Happy reading
Vote dan komen, oke!
Typo harap maklum ...
Ini buat yang minta double up, yuhuuu. Sudah adaa, tapi maaf ga sekali up semalam, hohoh
So, enjoy yaa
Masih enjoy kan?
Mari kita lanjutkan puzzle hidup ini!Hallo Aunty and Uncle, good molning, hihi ... mau peluk! (っ.❛ ᴗ ❛.)っ
*****
Duduk berayun menikmati hembusan angin siang ini. Di sana, di sudut kota tepat di rumah bergaya mediterania. Sosok pemuda dengan remaja kecil yang ada di pangkuannya asik berayun di atas ayunan yang menjuntai dari pohon rimbun.
“Abang.”
Genta menunduk, melihat sang adik yang sedang memainkan jari miliknya. “Ada apa, hm?”
Bibir remaja itu bergetar, ia ragu untuk menanyakan hal yang beberapa hari ia pendam. Hening sesaat untuk memberanikan diri, kemudian ia bertanya, “Bang Gemta pernah punya adik, nggak?”
Gemta mengangguk cepat. “Tentu saja.”
“Cewek atau cowok?”
Tanpa ragu Gemta menjawab, “Keduanya. Abang punya keduanya.”
Angger memberanikan diri untuk menatap wajah Gemta yang kini terlihat sendu. “Terus ... mereka kemana? Kok, Angger nggak dikenalin?”
Hening, tak ada jawaban apapun. Angger juga ikut diam, kembali memainkan jari-jari panjang milik Gemta. Menyandarkan punggungnya ke dada abangnya. Lebih baik ia diam, jika memang Gemta tak ingin menjawab.
Gemta, yang diduduki tak mempermasalahkan, ia memeluk tubuh kecil Angger yang tampak sayu.
“Angger ingin tidur, hm?” diusapnya surai Angger dengan perlahan.Angger mendongak, dapat ia lihat senyum teduh seorang Gemta. Berbeda dari sebelumnya, juga saat trauma itu datang.
Remaja kecil itu mengangguk, lalu bergumam, “Angger mau bobok, tapi mau bobok di ayunan.”
Gemta tak banyak merespon, ia hanya mengangguk seraya mengayun kembali. Ikut menikmati angin siang yang berhembus.
“Abang.”
“Hm?”
“Abang tau ngga?”
“Tau tentang apa?”
Angger membalikkan tubuhnya, memeluk sang abang angkat dengan erat, mendongak agar dapat melihat wajah tampan serta manis menjadi satu tersebut. Ia berujar, “Angger itu seneng ... banget punya abang seperti bang Gemta, bang Marell, tapi Angger suka kesel sama bang Difkie! Masa, ya, bang, abang Difkie suntik Angger sih kemaren itu! Padahal kan, Angger nggak sakit, Angger sebel!” ia menggeleng gusar. Memang, beberapa hari lalu Difkie sempat menyuntikan vitamin pada tubuh kecil itu, lantaran Angger yang katanya tidak mau jika harus meminum pil.
Gemta terkekeh kecil. “Abang juga suka sebel sama bang Difkie, kerjaannya suka suntik orang-orang ... ih, serem!”
Kini, giliran Angger yang tertawa. Ia meringsekkan tubuhnya dalam dekapan Gemta, mencari titik kenyamanan. Sungguh! Ia mengantuk.
“Abang.”
“Hm?”
“Abang.”
“Iya, adek.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Angger
Teen FictionSemua bermula saat orang tuanya berpisah, hidup sendiri tanpa ada yang mengasihani. Hidupnya berubah 180°, ia ingin menyerah, tapi tidak kunjung mati. Sampai di mana, ia ingin mengakhiri semuanya. Tidak menolerensi penjiplakan! Jika menemukan cerita...