Chapter 46 : Atmaja family's

4 1 0
                                    

Beberapa tahun kemudian...

"Ayaaahhh.. makan dulu. Abis itu kita minum obat ya." Tutur Cia membangunkan tidur siang Ayah.

"Nanti aja Nak, ayah baru aja mimpi ketemu Umi." Jawab Ayah setengah sadar.

"Sayanggg, biarin aja ayah tidur dulu sebentar."

"Tapi mas, ini udah jam minum obat ayah."

"Ssssstttttt.., ayo kita keluar dulu."

Beberapa tahun berlalu, satu persatu gejolak hidup Cia terpecahkan. Buah kesabaran menantikan maaf dari Ayah akhirnya dituai gadis cantik itu.

Kini rumah masa kecil yang penuh kenangan terisi kembali dengan kelengkapan personil yang utuh meski tanpa Umi. Umi menghembuskan nafas terakhirnya lima tahun silam setelah 6 bulan lamanya mendekap di ICU. Sejak itu pula Ayah menjadi rutin minum obat seumur hidup karena drop atas kepergian istri tercinta.

Citra dan Arif telah memiliki gadis kecil yang kini berusia 9 tahun dengan paras indah perpaduan mereka, Clara telah menemukan pria idamannya yang kini menjadi suaminya, dan juga telah melahirkan sepasang anak kembar. Dan Cia sedang mengandung anak pertamanya, buah cintanya dari benih Zidan.

"Aunty Cia, Auty kapan pulang ke Medan? Masih lama kan ty?" tanya Lula gadis kecil Citra.

"Besok Aunty harus pulang sayang, Om Zidan harus kerja lagi. Ntar kalo Om Zidan cuti, Aunty pasti ke sini lagi jenguk Opa." Jawab Cia.

"Ci, kayanya mas Ilza tertarik deh jadiin kisah kamu sebagai inspirasi karya tulis fiksinya." Ucap Clara.

"Boleh. aku tinggal diary lamaku di laci lemari kamar atas. Semua ceritanya ada diary itu. Lengkap juga sama puisi-puisinya." Tutur Cia.

"Menarik!" Seru Clara.

"Cia..." panggil Zidan. "Bentar ya Ra, aku naik dulu tuh mas Zidan manggil."

✨✨✨✨

"Iya sayang? Mas manggil?"

"Kangen." Zidan memeluk dan mencium perut belendung Cia.

"Kirain ada apa Mas."

"Ohiya, besok sore kan kita berangkat nih sayang, sebelum pulang, kamu gak mau ketemu dulu gitu sama Putri? Ajak jumpa tengah aja atau kita ke Semarang sekarang gimana?"

"Oh iya mas, pengeeeeennn.."

"Yaudah hubungi Putri gih."

"Yaudah Cia telpon Putri di bawah ya Mas, HP Cia di bawah.."

"Jangan lama-lama. Mas kangen.."

Setelah menghubungi Putri di lantai bawah, Cia naik lagi ke kamar atas seperti pinta Zidan 'jangan lama-lama'.

"Mas, Putri sama Nico lagi di Bali."

"Yaudah kapan ada waktu lagi aja kita ketemu Putri ya sayang.." ucap Zidan. "Iya sayang.."Jawab Cia.

"Ohiya Mas, kata Clara, Ilza minat jadiin kisahku kemarin jadi inspirasi buat novelnya. Gimana menurut Mas?"

"Berarti ada romansa Cia dan Aksa dong di cerita itu?"tanya Zidan. Cia langsung menunduk.

"Enggak masalah sayang, itu masa lalu. Siapa tau kisah kamu bisa jadi pelajaran banyak orang di luar sana untuk patuh dengan omongan orang tua, jauhi circle yang merusak, dan pantang menyerah. Iyakan?"

"Tapi Mas___"

"Enggak apa-apa sayang, yang penting Allicia udah milik Zidan selamanya." Zidan mencium kening Cia.

"Makasi ya aayangggg.." Cia membalas ciuman itu dengan mencium kembali pipi kanan kiri suaminya.

Tok tok tok "Ci... yuk turun makan siang. Gue udah bawain makanan nih. Ayah nungguin lho." Teriak Citra dari depan pintu.

"Iyaiya ka.."

"Mas turun yuk, kak Citra udah pulang ngajar tuh. Katanya tadi Mas Arif datang juga."

"Gasss.."

Sampai di meja makan, ternyata semua sudah duduk manis menenanti Cia dan Zidan.

"Ayo ayo sini makan sini.." sambut Ayah.

"Iya aunty Cia siniiii duduk dekat Lula." Ucap putri kecil Citra.

"Iya donggg.." jawab Cia mengambil posisi duduk di antara Ayah dan Lula.

"Dedek kembar mamam juga?" Tanya Lulu.

"Iya nih dedek kembarnya mamam bubur dulu ya kak Lula." Jawab Clara.

"Ayah makan yang banyak ya, biar kuat terus bisa ikut ke Medan sama kami." Ucap Zidan.

"Ayah udah sehat karena kalian datang. Besok besok kalo kamu cuti lagi, ayah ikut ke Medan ya." Jawab Ayah.

"Yaudah sekalian aja kita semua main ke Medan Yah.. kan Clara sama Ilza juga belum pernah main ke Medan." Usal Arif.

"Bole juga.." jawab Ayah.

Hahahahahhahah

"Cia tadi udah izin sama mas Zidan yang aku bilang tadi?" Tanya Clara sambil menyuapi si kembar.

"Udah, Mas Zidan setuju aja kok." Jawab Cia.

"Menurutku ceritanya inspiratif kak. Makanya aku tertarik." Sambung Ilza. "Ohiya gapapa Il, aku tunggu malah hasilnya lho."balas Cia.

"Ngomongi apa toh?" Tanya Ayah.

"Ini yah, Ilza mau nulis cerita dari kisah perjalanan Cia kemarin."jawab Cia.

"Oh ya bagus malah, lanjut Il, itu diary Cia di kamar Ayah." Kata Ayah.

"Loh? Di kamar Ayah?"

"Iya, ayah ambil lagi. Ayah baca ulang gak bosen. Puisinya bagus. Kisahnya haru. Apalagi antagonisnya petinju." Ucap Ayah sambil tertawa.

Petinju yang maksud ayah padahal dirinya sendiri yang selalu memukul Cia dulu.

"Jadi Aksa itu di mana sekarang?" Tanya Ayah.

Pertanyaan itu membuat semuanya berhenti makan dan menatap ke arah Cia. Sedangkan Cia melempar pandangannya pada Zidan.

"Ayaah.." ucap Cia takut.

"Aksa di Tangsel yah. Dekat kok." Zidan menjawab pertanyaan Ayah. "Kamu marah Zid ayah bertanya tentang ini?" Ayah bertanya lagi.

"Ngapain marah? Kan ayah cuma nanya." Jawab Zidan. Cia menghela nafas.

"Kalo dekat di Tangsel boleh dong kapan-kapan suruh silaturahmi kesini?" Celetuk Clara.

Cia mendelik ke arah Clara.

"Maksudnya, ketemu sama Mas Ilza untuk wawancara melengkapi alur cerita yang nanti dibuat. Iyakan mas?" Clara menatap Ilza.

"Gak masalah Ra, ide bagus malah kalo langsung ketemu tokohnya biar ceritanya lebih bagus lagi nanti kan?" Usul Zidan yang malah setuju dengan Clara.

"Masss.." Cia menegur Zidan. "Kenapa? Aku gapapa sayangggg." Tutur Zidan.

"Ya sudah, atur waktu aja kapan-kapan kita undang Aksa dan istrinya ke sini." Ucap ayah.

Mereka menyantap makan siang dengan bahagia. Keluarga Atmaja kembali meraih kebahagiaan. Mereka menjaga keharmonisan dan kekompakan itu untuk membuat Umi tersenyum di singgasana.


————————————3nd—————————————

Di bawah langit CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang