Happy reading
Jangan lupa vote dan komen ya!
Typo harap maklum!
So, Enjoy!
Masih enjoy kan?
*****
Jika semua orang tau jika hidup bisa semenyakitkan ini, mungkin tidak semua akan memilih untuk merasakan hidup di dunia. Sama seperti lelaki yang masih bisa dikatakan cukup muda ini.
Sedari tadi, ia hanya berbaring di atas kasur seraya menyadarkan tubuhnya di kepala ranjang. Pandangannya kosong, sarat akan kehilangan. Pikirannya berkecamuk, seolah selalu dihantam oleh kata-kata yang membuatnya semakin tak enak hati.
Benar kata orang, rasa penyesalan selalu datang di akhir.
Pintu kamar terbuka, terlihat seorang pria paruh baya yang membawa nampan berisi makanan serta beberapa vitamin untuk sang putra. Diletakkannya nampan itu di atas nakas, kemudian menyusul sang anak untuk duduk di pinggir kasur.
Hatinya sakit, bahkan sangat sakit saat melihat putra kecilnya terlihat begitu kacau. Suaranya tercekat, amat keluh bahkan hanya untuk menanyakan kondisi putranya. Diusapnya surai hitam itu, tapi tak ada pergerakan sama sekali dari sang empu.
Pria tua itu, Langger. Menarik napas agar dapat mengontrol suasana hatinya. “Asa ... Asa makan, ya, sayang.”
Tak ada jawaban, Asa hanya termangu ntah menatap apa. Pandangannya benar-benar kosong, tak ada sedikitpun tersirat ingin bertahan hidup. Ia bagai kaca tipis yang sengaja ia pecahkan sendiri dengan tangannya. Hancur karena kesalahan sendiri, itu semakin membuat tertekan.
Lagi, Langger menghela napas berat, ia genggam tangan putranya, menyalurkan rasa tenang yang bahkan ia sendiri tak bisa tenang. “Kita bisa, kita bisa ambil Angger lagi. Angger milik Asa, bukan?”
Terdiam cukup lama, hingga Asa menoleh, melihat wajah teduh milik ayahnya. Ia mengangguk lalu bergumam, “Asa ... Angger milik Asa, Dad. Asa Papanya Angger, iyakan, Dad?”
Berdenyut, nyeri, terenyuh saat Langger mendengar sang anak berkata begitu sendu, melihat tatapan yang begitu tersirat penyesalan membuatnya semakin tak karuan.
“Iya sayang, benar. Asa Papanya Angger dan Angger putranya Asa,” balas lelaki itu, kemudian diakhiri senyuman getir. Mengusap surai putra bungsunya dengan teratur.Ia tak bisa berbohong, jika hatinya benar-benar ingin keluar saat mendapatkan situasi seperti ini. Langger bukan sosok yang suka berbohong, tapi jika berbohong dapat membuat putranya lebih tenang, akan ia lakukan. Apapun itu, asal putranya bahagia.
Jujur, ia merindukan sosok putranya yang begitu periang. Langger ingat betul, saat pertama kali Asa mengetahui jika ia memiliki anak. Wajahnya begitu berseri, suaranya tak kalah riang dengan film kartun. Sungguh, itu hal yang membahagiakan baginya. Sangat berbeda dengan situasi sekarang, Asa tampak begitu kacau tanpa putra sematawayangnya.
Langger sadar, tidak semua senang dan terima dengan kehadiran Angger. Kehadiran anak itu bukan semata hanya membawa rasa bahagia, tapi juga suatu kehancuran yang Assa sendiri sudah bersumpah akan memperbaikinya. Hingga saat di mana Asa ingin memperbaiki semuanya, ia terjebak dengan semuanya. Asa tak betul berniat melepaskan permatanya, ini semua hanya karena se--
Pria tua itu sudah amat tau apa penyebabnya, keluarga ... keluarganya lah penyebab awal penderitaan seorang Asa. Ia berjanji, sebisa mungkin akan menyatukan kaca yang sudah retak sebelumnya, meskipun nantinya tidak akan kembali seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angger
Teen FictionSemua bermula saat orang tuanya berpisah, hidup sendiri tanpa ada yang mengasihani. Hidupnya berubah 180°, ia ingin menyerah, tapi tidak kunjung mati. Sampai di mana, ia ingin mengakhiri semuanya. Tidak menolerensi penjiplakan! Jika menemukan cerita...