Happy reading
Maaf telat up hampir 28 menit:')
Jangan lupa vote dan komen, okey?
Enjoy yaa!
Masih enjoy kan?
Typo harmak
*****
Suhu pendingin ruangan yang cukup dingin menjengit kulit putih milik sosok pemuda yang sedari tadi asik melihat album foto kesayangannya. Tangannya bergerak, membuka halaman demi halaman yang memperlihatkan potret keluarga bahagia.
"Bang Aru janji, bakalan jagain adek sampai besar, yeey!"
"Bayi, suka tidak sama bang Aru?" bocah delapan tahun itu memainkan pipi gembil adiknya.
Kembali membuka halaman baru. Satu foto yang dulu sempat diambil di sebuah taman hijau yang asri. Dalam potret itu, Aru, si bocah delapan tahun tampak senang menggendong bayi di tangannya, tersenyum sumringah bagai hari yang paling membahagiakan.
"Bayi, tunggu sebentar, ya. Bunda lagi pergi, adik bang Aru tidak boleh nangis, oke?"
Kepingan demi kepingan mulai tersusun menjadi sebuah kenangan yang dulu tak pernah lagi ia ingat. Hingga, dua tahun belakangan ia bisa mengingat hampir seluruh kejadian tak mengenakkan untuknya.
Gemta sudah sampai pada halaman terakhir, keningnya mengernyit mendapati salah satu foto di sana. Sosok Aru dengan pria dewasa yang tampak tersenyum sambil menggendong adiknya.
"Pria ini ... kok Gemta nggak inget, ya?" bermonolog hingga tangannya tergerak membalik foto tersebut.
Terdapat sebuah tulisan yang ia ketahui itu adalah tulisannya kala masih kecil dulu.
"Om Asa?" gumamnya membaca tulisan.
*****
8 Oktober 2019
Hari semakin bergulir, sore ini. Bersama dengan suasana indah langit yang mulai menguning serta matahari jingga yang menyinari. Sebuah keluarga kecil yang saling menikmati suasana.
Desiran air yang membawa suara tenang menyapa rungu kedua orang dewasa yang saling berpegangan tangan seraya berjalan santai di tepi pantai. Sosok suami istri yang masih terasa sangat hangat dan manis, menyelami senyuman sang pasangan dengan rasa cinta juga sayang yang menggunung.
"Aku tidak pernah menyangka akan dipertemukan denganmu, juga Angger." Andin menoleh, melihat Asa yang ternyata asik menelisik wajah cantiknya.
Asa, lelaki itu tersenyum manis, manis sekali, hingga dirasa gula mampu iri jika melihatnya. "Aku juga, aku bahagia bisa memilikimu, juga Angger."
Menghentikan langkah, keduanya saling mendekatkan diri. Seakan naluri menarik satu sama lain. Asa memeluk tubuh ramping itu, mendekatkan wajahnya pada wajah jelita Andin. Sedikit lagi, Asa dapat menyentuh bibir wanita itu, tapi seruan suara bocah menyadarkan mereka, kemudian terkekeh seraya menempelkan dahi.
"Papa! Ibun!" suara teriakan itu membuat Asa menoleh ke belakang, melihat sang putra kecil yang sedang berlari. Ahh ... ia hampir lupa jika membawa Angger karena terlalu asik bermesraan bersama istrinya.
Asa sedikit membungkuk, kemudian menepuk pundaknya sebagai kode agar putranya naik ke atas sana. Angger tentu sangat semangat, melompat girang agar segera meraih sang ayah.
"Pesawat akan meluncur, uwinggg ..." bergerak bak pesawat mainan yang sedang terbang bebas di angkasa.
"Ahaha ... Papa, ayo terbang ke sana, Pa. Adek mau ke sana, uwingg."
Andin turut bahagia melihat dua sosok yang sangat ia sayangi melebihi apapun. Tersenyum getir saat mengingat masalah yang pernah mereka lalui sebelumnya.
Begitulah potongan hari yang membahagiakan untuk seorang Asa, berlibur bersama keluarga kecil yang ia punya. Asa serta istrinya, Andin, kerap kali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Namun, tak ada hari di mana mereka tak meluangkan waktu untuk putra kesayangannya, Angger.
Bermain bersama seperti itu sudah menjadi rutinitas bagi mereka. Lihat lah, mereka tampak begitu bahagia, senyum manis yang dulu pernah ditentang oleh alam.
Asa tersadar dari lamunannya ketika mendapati tepukan halus di pundaknya, sontak ia menoleh melihat sosok itu.
"Sudah malam, lebih baik kau tidur. Daddy tau kau merindukan putramu."
Sosok itu, Langger, lelaki tua yang sempat sakit beberapa bulan lalu lantaran terlalu rindu dengan cucu kesayangan. Sekarang ia sadar, sulit untuk kembali mengambil Angger dari tangan yang sudah menerimanya. Mereka juga tau, siapa sosok yang sudah mengurus bintang kecil mereka saat ini.
Asa tertunduk, ntah mengapa, air matanya luruh begitu saja. "Asa bodoh, Dad. Tidak seharusnya Asa menuru--"
Langger membungkam mulut itu, ia juga tak kuasa mendengar apa yang telah putranya alami hingga berani berbuat kesalahan, sehingga melepaskan kesayangan mereka. Langger sudah berusaha mengubah, tapi terasa sulit karena yang ingin didapat sudah menemukan tempatnya.
"Sst, sudah ... lebih baik Asa tidur, hm? Hari semakin dingin, kau tidak lupakan jika kau alergi udara dingin?" ujar pria tua itu dengan lembut. Semenjak sakit, ia lebih intens memerhatikan putranya, putranya terlihat sangat prustasi, ia tak tega melihat kondisi putranya saat ini. Bagaimana pun, sedewasa apa putranya, ia tetap seorang ayah yang takut jika putra kecilnya tergigit semut sekalipun. Ia takut, takut Asa semakin buruk dari yang sekarang.
Asa mengangguk, lalu bergumam pelan, "Sama seperti putraku, Dad."
Lagi, Langger hanya bisa tersenyum getir. Tiada hari bagi Asa tak mengingat putra kecilnya. Ia juga merasa sakit, ia ingin marah pada putranya, tapi setelah ia mengetahui semuanya, mendadak ada rasa berbeda yang hadir di benaknya. Tetap ingin marah. Namun, sulit karena itu akan memperburuk keadaan.
Lelaki itu, Asa. Mendongak, melihat sang ayah yang kini hendak mengangkat tubuhnya. "Dad, apa putraku akan kembali?"
Langger tak menjawab, ia mengeluarkan semua tenaganya agar dapat mengangkat tubuh yang sudah lama tak ia gendong, yang benar saja, seorang ayah yang usianya sudah lima puluhan tahun mampu mengangkat sang putra yang ukurannya tidak kecil lagi.
Asa sudah seperti jiwa yang tak lagi memiliki rasa ingin hidup, bagai jiwa yang mati dan tak bergairah. Ia membiarkan sang ayah menggendongnya, lagi pula dirasa ia tak seberat sebelumnya, karena dalam beberapa bulan ini ia kehilangan banyak berat badan.
Menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher sang ayah, ia terisak di sana. "Dad ... Asa rindu ... Asa ingin bertemu putra Asa ... Angger putra Asa, Dad." isaknya.
Sungguh! Langger tak kuasa mendengar tangisan itu, ia mengusap punggung Asa yang bergetar, berusaha menyalurkan ketenangan.
"Asa janji Dad, Asa tidak akan ceroboh, Asa ... Asa ... Asa mau Angger, Dad ... Asa mau putra Asa ...."
Seseorang bisa melepaskan sosok paling berharga dalam hidupnya bukan karena satu hal yang tak ada artinya. Memang, banyak alasan yang menjadi penyebab semua yang sudah tersusun apik menjadi hancur tak beraturan.
Namun, apa alasan seorang Asa menghancurkan kebahagiaannya sendiri?*****
Tbc
I lop u, i purple u
Btw, maksudnya mama Andin bilang gitu apa ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Angger
Teen FictionSemua bermula saat orang tuanya berpisah, hidup sendiri tanpa ada yang mengasihani. Hidupnya berubah 180°, ia ingin menyerah, tapi tidak kunjung mati. Sampai di mana, ia ingin mengakhiri semuanya. Tidak menolerensi penjiplakan! Jika menemukan cerita...