Abang Impian

2.6K 310 17
                                    

Happy reading


Vote dan kome yuk!

Typo harmak:)

Enjoy yaa ʕ⁠っ⁠•⁠ᴥ⁠•⁠ʔ⁠っ


*****




“Ampun, bun. Sakit, bun.”

Pekikan itu terdengar dari bilah bibir anak kecil berusia delapan tahun. Berusaha melepaskan cengkraman kuat sang bunda, sangat sakit, hingga air mata jatuh dengan tak sopan dari pelupuk. Sang ibu seakan tuli, tak peduli sesakit apa suara sang anak yang ia dengar saat ini.

Perasaan benci serta kemarahan amat membara. Isi kepalanya hanya mengingat satu kejadian menyakitkan. Napasnya benar-benar memburu, tak ayal air mata ikut serta jatuh begitu saja, ada rasa sakit saat memperlakukan anaknya sedemikian.

Dengan enteng wanita itu melempar tubuh si bocah ke dalam kolam renang halaman belakang, kolam renang yang sangat amat jarang mereka gunakan. Yah ... Sangat jarang, karena memang bukan diperuntukkan untuk renang santai bersama anak-anak mereka.

Bocah kecil itu bergerak gusar, saat dirinya mulai tenggelam, bersusah payah naik untuk sampai ke permukaan agar dapat meraup udara.

Wanita di sana hanya diam seraya menatap bingung, menikmati rasa nyeri di dada yang ntah kenapa hadir saat ia mendorong anaknya ke dalam air sana. Sesak, dadanya nyeri tak karuan. Namun, egonya sangat besar agar bertekad membenci si anak bungsu.

Tangan si kecil melambai meminta pertolongan, sungguh! Dadanya sangat sakit saat ini. Sudah banyak air kolam yang tertelan, membuat perutnya sedikit kembung.

Wanita itu, dengan tangisan yang tiada henti menarik kepala sang anak agar dapat meraup udara untuk beberapa detik. Tak ingin membuang waktu, bocah laki-laki yang sudah sangat tersiksa segara meraup, meski dadanya teramat sakit, tapi semaksimal mungkin ia mengisinya kembali dengan udara segar.

“Ampun, bun. Maaf, Ad--” belum sempat rampung ucapan itu, sang ibu sudah lebih dulu memasukkan kepala putranya ke dalam air.

“Kau harus mati, bukan? Putraku mati karenamu.” Air mata kembali turun bersama dengan penuturan itu.

Berulang kali ia mengangkat kepala sang anak, kemudian kembali ia masukkan ke dalam air. Hal tersebut terjadi dalam beberapa menit, hingga seruan lelaki menghentikan kegiatan si wanita gila.

Anggap saja lelaki yang sekarang datang adalah penyelamat, menyelamatkan sosok yang sudah hampir kehabisan napas di dalam air. Jangankan untuk memekik minta tolong, untuk meraup udara saja sangat sulit bagi si anak bungsu. Itu ... adalah masa yang tak pernah ia ingat lagi hingga sekarang. Merasa jika dirinya bahagia. Namun, bukan telah, tetapi sebelum semua kejadian itu terjadi.

*****

Benda kotak yang biasa disebut tv sedang menyala dengan suara yang cukup kencang. Fokus kedua lelaki berbeda usia di sana mengarah pada tv yang sedang menayangkan film anak masa kini berjudul 'Anak Rombengan'. Duduk manis di sofa ruang keluarga siang ini sungguh menyenangkan, akan tetapi terasa sepi karena hanya ada mereka berdua, sedangkan yang lain sibuk dengan urusan masing-masing.

Angger memekik senang, kala melihat salah satu tokoh kesukaannya bernama Boy dengan gagah menaiki motor besar berwarna merah. Tampak tampan dan berwibawa. Dalam film itu, Boy dengan rivalnya, Mondie sedang menarik tali gas motor dengan mantap, sesekali melirik sang lawan dengan tatapan tajam dari balik helm.

AnggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang