Chapter 2: Enjoy Work

56 9 0
                                    

"Apa alasan kamu melamar kerja disini?"

"Hmm sayaa, saya. Hmm karena saya.."

"Coba tarik nafas. Jangan tergesa-gesa."

"Alasan utamanya karena saya membutuhkan mata pencaharian untuk memperbaiki hidup dengan cara menyumbangkan jasa dan kemampuan saya bekerja di sini Bu."

2 menit setelah jawaban itu..

"Baiklah mulai hari ini kamu sudah bisa training di sini. Silahkan ditandatangani kesepakatan kerja dan dibaca terlebih dahulu apa saja aturan yang ada di perusahaan ini."

Tidak sesulit yang dibayangkan. Dalam waktu 2 hari berada di Kota ini, Cia langsung mendapat pekerjaan di salah satu perusahaan terbesar yang bergerak di bidang marketing. Terbayarlah sudah rasa letih semalam suntuk beroverthinking beserta rasa yang lainnya. Rasa encok dan naik betis contohnya.

Cia tak berhenti bersyukur dalam hati sembari mengganti seragam training yang telah di sediakan oleh perusahaan. Meskipun bukan berbentuk jas atau pakaian mewah, tetapi disyukurinya.

"Allicia..nanti kamu bersihkan ruang rapat di lantai 6 ya. Jangan lupa sebersih mungkin. Jangan sampai ada sedikitpun debu di kursi dan meja."

"Baik bu.."

"Ohiyaa, kaca-kaca itu harus mengkilat sekilat intan permata, dan harus mulus, semulus wajah Luna Maya. Awas kau hari ini gak becus kerjamu. Langsung ku adukan kau ke Bu Siwi biar di sikat abis kau. Besok ku jamin gak bisa kau balik kesini lagi kalau nggak becus kerjamu!"

Cia terkejut mendengar kalimat itu yang sangat kasar untuk kesan pertamanya bekerja.

"Ngerti kau?"

"Ii iya siap buu."

"Yaudah cepat kau pergi. Ngapain kau pelanga-pelongo juga disitu? Cepat kerjamu!"

Hari pertama yang cukup menabjubkan bukan? Mungkin beberapa orang menganggap hal itu adalah hal yang biasa. Terkhusus untuk orang yang lahir dan besar di Kota yang terkenal orang berlogat kasar tapi baik hatinya. Untuk Cia hal itu mungkin mengejutkan dan cukup mengguncang mental yang masih dipupuk untuk kuat.

——————————✂️—————————

Day 7 work
Sepekan berlalu, bekerja di perusahaan besar sebagai pekerja yang kecil. Jujur bersyukur karena mendapatkan pekerjaan secara cepat itu suatu anugerah. Tapi tak bisa dipungkiri rasa hambar mulai nenampar Cia karena hari-harinya kini terasa mengulang hal yang tak ada bedanya. Tanpa tawa, tanpa teman, tanpa healing, dan tanpa uang (karena belum menerima gaji) yang tersisa hanya 1 jt di atmnya untuk bertahan hidup sebulan kedepan.
Entah bagaimana cara agar uang itu cukup untuk bertahan dengan biaya hidup yang tak murah sekarang ini.

Introvert sepertinya sudah melekat didirinya sejak peristiwa tak mengenakkan di hidupnya yang sampai kini menjadi memory terpendam. Sejak peristiwa itu berlalu, kepribadian Cia berubah drastis. Lebih banyak menyendiri, berdiam di kamar, membatasi komunikasi yang tak penting, dan menghindar bersosialisasi selain bekerja.
Itulah sebabnya sepekan di kota Medan, Cia tidak memperoleh teman satupun. Bener-benar bertahan seorang diri. Itu adalah hal yang luar biasa yang tidak semua orang sanggup menjalaninya.

Di bawah langit CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang