**Bᴀʙ 14 Pᴇʀᴛᴇᴍᴜᴀɴ Zᴏᴇʏ ᴅᴀɴ Lᴀɪʟ**

92 25 4
                                    

Jangan lupa follow, vote, dan tinggalkan komentar untuk mendukung penulis!
Cerita dibuat orisinil oleh terasora.
⚠️⚠️⚠️ Dilarang plagiat sebagian atau seluruh cerita! ⚠️⚠️⚠️

⚠️⚠️⚠️ Dilarang plagiat sebagian atau seluruh cerita! ⚠️⚠️⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 14 Pertemuan Zoey dan Lail

Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu berlalu. Hingga lewat bulan, Lail tak kunjung mendapat kabar dari Hero soal janji temu yang akan dilakukannya dengan kekasih homo sahabat tercintanya itu. Ada rasa senang di hati Lail, tapi juga ada rasa penasaran kenapa Zoey tak kunjung mau bertemu dengannya. Ia sendiri tak mengungkapkan langsung pada Hero bahwa ia ingin bertemu dengan pacarnya itu. Gengsi, tentu saja! Lagian siapa sih yang sudi bertemu pacar orang yang kita cintai? Kayaknya nggak ada. Orang yang mau ketemu sama pacar orang yang kita sukai itu sama aja kayak orang nyari penyakit. Kurang lebih bisa disebut orang sinting.

Lail bicara sendiri dalam hatinya. Ia berhenti melamun dan mengerjakan tugas di laptopnya. Tugas-tugas di tahun pertama perkuliahan cukup mengganggunya. Memang sih bisa dihadapi, dikerjakan, tapi menurutnya tugas-tugas kampus jauh lebih menjengkelkan dibanding tugas di masa SMAnya dulu.

Pesan masuk di ponsel Lail dan gadis itu segera mengambilnya. Ia melihatnya dan langsung terlonjak kaget. Wajahnya menerbitkan senyum sumringah. Permintaannya di ACC oleh sang ayah.

"Papaaaa...." teriak Lail dari dalam kamarnya. Ia meninggalkan kamar lalu berlari turun ke lantai dasar di mana terdapat ayah, ibu, dan adiknya di ruang makan. "Pa, ini serius? Aku boleh tinggal di luar?" Lail sangat sumringah membuat ayah dan ibunya tersenyum tipis. Sementara adiknya, Nana tersenyum kecut bukan main. Ia iri pada kakaknya yang sudah kuliah dan diizinkan tinggal di luar rumah. Tak tanggung-tanggung, ayah mereka sendiri yang mencarikan dan mengurus apartemen yang nanti digunakan oleh Lail.

"Mama kasihan sih sama Hero, dia tiap hari antar jemput kamu ke kampus," kata Mama Tari sambil melanjutkan kembali kegiatannya di dapur.

"Papa juga kira, memang sudah waktunya kamu belajar hidup mandiri. Cari makan sendiri, kalau sakit nggak nyusahin orang tua juga. Pokoknya kamu latihan gimana sih hidup sendiri itu. Bertanggung jawab sama tubuh kamu dan diri kamu sendiri."

"Iya, Pa. Makasih ya, Pa." Lail yang bahagianya level puncak Monas pun segera menghambur ke pelukan sang ayah. Dadanya membuncah, kayaknya sebentar lagi akan ada ledakan maha dahsyat di dalam dirinya.

"Sama-sama. Ingat pesan Papa. Harus bertanggung jawab sama diri kamu sendiri."

"Pa, nanti Lail bawa pacarnya nginap di apartemennya gimana? Dia nanti bukannya kuliah bener malah...."

"Husst! Jangan doakan kakak kamu yang jelek-jelek!" Mama menutup mulut anak keduanya dengan tangan kanannya. Gemas sekali dengan perkataan adik Lail satu ini. "Ingat, ucapan adalah doa! Nggak boleh berburuk sangka sama kakak kamu!"

Lail yang mendapatkan pembelaan dari ibunya segera menjulurkan lidah. Ia merasa puas.

"Ingat ya Lail, meskipun tinggal sendirian. Jangan bawa pacar kamu menginap! Jangan bawa teman laki-laki menginap! Jangan berdua-duaan sama laki-laki!"

Mad Of You [ 𝐇𝐞𝐫𝐨 & 𝐋𝐚𝐢𝐥 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang