Hallo guys
Selamat datang di cerita Angger.
Semoga kalian suka ya..
Sini cium dulu, muahhh
*****
Kaki kecil pemuda manis melangkah tak tau arah, sesekali kakinya menendang-nendang kerikil. Pikirannya kalut, setelah melihat pertengkaran kedua orang tuanya untuk yang kesekian kali.
Bagai tak punya lelah, kini ia sudah melangkah jauh dari jarak rumahnya. Meski telapak kakinya sudah memerah bahkan terasa sangat kebas, pemuda itu belum berniat menghentikan langkahnya.
Ia mengacak surainya, merasa hancur dengan jalan hidup yang ia punya. Suara teriakan dari kedua orang tua itu menggema di telinganya, menempel pada memori kecil di otaknya.
“Kamu yang tidak tau terimakasih, mas!”
“Ini semua hasil jerih payahku sendiri, Andin! Kau yang selalu meremehkan suamimu sendiri!”
“Aku mau kita cerai!”
“Baiklah, jika itu mau mu!”
Kepingan demi kepingan kata itu kembali tersusun bak puzzle hidup. Bergerak mengisi ruang kosong di kepala pemuda itu.
Kini, ia berada di jalan luas nan ramai kendaraan. Suara klakson bersahutan, namun apa pedulinya?
Jembatan kota adalah tempat favoritnya setelah taman kota. Duduk berayun kaki di ujung jembatan. Tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang melihatnya dengan tatapan aneh.
Siapa peduli? Jika mati saja orang tuanya tak akan menggubrisnya, lagi.
“Aku tidak ingin membawa anak itu!"
Suara sang ibunda yang begitu tak menginginkannya kembali menyayat hati. Bagaimana bisa seorang perempuan yang sangat amat ia sayangi menolaknya tanpa alasan?“Begitupun denganku, aku tidak mau membawa anak itu sebagai penghancur keluargaku.”
Perkataan terakhir sang ayah membuatnya berpikir keras, keluarga mana yang dimaksud lelaki paruh baya itu? Apa ia memiliki keluarga lain?
Pemuda itu menghela napas panjang, melihat suasana hamparan laut yang begitu tenang, “Kenapa harus Angger?”
“Kalo, Tuhan, pilih Angger karena merasa Angger kuat, mungkin Tuhan, keliru. Angger bukan anak yang kuat.”
Terduduk merenung, melihat sepasang kakinya yang asik bergelayut di pinggir jembatan. Hari tampak semakin gelap, menyisakan semburat jingga yang mulai redup. Biasanya, Angger sangat menyukai senja. Kata orang, ia itu bagai anak senja, hidup berwarna indah, bahkan, tiada hari tanpa melewatkan momen itu. Mungkin, sekarang senja bukan lagi menjadi hal yang sangat disukai anak itu.
Senja adalah luka!
Senja adalah duka!
Angger benci senja!
Senja yang membawa semuanya!
“Aaaaarhhhg.” Teriakan itu menggema, menyelami suasana riuh sore itu. Urat lehernya tercetak jelas, seakan benar-benar mengeluarkan semua luapan emosinya.
Apa lebih baik ia tidak terlahir?
Atau, waktu itu sebaiknya ia tidak selamat?
Pemuda kecil itu terisak, menunduk malu pada senja sore itu. Biasanya, ia selalu senyum menatap senja, tapi sekarang ia menangis tersedu-sedu.
Ini terlalu mengejutkan baginya. Terlalu tiba-tiba, hingga ia tak bisa mempersiapkan segalanya.
Sekarang, apa yang harus ia lakukan?
Ia hanya anak berusia 14 tahun yang tak tau apa-apa. Ia hanya tau sekolah dan berbuat ulah. Itu saja. Masalah keluarga? Ia tak pernah memikirkan hal itu.
Itu, terasa buruk sekarang. Lebih buruk jika dibandingkan dengan hari senin.
Lagi, ia menghela napas. Menatap lurus hamparan laut luas. Itu sudah tidak indah lagi, sama seperti perasaannya.
“Angger mau mati aja.” gumamnya.
Jujur saja, ia takut mati. Hanya saja, hidupnya sekarang sudah terasa tidak hidup. Hidup yang sekarang mulai berlubang, hidup yang sekarang hanya tersisa keretakan.
“Angger nggak kuat. Tuhan, salah kalau pilih Angger!” Lagi, ia berteriak sekeras yang ia bisa. Berharap, luapan emosinya tersalurkan.
Apa hanya akan sampai sini saja kebahagiaan yang pernah ia rasakan?
Apa hanya akan sampai sini saja arti keluarga baginya?
Atau, apakah ada yang akan menampung anak yang dibuang orang tuanya dengan percuma seperti dirinya?
*****
Lanjut? Atau sudahi saja?
Jangan lupa vote dan komen para cintaku....
I lop u, i purple u
KAMU SEDANG MEMBACA
Angger
Teen FictionSemua bermula saat orang tuanya berpisah, hidup sendiri tanpa ada yang mengasihani. Hidupnya berubah 180°, ia ingin menyerah, tapi tidak kunjung mati. Sampai di mana, ia ingin mengakhiri semuanya. Tidak menolerensi penjiplakan! Jika menemukan cerita...