina yang sudah berubah warna, gue menghentikan kejahilan gue. Tangan gue menggenggam salah satu tangan wanita di hadapan gue kini,
"Belum makan kan?" Sesaat gue merasakan tubuh wanita ini tersentak kaget karena gue menggenggam tangannya, namun gue senang karena Gina gak menarik tangannya.
"Belum." Gue tersenyum. Seharusnya memang begitu kan? Gue sendiri yang mengajak wanita ini pagi-pagi sekali untuk berolahraga, setelahnya mampir ke rumah gue.
"Mau makan apa?"
"Apa aja." Wanita itu memang unik ya. Kadang kala seperti orang hamil besar yang mengidam ini-itu, tapi saat ditanya keinginannya, pasti selalu menjawab,
Terserah.
Apa aja.
Dan pria selalu pusing dengan kata itu. Memutar otak untuk mengetahui apa yang diinginkan seorang wanita. Ingin bertanya juga pasti akan disalahkan. Dikatakan tidak peka.
Pasal pertama, wanita selalu benar. Pasal kedua, jika wanita salah, maka kembali ke pasal pertama.
Ya, wanita.
"Chicken cordon bleu?" Sudah lama gue gak memakan makanan satu itu. Sejak sibuk dengan pekerjaan kantor, waktu gue untuk memasak menu makanan kesukaan gue sangat terbatas. Jadilah gue hanya memilih yang praktis saja. Mie instan.
"Kedengarannya enak." Gue kemudian mendudukan Gina di kursi bar. Memgecup keningnya lalu menuju lemari pendingin. Mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak.
"Pria kalau sudah turun tangan di dapur, terlihat lebih seksi bukan?" Gina terkekeh. Ucapan gue benar kan? Apalagi melihat bisep dan urat yang menonjol pada lengan pria, wanita akan tergoda.
"Right, baby?" Gue menggoda Gina, mengedipkan salah satu mata pada wanita itu.
Dan waw. Dia blushing.
Rasanya ingin gue gigit. Apalagi dua mochi yang menggantung indah itu. Pikiran gue, kotor banget astaga...
***
Waktu itu berjalan. Kalau kemarin gue dan Gina memiliki hubungan tahap pacaran, kali ini naik level. Gue dan Gina akan melangaungkan akad pagi ini. Ya, selurus itu jalan gue dan Gina sampai tahap ini. Dan gue berdoa kedepannya gak ada kendala apapun untuk hubungan gue dan Gina.
Kalaupun ada, gue berdoa untuk diberikan kesabaran dan kekuatan untuk menghadapinya nanti. Asal bersama Gina, gue akan lakukan apapun. Asal bersama wanita itu.
Gue meremas kedua tangan. Gugup banget. Ayah, yang sejak tadi duduk diam, menghela nafas kasar. Pusing sendiri dengan gue yang terus-menerus begerak seperti cacing kepanasan.
Wajar kan gue gugup dihari yang gue nanti-nanti. Perasaan gue bercampur aduk. Tapi yang paling dominan adalah senang. Gue senang karena ternyata sampai detik ini, gue masih bersama Gina. Dan jodoh gue, ternyata tetangga gue yang berbeda usia dua tahun dengan gue.
Jodoh gak ada yang tau. Manusia mungkin bisa berperasangka, namun yang diatas yang menentukan.
Gue semakin gugup begitu Ayah mengajak gue untuk turun, acara akan dimulai. Mulut gue terus merapalkan kalimat yang sudah mulai gue hafal sejak dua hari lalu. Gue takut salah nyebut.
Gue menarik nafas lalu menghembuskannya. Memantapkan diri untuk turun mengikuti Ayah.
Akhirnya.... setelah berkomat-kamit selama perjalanan menuju tempat akad dilangsungkan, berbagai rintangan dan kegugupan, akhirnya sah juga.
Tepat lima belas menit lalu status gue dan Gina sudah berubah menjadi sepasang suami istri. Duh, jadi gak sabar banget gue kalau udah halal gini.
Biasalah. Urusan rumah tangga. Hahahaha.
Gue menatap Gina yang memakai kebaya putih, membalut pas ditubuhnya yang mungil. Kecantikan wanita itu terlihat jauh berkali-kali lipat saat ini. Ternyata setelah halal itu, indah banget. Gak takut lagi buat macem-macem.
Gue menarik salah satu tangan Gina, wanita itu menatap gue lalu memalingkan wajahnya yang memakai riasan. Tapi gue tau kalau pipi itu sedang memerah.
"K-kenapa?" Bahkan suaranya saja bergetar begitu. Astaga! Padahal kan ini sudah berlalu, kini gue dan Gina sudah berpindah duduk di pelaminan. Menatap tamu undangan yang sibuk dengan hidangan.
"Aku lupa bilang sesuatu sama kamu." Wajah Gina langsung menatap gue sepenuhnya. Terlihat bingung juga horor. Gue tau wanita ini sedang berpikir aneh.
"Apa?"
"I love you." Gue gak bisa menahan senyum melihat wajah Gina yang langsung merah. Kalau ini film, sudah dipastikan akan keluar asap dari kedua lubang telinga wanita ini.
Gue gak tau lagi mau ngomong apa. Intinya ini bukan akhir dari perjalanan gue dan Gina, ini barulah awal. Karena akan ada kisah yang terus berlanjut yang pastinya akan menguras banyak tenaga, pikiran dan emosi.
Tapi, gue harap kalian gak menyesal karena hanya ini yang bisa gue ceritain. Karena selanjutnya itu adalah privasi, cukup gue, Gina dan yang di Atas yang tahu. Kalian, main tebak-tebakan aja.
Hahahah.
-𝙴𝚗𝚍-
𝙼𝚞𝚗𝚐𝚔𝚒𝚗 𝚐𝚊𝚔 𝚜𝚎𝚜𝚞𝚊𝚒 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚊𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗 𝚑𝚊𝚛𝚊𝚙𝚔𝚊𝚗. 𝚃𝚊𝚙𝚒, 𝚜𝚜𝚖𝚘𝚐𝚊 𝚜𝚞𝚔𝚊.
𝚂𝚊𝚖𝚙𝚊𝚒 𝚓𝚞𝚖𝚙𝚊 𝚍𝚒 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚗𝚓𝚞𝚝𝚗𝚢𝚊!