SYARAT 49

148 4 0
                                    

---

Happy Reading

---


Hari ini benar-benar sangat melelahkan. Ada banyak kejutan-kejutan yang membuat Zifa tak habis pikir. Kejutan itu mampu mengubah segala harapan nya.

Zifa menghela lelah. Duduk di sofa dengan punggung yang ia sandarkan. Zifa sudah berada di rumah sewanya setelah diantar oleh Celia dan Samuel. Saat pamit tadi, Lio sudah menawarkan diri untuk mengantarnya pulang namun Zifa menolak. Ia harus menerima kenyataan bahwa lelaki itu cepat atau lambat akan segera menjadi suami sahabat nya.

Mau tidak mau Zifa harus menyadari nya. Tak ada lagi yang perlu Zifa besarkan untuk siapa hatinya itu. Memang benar, mencintai seseorang sebelum terikat oleh sebuah kehalalan maka akan di persulit. Dan sekarang, Zifa harus membuat keputusan. Jalan yang perlu ia ambil adalah mengikhlaskan Lio untuk Sheryl.

Meski perasaannya terlambat ia sadari, itu tidak akan menjadi masalah. Ia hanya perlu berusaha ikhlas melepaskan. Bahkan Lio bukan miliknya. Zifa tidak berhak untuk mengatakan Lio miliknya hingga harus melepas dengan rela.

Dari jauh-jauh hari, Hanya Lio lah yang menganggap bahwa Zifa miliknya sedangkan sebaliknya tak ada ucapan yang sama di lantunkan oleh Zifa.

Zifa mengusap wajah demikian. Kepalanya berdenyut tiba-tiba.

"Astagfirullah.." Zifa mengucapkan terus kalimat itu. Sejauh ini Zifa sudah membangkang. Melanggar janji dan prinsip yang selama ini Zifa terapkan.

Zifa pun menoleh ke seisi rumah. Seperti nya Sheryl tidak kembali kerumahnya. Entah kemana Sheryl bersama kak Vero.

Zifa pun memilih untuk berjalan ke kamar. Hari sudah mulai petang, ada baiknya ia membersihkan diri lalu akan melaksanakan sholat Maghrib.

---

Lama Zifa menyibukkan diri pada mushaf Al-Qur'an di depannya, bunyi pintu terbuka pun terdengar. Zifa buru-buru menyelesaikan bacaannya lalu memilih keluar dari kamar. Di sana, Zifa melihat Sheryl yang akan berjalan ke arah kamarnya.

Namun terhenti ketika melihat Zifa yang keluar dari kamar. Zifa memberi senyum pada Sheryl, yang wajah nya kali ini terlihat sangat pucat.

"Bersihkan lah tubuh mu dulu. Akan ku buat kan susu hangat" kata Zifa.

Sheryl pun mengangguk. Memilih untuk memasuki kamar. Sheryl tak ada tenaga untuk membalas ucapan Zifa. Tadi, Sheryl menuntut jawaban atas semua rahasia yang di sembunyikan oleh kakaknya. Oleh karenanya, hal itu membuatnya begitu lelah. Pikirannya berkecamuk. Ia butuh  sesuatu untuk mendinginkan kepalanya. Pikiran Zifa mengatakan bahwa mungkin kah Sheryl marah padanya?

Setelah membuatkan susu penguat untuk ibu hamil, Zifa pun membawanya kedalam kamar Sheryl. Menaruh di atas nakas samping tempat tidur. Suara gemercik air di dalam kamar mandi menandakan bahwa Sheryl belum selesai.

Zifa pun memilih untuk duduk di pinggir ranjang. Tangannya meremas cemas. Menunggu Sheryl keluar dari kamar mandi. Saat engsel pintu terdengar, Zifa pun terkesiap. Disana Sheryl sudah terlihat lebih segar dengan pakaian santai serta kepala yang terbungkus handuk.

"Ak-aku sudah membuatkan mu susu." Zifa berdiri kaku. Sedikit menjauh dari nakas agar Sheryl mendekat.

Sheryl menipiskan bibir. Ia pun berjalan dan menjangkau gelas hangat itu. Meminum nya hingga sampai setengah.

"Terimakasih Zif."

Zifa mengangguk. Masih dengan berdiri. Entah kenapa situasi seperti ini terasa sangat berbeda.

SYARATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang