Chapter 39 : Rumah

2 1 0
                                    

"Wah pas banget nih Citra nyampe, Ayah sama Umi udah siap-siap aja mau makan." Ucap Citra usai mengucap salam yang langsung menuju meja makan.

"Katanya tadi sebelum magrib udah nyampe? Kok abis magrib juga nyampenya nduk?"Tanya Umi.

"Mana Arif Cit?"sambung Ayah yang sangat mood mengambil menu makan ke piringnya.

"Mas Arif agak malaman nanti nyusul Yah, soalnya ada urusan jadi Citra duluan. Ohiya Mi, tadi lumayan macet sih makanya lama." Cita menjawab dua pertanyaan sekaligus.

"Yuk makan bareng aja. Gak usah nunggu Arif. Nanti kalo Arif nyampe, kamu tinggal nemeni aja." Ucap Ayah.

Clara mengode Citra untuk membuka celah pembahasan. Namun Citra mengedipkan mata malah menyendok nasi untuk ikut makan bareng Ayah dan Umi.

"Lo nggak makan?" Citra menegur Clara yang malah terdiam dengan ekspresi seperti udah tidak sabar mau meledakkan bom. "Nanti.."sahut Clara.

Sambil menyantap hidangan menu malam yang disuguhkan Umi, mereka berbincang hangat dan bercanda membuat suasana begitu nyaman. Raut wajah Ayah juga terlihat sangat good mood malam ini.

"Lo mulai gak sih kak? Kasian Cia nunggu lama di garasi."bisik Clara. "Oke, gue sengaja ngulur biar mood Ayah bagus."celetuk Citra.

"Hmm yahh.."Citra memulainya. "Kenapa Cit?" Ayah menoleh.

Citra mulai meluapkan segala kata-kata terbaiknya untuk meluluhkan hati Ayah yang telah seharian dirancangnya di kepala. Ia mulai bercerita tentang Cia yang sangat merindukan keluarga, dan yang sangat dirindukannya adalah maaf dari Ayah.

Sepanjang Citra mencoba membuka cerita, Clara menahan nafas melihat ekspresi Ayah dengan raut muka yang menahan emosi. Namun kali ini Ayah lebih berbeda. Ayah kali ini tidak memotong omongan Citra sama sekali, bahkan Ayah mendengarkan semua cerita Citra sampai habis. Sedangkan Umi begitu terharu antusias mendengar cerita Citra. Melihat Ayah tak menyangkal pembahasan ini, Clara memberanikan diri membantu Citra bicara.

"Bener Yah, kemarin Adek ketemu sama Cia. Dia banyak berubah Yah. Sekarang juga udah kuliah. Hebatkan Yah? Ayo lah Yah kasih kesempatan untuk dia. Sorot matanya begitu merindukan Ayah."

"Jangan terlalu banyak mulut yang menjelaskan tentang anak itu di rumah ini!!" Ayah membentak Clara.

Kalimat itu membuat Clara langsung terdiam. Untuk membuat suasana tak lebih keruh, Citra langsung menanggapi kalimat Ayah, "Maksud Ayah, biar gue aja yang ngomong. Lo diem dulu. Iyakan Yah?"

Ayah tidak merespon apapun artinya ayah masih berminat untuk mendengarkan Citra.

"Aku sudah lupa kalau dia pernah jadi anakku." Tiba-tiba saja mulut Ayah berbicara di sela Citra sedang berusaha memperbaiki nama Cia di depan Ayah.

Citra langsung istigfar, memberhentikan bicaranya.

"APA MAKSUD AYAH? Sakit hati umi dengarnya Yah. Umi yang mengandungnya 9 bulan, umi yang berjuang melahirkan diaa!! Bisa-bisanya kekerasan hati Ayah sampai bicara kayak gitu?" Sanggah Umi yang emosi berat.

"SEJAK AWAL AKU SUDAH BILANG, JAAANGAAN PERNAH BAHAS ANAK KURANG AJAR ITU LAGIII!!!" Gelegar suara ayah membuat suasana hening.

Raut wajah Citra dan Clara langsung berubah melesu dengan rasa cemas kalau hal ini akan gagal lagi, seperti setahun lalu sebelum Cia pergi merantau. Sedangkan Umi kembali menangis mendengar kalimat-kalimat menyakitkan untuk puteri keduanya itu.

Di bawah langit CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang