Bahu?

2.4K 305 8
                                    

Happy reading

Typo harmak:')

Enjoy

Semoga kita bisa ketemu lagi (⁠っ⁠.⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠)⁠っ

Salam hangat, TejeMaMo Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

*****

Angger berdiri dengan seulas senyum manis depan cermin rias di kamarnya, berkali-kali menyugar rambut sembari memasang ekspresi angkuh.

Bibirnya tersungging, menatap pantulan diri, kemudian berdecak kagum, “Anjay, ganteng banget gue ... Angger Harsa Margaja nih, senggol dong.” bergaya sedikap dada.

Menggelengkan kepala agar rambutnya sedikit berantakan, kemudian kembali terkagum melihat diri sendiri. “Gila ... liat-liat ada bang ganteng di kaca, aduh gila sih! Kalau ganteng gini mah mbak Kendall Jenner juga kesem-sem liat gue, ehehe.”

Masih berujar sangat pede berulang-ulang, memerhatikan seberapa tampan dirinya. Jujur saja, Angger memang tampan. Tampan dan imut menjadi satu, dominan wajah ibunya menyerbu ketimbang sang ayah. Bibir kecil, hidung mancung berukuran kecil dengan mata bulat besar yang tampak begitu manis. Jangan lupakan pipi yang selama ini ia targetkan akan tirus.

Perut remaja kecil itu berbunyi, membuat Angger menghentikan kegiatannya memuji diri sendiri. Wajar saja ia lapar, jam sudah menunjukkan jam makan malam.

Ia berdecak sebal menatap perut bulatnya, kemudian kembali tersenyum saat menatap pantulan diri. “Bye, ganteng. Gue makan dulu ya, muah!” ucapnya sembari memberi flying kiss.

Sedikit terburu ia menuruni anak tangga, tak perduli siapapun bisa marah di rumah itu, yang ia pikirkan sekarang adalah mengisi perutnya dan kembali ke kamar untuk memuji dirinya yang amat sangat tampan.

Manik bulatnya menyipit, saat sampai di depan meja makan yang sangat sepi. Namun, satu hal yang membuatnya heran, ada tiga pemuda lain di sana.

“Sini.” Gemta menepuk tempat duduk di sebelahnya sambil mengulas senyum.

Angger mengangguk, berjalan dengan tatapan yang tak lepas dari tiga pemuda asing menurutnya. Tampan sih, tapi Angger tetap harus berjaga-jaga, kan?

Duduk dengan hati-hati lalu menatap Gemta dengan lekat. “Sini,” ujarnya menyeru sang abang agar mendekat.

Gemta sempat bingung dengan kode yang diberi Angger, melirik ke arah teman-temannya kemudian mendekati adik kecilnya. “Ada apa?”

Angger menarik tubuh itu, mendekatkan bibirnya pada telinga sang abang. Ia berbisik dengan sangat pelan, “Mereka siapa? Serem.”

“Temen abang,” ujarnya seraya menegakkan tubuh kembali.

“Temen abang serem, Angger nggak like, hiiih ...” ia bergidik ngeri.

Tak ada balasan dari sang empu. “Makan, Rey, Ze, Kon. Biasanya juga rakus,” ucapnya mempersilahkan para sahabatnya itu.

Ketiganya hanya mengangguk, meraih makanan yang sekiranya mereka ingin. Sedangkan Angger, sesekali melirik tajam satu persatu teman Genta yang yak sengaja menoleh ke arahnya dengan dagu yang digerakkan ke kanan dan kiri, seakan menakuti ketiganya, tak lupa tangannya bergerak di area leher seperti gerakan memotong.

Lain hal dengan Gemta, ia mengambilkan nasi dengan beberapa lauk yang sekiranya disuka oleh Angger, kemudian meletakkan di hadapan sang adik.

“Nggak boleh gitu,” kata Gemta memperingati remaja itu.

“Nggik bilih giti.”

“Angger.”

Angger bergidik saat dipanggil dengan suara rendah oleh pemuda itu, bibirnya berkata dengan gugup, “I-iya.” kemudian melahap beberapa makanan yang sudah diambilkan oleh Gemta.

Untuk beberapa saat, mereka makan dengan khitmat. Hingga, suara langkah kaki memecah keheningan lantaran Angger berteriak girang.

“Ayah!” anak itu berlari, menerjang tubuh Imge yang baru saja akan menghampiri mereka.

Imge menjatuhkan beberapa plastik berisi beberapa barang di kedua tangan yang ia pegang, kemudian menangkap Angger yang melompat semangat.

“Ada apa? Kenapa kau sangat bersemangat?” tanya lelaki itu sembari merapikan anak rambut Angger.

Remaja kecil itu tak menjawab, melilitkan tangannya di perputaran leher janjang Imge. Tampaknya, anak itu sangat merindukan sosok ayah angkatnya.

Setelah sedikit drama saat makan tadi, kini Gemta serta ketiga temannya sedang duduk manis di taman belakang. Memandang bintang malam dan sesekali menyesap minuman yang disediakan oleh pemilik rumah.

“Gimana pundak lo, Gem?” pertanyaan itu keluar setelah hening beberapa saat, pemuda itu, Kony.

Gemta menghentikan sejenak kegiatan memandang bintang, menoleh ke arah pemuda yang bertanya, kemudian kembali menatap bintang.

“Sudah lebih baik,” balasnya.

“Lo harus lebih hati-hati sekarang,” dibalas anggukan oleh Gemta.

“Mau sampai kapan?” tanya pemuda lain di sana. Zefran.

Gemta menghela napas sejenak sebelum menjawab. “Gue nggak tau, mungkin ... sampai rasa trauma itu benar-benar hilang.”

Ketiganya hanya mengangguk, kembali menyesap minumannya.

“Adikmu sangat manis, lucu,” ucap Reyka mengubah topik perbincangan yang biasanya dapat memancing emosi seorang Gemta.

Gemta mengangguk mantap. “Sangat, dia sangat manis.”

Reyka menepuk pundak Gemta beberapa kali, kemudian berkata, “Gue harap, dia bisa bantu lo keluar dari rasa trauma itu.”

Gemta menoleh dengan seluas senyum. Ia juga yakin, jika Angger memang orang yang tepat, juga sebagai pengganti yang pernah hilang dari hidupnya.

Di sisi lain, seorang pria dengan setelan santai dengan mengenakan kemeja merah darah serta celana bahan berwarna hitam melangkah dengan tegas. Memasuki kediaman yang terbesar di kompleks tersebut . Ia berharap besar, jika yang ia cari ini sungguh berada di sana. Ia ingin melepas rasa yang mengganjal di hatinya.

Maniknya menajam, dada yang bergemuruh dengan napas yang ke luar begitu kasar.

Perlahan, tangannya terangkat untuk menekan bel rumah besar di hadapannya.

Pertama, tidak ada sahutan dari dalam, kemudian ia mencoba untuk beberapa kali, hingga terdengar suara yang sangat ia kenal dan ia rindukan.

“Sebentar ....”

Baik lelaki itu menunggu, tampak sabar menunggu seseorang membuka pintu yang sepertinya memiliki langkah kecil, lantaran pintu terbuka sangat lama.

Remaja kecil yang berlari ke arah pintu terlihat cukup tergesa-gesa. Perlahan ia mulai membuka pintu tersebut.

Pintu terbuka lebar dan dapat ia lihat seorang lelaki tampan dengan tubuh jenjang berdiri dengan gagah di hadapannya. “Papa?” dibalas senyuman manis oleh sang empu.

*****
Tbc

Aduh! Papa yang mana tuh?

Bye guys, i lop u, i purple u

Btw, ada yang mau tau nggak kenapa namanya arti nama 'Margaja?' atau 'Maaghlita?' atau lagi, 'Gemta?' atau siapapun lah, hhh


Maaf beribu maaf, cerita tidak jelas dan tidak dapat feel-nya. Sorry.

AnggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang