Happy reading
Typo harmak
Enjoy ya...
*****
Pupus sudah harapan Angger. Ia sudah bersusah payah membujuk si duda kaya yang saat ini menjadi ayah angkatnya.
Berkali-kali ia mencebikkan bibir, mengetukkan pulpen yang ia pegang sekarang ke buku putih yang masih kosong.
Tepat hari ini, Angger memulai homeschooling, dengan berat hati dan rasa terkejut bukan main, persiapannya sangat tiba-tiba. Sempat terjadi perdebatan antara anak bungsu dan ayah angkatnya itu.
"Om satu! Angger itu nggak mau homeschooling! Kan, Angger udah bilang kemarin, gimana sih?" amuknya.
Harsa tampak tak emosi, mendekati anak itu seraya mengurai surai Angger dengan lembut. "Apapun yang kau rencanakan, papa sudah lebih dulu mengetahui itu. Jangan coba-coba pergi, Angger. Sekarang, kau adalah milik kami."
"Si-siapa bilang? A-Angger cuma mau sekolah, kok! Pokoknya, Angger nggak mau! Titik!"
"Ini pernyataan, bukan tawaran. Jadi tidak bisa ditolak. Cepat bersiap, gurumu sudah menunggu di ruang tamu."
Angger mendengus kesal, saat sekelebat ingatan pagi buruk itu melintas lagi, dan berakhir ia yang mengalah, kemudian mengikuti pelajaran yang sungguh membosankan.
Yah, ia tidak tau jika Harsa ternyata mengetahui rencananya untuk pergi dari rumah itu, bagaimana mereka mengetahuinya? Angger tidak tau dan tak mau tau. Ia sudah memutuskan untuk hidup kembali bersama ayah kandungnya, ingin memberi kesempatan kedua.
Bukankah, setiap orang memiliki kesempatan berulang? Angger ingin memberi itu pada sang ayah. Namun, gagal ... Harsa mengetahui rencana yang sudah ia susun sedemikian rupa. Mulai dari ia meminta sekolah, mengambil uang di atm, juga membeli barang yang ingin ia beri untuk keluarga yang telah mengasuhnya beberapa bulan ini.
Rencananya, ia nanti akan dijemput oleh ayah kandungnya saat di sekolah. Tak lupa, ia memberikan hadiah sebagai tanda terimakasihnya pada keluarga Maaghlita. Yah, walaupun ia sangat ragu tidak akan dibuang lagi.
Ia cukup berterimakasih pada keluarga Maaghlita, yang mau menampung remaja menyedihkan seperti dirinya.
Lagi, dengusan ia helakan saat guru cantik berambut panjang yang sedang mengajarnya saat itu terus saja berbicara. Menjelaskan salah satu soal matematika yang cukup tidak ia suka.
"Jika menemukan soal seperti ini, kau perlu menjabarkannya terlebih dulu, kemudian kerjakan sesuai rumus yang telah ditentukan, paham Angger?" ujar guru cantik itu, Riana.
Angger hanya mengangguk, siapa peduli dengan pelajaran itu, yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana ia bisa kembali bersama ayah kandungnya dan bertemu dengan sang kakek yang sangat ia rindukan.
Yah, lagi-lagi, walaupun terkadang ia masih ragu dengan keputusan yang ia ambil.
"Baiklah, sekarang kau kerjakan latihan halaman lima pada buku matematika kuning. Selesaikan pada bagian essay, sepuluh soal. Saya tunggu lima belas menit dari sekarang."
Lagi, Angger menghela napas panjang. Ia ingin protes, karena waktu yang diberikan terbilang sebentar. Namun, ia sedang malas bicara saat ini, dan akhirnya ia hanya menjawab, "Baik buk Riana yang cantik ...." jujur saja, ia geram dengan Riana saat ini.
Pusing, yang saat ini Angger rasakan adalah pusing. Pikirannya terbelah, ditambah dengan soal yang cukup membuatnya semakin sakit kepala.
Dengan malas-malasan ia mengerjakan soal yang telah ditentukan oleh sang guru. Sejujurnya, Angger tidak terlalu bodoh, tapi tidak juga sangat pintar. Biasanya, hanya beberapa kali menjelaskan saja Angger sudah paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angger
Teen FictionSemua bermula saat orang tuanya berpisah, hidup sendiri tanpa ada yang mengasihani. Hidupnya berubah 180°, ia ingin menyerah, tapi tidak kunjung mati. Sampai di mana, ia ingin mengakhiri semuanya. Tidak menolerensi penjiplakan! Jika menemukan cerita...