Jika berkenan membaca cerpen saya.
Typo harap maklum ya:')Gadis Hujan
Suasana riuh gemuruh hujan tak membuat si pemuda bertopi hitam melesatkan pandangan. Sedikitpun tak ada niatan untuknya menatap air yang jatuh dari awan itu.
Buku romansa cinta yang ia baca terlihat lebih menarik dari apapun.
Cukup bosan, ia membanting buku itu di atas meja kedai kopi yang ia singgahi sore ini, beralih menatap hujan yang semakin deras.
“Cerita omong kosong pada hari yang membosankan,” gumamnya setelah melihat buku yang tergeletak.
Cukup lama ia berdiam diri, meraih secangkir kopi yang sempat ia pesan. Menyesapnya dengan perlahan, merasakan afeksi nikmat.
Hembusan napas teratur masih menjadi suara yang paling terdengar di telinga setelah hujan. Jujur saja, ia tak mencintai hujan.
“Kapan hujan sialan ini akan berhenti? Memuakkan!”
Semua berawal kala ia mengalami perasaan yang tak pernah ia duga. Putus rasa juga perasaan yang sebelumnya menumpuk begitu tinggi, terjalin begitu kuat, juga berjalan cukup lama.
Lilian, nama kekasihnya kala itu. Tepat dua tahun lalu, di bawah hujan deras dengan cahaya lampu temaram yang menyinari taman waktu malam.
Sang kekasih yang kerap ia panggil dengan sebutan, tamarin; sebab ia akan amat masam ketika merajuk. Menggenggam erat tangan si pemuda yang sudah menjalin hubungan selama tiga tahun dengannya, berucap dengan lantang meminta perpisahan.
Satu kalimat yang masih melekat di kepala si pemuda pembenci hujan. “Aku ingin semua ini berakhir.” Setelahnya, tak ada kata perpisahan manis dari si gadis.
Padahal, sebelum itu, ia sudah mempersiapkan segala hal untuk meminang Lilian tepat di malam hujan yang deras; tepat saat Lilian memutuskan hubungan mereka.
Pemuda yang asik memegang cangkir kopinya terus menelisik hujan. Menerawang jauh mengenai kebenciannya terhadap bulir yang jatuh itu. Sakitnya masih sama, meski keadaan sudah amat berbeda.
Ia berdecih sinis, “Aku membencimu, hujan, bisakah kau berhenti?”
Pemuda bertopi hitam tersebut sedikit tersentak, kala merasakan sentuhan pada pundaknya. Ia menoleh, mendapati gadis manis berambut sedikit coklat tengah tersenyum padanya. Sungguh manis.
Si pemuda menaikkan satu alisnya, seakan bertanya maksud kedatangan gadis tersebut.
“Boleh aku duduk di sini? Tempat yang lain sudah penuh.” Gadis itu tampak gugup, memegang satu cup kopi juga kue keju di tangannya.
Tak lama, ia tersenyum saat pemuda yang ia sadari berwajah dingin mengangguk memperbolehkan.
Gadis itu tersenyum. “Terima kasih.” Lalu mengambil duduk di hadapan si pemuda tampan.
Pemuda itu tak begitu peduli, lagi-lagi ia hanyut menatapi rintikan hujan yang semakin jatuh, semakin sakit pula kenangan yang ada di kepalanya.
“Boleh berkenalan?” tanya si gadis.
Pemuda yang asik menatap hujan membuang pandangan mengarah pada gadis di depannya, tanpa berucap dan berekspresi lebih.
Gadis itu menjulurkan tangan setelah menelan kue keju yang baru saja masuk ke mulut. “Kenalkan, aku ... Della, kau bisa panggil aku apapun kau mau,” ujarnya dengan senyum di akhir.
Ia menatap uluran tangan itu dengan lekat, seakan sikap dingin nan sombongnya kembali merambat kala mendapati gadis seperti Della.
“Harris,” ujarnya singkat, kemudian ia mengambil buku yang tadi tergeletak, lalu membacanya kembali .
KAMU SEDANG MEMBACA
Angger
Teen FictionSemua bermula saat orang tuanya berpisah, hidup sendiri tanpa ada yang mengasihani. Hidupnya berubah 180°, ia ingin menyerah, tapi tidak kunjung mati. Sampai di mana, ia ingin mengakhiri semuanya. Tidak menolerensi penjiplakan! Jika menemukan cerita...