Chapter 5: Langit

26 8 2
                                    

Ruang luas yang membentang di atas bumi, tempatnya para bintang, bulan, dan mentari. Memiliki 7 lapisan, diciptakan melindungi makhluk bumi dari segala benda yang jatuh dari angkasa. Maa sya Allah.

Semengagumkan itu.
Berada jauh tinggi memayungi bumi. Menyenangkan mata kala terbuka melihatnya terhampar luas. Meskipun kadang menyuguhkan warna kelam seiring turunnya air yang mengguyur bumi, tapi ia tak lupa segera kembali membiru. Bahkan malam sekalipun ia tetap memberikan misteri keindahan.

Sebab itulah, Cia sangat candu dengan langit.
Ada ribuan koleksi photo  langit di HPnya dengan berbagai macam pengambilan posisinya agar hasilnya selalu luar biasa. Cia adalah astrophile sejati.

Sewaktu masih tinggal di Serang, setiap senja Pange selalu mengajak Cia pergi ke Anyer. Duduk di pinggir pantai menatap hamparan langit sambil menunggu matahari terbenam. Tempat favorite ternyaman saat itu adalah Anyer. Dengan pergi ke Anyer, Cia lebih leluasa melihat langit tanpa hambatan.

Semenjak meninggalkan kota itu, Cia hampir lupa dengan langitnya. Hal yang sangat candu dikaguminya.
✨✨✨✨

Senja di lapangan Merdeka, Medan.

"Huh capek banget baru 2 putaran lari udah ampun deh dada guee."-Cia.

Minggu sore Cia menghabiskan waktu berolahraga di lapangan yang terletak di tengah kota Medan. Kali ini tanpa Putri. Karena Putri dan Nico pergi ke Bali liburan sambil menghadiri rapat penting. Putri terpaksa menunda dan melakukan pembatalan dengan kliennya karena pergi dalam waktu yang cukup lama.

Cia kelelahan lama tak berolahraga. Dadanya terasa sesak. Ia duduk di tengah lapangan sembari menyanggah badannya dengan kedua tangan, dan kedua kakinya selonjor manis. Kepalanya menatap payung bumi (lagi). Setelah sekian lama dia hampir melenyapkan candunya sebatas rindu.

"Ya ampun cantik banget langitnyaaaaa.."

Cekrekkk📸

"Kau kos di glugur kan?" Sapa seseorang kepada Cia.

Cia menoleh ke sumber suara

"Iya, kok tau?" Jawab Cia.
"Kos kita depanan. Masak kau ngga pernah nengok aku?"
"Enggak"

Cia berdiri dan mulai berlari lagi. Namun orang itu mengikutinya.

"Kau aslinya orang mana?" Tanyanya lagi.

Cia tetap fokus berlari menghitung langkah kecilnya sambil mengatur nafas.

"Kau tau,  seenggaknya kalo kau bukan asli orang sini. Kau harus ramah sama orang. Percuma kau cantik kalo sombong ya sama aja!"

"Hey. Lo kalo ngomong difilter deh. Jangan sembarangan seenaknya ngomong sama orang asing dengan cara kaya gitu. Enggak banget tauu!" Balas Cia dengan kesal.

"Oh sorry soryy, cewek cantik bisa marah juga ternyata."
Cia tak membalasnya, tetap fokus mengatur nafas sambil berlari dengan langkah yang lebih besar.

"Hmm btw, lo setiap minggu sore emang rutin lari di sini ya?"
"Iya"
"Suka olahraga dong berarti"
"Enggak, karena suka langit."
"Hah maksudnya? Heiii tunggu.."

Cia berlari langsung ke arah parkiran untuk segara kembali ke kos. Namun cowok tadi ternyata mengikuti Cia lagi.

"Eloo? Ngikutin gue ya lo?"-Cia
"Ge-er kali kau. Aku kan juga mau pulang  makanya ambil kretaku. Emang kau aja yang mau pulang?"
"Mana keretanya?"-Cia
"Nih" (menunjuk sepeda motor yang parkir di sebelah motor Cia).
"Hah? Ppptttt hahahahahhahahah"-Cia.
" kenapa pulak kau ketawak?"
"Itu motor kaliiiiii, bukan kereta. Noh kreta noh di depan itu stasiun kreta tuh."-cia.
"Heh itulah kau kan? Udah pendatang, banyak cakap. Kalok di Medan ini namanya kreta. Gak ada bilang motor. Kalo yang itu kreta api. Tapi kalo di sini sepeda motor itu bilangnya kreta."
"Oh gituu sorry aku nggak tau."

Di bawah langit CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang