Happy reading
Hallo, bocil kambek!
Nggak kangen Angger, bintitan, titik! Angger marah kalo Aunty dan uncle nggak kangen!Halah lebay!
Jangan lupa vote dan komennya, sepi bgt nggak enak soalnya.
Typo harap maklum:')
Enjoy ya!
*****
Angger mematung sejenak, menutup mulutnya tak percaya. Sosok gagah dengan senyum yang manis disuguhkan olehnya. Sosok pria yang masih apik menggunakan setelan jas dengan bawahannya.
Lelaki kekar tersebut membungkuk, meratakan tingginya dengan Angger, mengecup kening remaja itu sekilas, lalu berkata, “Papa sudah berjanji untuk menjemputmu, bukan?”
Masih diam, Angger benar-benar tidak percaya. Penolakannya tidak diterima oleh lelaki itu. Sejenak, Angger menikmati usapan lembut yang menyisir rambutnya.
Angger mundur beberapa langkah, saat tangan lelaki itu ingin meraih tubuhnya. Namun, pria kekar berambut rapi itu tak cepat menyerah, hingga ia benar-benar dapat meraih tubuh kecil yang membeku.
Mengangkat tubuh Angger kemudian dibawa dalam gendongan hangat, dengan lembut menyingkirkan tangan Angger dari mulutnya dan mengecup pipi gembil itu berkali-kali. “Papa merindukanmu,” gumaman yang sudah berpuluh kali anak itu dengar dalam satu menit.
“Kita akan pergi,” suara itu seakan menyadarkan Angger dari diamnya, mulai memberontak ingin lepas dari si pria kekar.
“Nggak! Angger nggak mau, lepas!” bergerak gusar seraya memukul bahu sang papa, Harsa.
Yah, lelaki kekar itu Harsa, sudah jelas, bukan? Memangnya siapa lagi?
“Tidak, Angger. Papa sudah berjanji akan menjemputmu, kan? Anak Papa ini, tidak ingat, hm?” tegasnya. Kaki jenjang melangkah menjauh dari pintu utama, menggendong si kucing nakal dengan erat.
“Lepas! Angger nggak mau! Budek, ya?! Turunin, nggak?!” mulai keluar kata-kata tak sopan dari bibir mungilnya.
Harsa tampak tak perduli, masih setia berjalan menuju di mana mobilnya terparkir apik. Ia berhenti sejenak, menatap lamat-lamat wajah putra kecilnya. Mengecup hidung Angger yang langsung diseka oleh sang empu.
“Jangan cium-cium! Dasar om-om mesum!--Angger mau turun! Lepasin, nggak?!” ia sudah cukup tenang, tidak terlalu memberontak seperti tadi. Lagi pula, rasanya sangat percuma jika ia bergerak dan tak berefek apapun.
“Tidak! Sekali tidak tetap tidak!” balas lelaki itu tak acuh. Siapa peduli, misinya adalah membawa sang anak pergi.
Angger menarik napas dalam-dalam, lalu, “Ayah ... tolongin Angger ... Ayah, Angger diculik om-om pedo, tolong Ayah ...” anak itu berteriak, memekik keras di telinga seorang Harsa. Teriakan Angger bukan main kuatnya.
Harsa membekap mulut itu, membuat Angger kesulitan mengeluarkan suaranya. Berusaha keras Angger melepaskan bekapan tangan besar Harsa. Namun, itu sangat sulit.
“Sst, tidak baik berteriak malam hari. Papa hanya akan mengajakmu pergi, itu saja. Kau tidak mau?” ujar lelaki itu memberi pengertian.
Angger menggeleng mantap, setelah tangan itu terlepas ia memekik keras, “Nggak! Kalau Angger nggak mau ya engga! Gimana, sih?!” kesalnya seraya bersedikap dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angger
Teen FictionSemua bermula saat orang tuanya berpisah, hidup sendiri tanpa ada yang mengasihani. Hidupnya berubah 180°, ia ingin menyerah, tapi tidak kunjung mati. Sampai di mana, ia ingin mengakhiri semuanya. Tidak menolerensi penjiplakan! Jika menemukan cerita...