Chapter 14 : USIK

14 4 0
                                    

3 bulan kemudian...

Sore di lapangan Merdeka moment yang telah lama tidak Cia rutini. Hari ini ia off dan ingin memulai berolahraga di tempat itu. Tempat yang selalu membuatnya leluasa menikmati langit.

Segala kehampaannya melebur perlahan mengikuti arah angin yang tidak beraturan terkikis hari demi hari hingga habis di 3 bulan ini.

Positif value, itu yang dilihat orang pada dirinya di lingkungan kerja. Benar-benar seluar biasa itu menyembunyikan perasaannya, dan seprofesional itu dalam mengemban pekerjaannya kali ini. Setelah kurang lebih 4 bulan bekerja sebagai ticketing di salah satu bioskop membuatnya kembali satu persatu mewujudkan keinginannya yang tertunda.
Misalnya membeli HP baru setelah kehilangan HP sejak peristiwa kelam di Gramedia itu. Mulai melengkapi kebutuhan fashion dan perawatan badan dari atas sampai bawah. Tapi yang kali ini ia benar-benar menyisakan gajinya setiap bulan untuk menabung.

Untuk urusan hati Cia juga sudah mengubur dalam-dalam urusan itu. Sekarang ia menjalani hari-harinya dengan fokus berkarir. Dua bulan terakhir ini juga karena kesibukan masing-masing, Cia dan Putri tidak pernah bertemu. Hanya komunikasi beberapa kali melalui Whattsapp. Sebegitu sibuknya.

Sore ini matahari begitu terik mencubit kulit. Padahal Cia sengaja pergi lebih sore agar menghindari itu. Tapi ternyata jam 5 matahari masih begitu menantang. Hal itu tidak membuatnya gentar untuk berlari mengelilingi lapangan hingga keringatnya menyucur.

"Aduh capek jugaa."tuturnya.

Cia duduk di tengah lapangan sambil meneguk air mineral dingin yang dibelinya. Moment itu sedikit mengingatkannya tentang pertemuan pertamanya dengan Aksa.

"Apa kabar ya dia? Huh." Ucap Cia sembari melihat sekeliling lapangan.

Pertama kalinya lagi ia mengeluarkan ponsel barunya untuk mengabadikan koleksinya tentang langit.

Cekrekkkk📸
"Indahnya.."

Yap, jepretan itu adalah koleksi langit pertama di HP barunya.

Cia kembali lari mengitari lapangan untuk mencapai targetnya 10 putaran.

Namun tiba-tiba di putaran ke lima
Duarrrrrrrrrrrrr!!!⚡️

"Aaaaaaaaaaaaaa......" teriak orang-orang berlari.

Baru saja Cia mengabadikan langit dengan begitu terik, selang 10 menit begitu saja muncul petir.

Cia menutup telinga, dan menepi ke pendopo.

Semua orang meneduh karena petir langsung beriringan dengan hujan yang sangat lebat. Pendopo itu dipadati oleh seluruh pengunjung. Cia menatap ke sekelilingnya semua orang dengan temannya, dengan pasangan, dengan keluarga. Dan hanya dirinya yang terlihat benar-benar sendiri.

"Sendirian kak?" Tanya seseorang.
"Eh, iya."jawabnya.
"Kayaknya hujannya bakal lama nih kak kalo gini."
"Iya." Jawab Cia dengan irit.

Hampir sama dengan kesannya pertama kali bertemu dengan Aksa. Kali ini seorang cowok juga menyapanya. Tentu ia sangat menghindari bertemu dengan banyak Aksa lainnya. Karena sangat cemas percakapan itu terjadi lagi, ia sangat tidak nyaman dan berusaha berpindah tempat di tengah kepadatan.

Namun setelah berhasil berdiri di tengah-tengah kerumunan, badannya terhimpit banyak orang dan lagi-lagi membuat hal itu tidak nyaman. Maka ia kembali ke tempat semula.

"Pindah lagi?" Tanya seseorang itu lagi.
Cia tidak merespon. Berdiri cuek dan berpura-pura tidak mendengar.
"Memang sendiri ke sini atau pisah sama teman karena petir tadi?"
Cia menarik nafas dan menoleh "bukan urusan kamu. Saya tidak tertarik bicara dengan orang asing."
Cowok itu tersenyum, "Unik." Ucapnya.

Di bawah langit CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang