SYARAT 52

145 6 0
                                    

---

Happy Reading

---

"Pah, Mah. Lio akan melamar Sheryl malam ini."

Kedua pasangan suami istri itu menoleh kaget atas apa yang Lio katakan barusan.

Jatmiko kemudian menenggak air di gelas di depannya sebelum berucap.

"Kenapa terburu-buru?" Tanya Jatmiko.

Lio menghentikan gerakan sendoknya. "Bukan kah lebih bagus?"

Lucy yang merasa harus berkata pun kini bersuara. "hm tapi sayang, apakah seharusnya dipikirkan baik-baik terlebih dahulu? mungkin saja kamu mengambil keputusan itu dengan cara tergesa dan akan merugikan suatu saat."

"Tak ada keraguan lagi, Lio sudah putuskan" mulut dan kedua mata Lio saling bertolak sebagai penilaian Lucy dan Jatmiko.

"Lalu bagaimana dengan Zifa? Sudahkah kalian membereskan masalah pribadi kalian?"

Wajah Lio mengeras ketika papa nya menyebut nama perempuan itu.

"Mengapa dengan dia pah? Aku tak ada urusan lagi dengannya."

Jatmiko menghela lelah. "Lio, putuskan secara adil. Jika kau memilih keputusan dengan tidak benar maka kau akan menyakiti dua perempuan,"

"Aku tak pernah menyakiti Zifa. Bahkan dia lah yang selalu menyakiti ku." sarkas Lio. Menggenggam garpu di tangannya dengan erat.

"Baiklah, jadi apakah melamar Sheryl malam ini adalah keputusan terbaikmu?" Sela Lucy. Kembali pada pembahasan awal.

"Iya."

---

Di dalam sebuah ruangan gelap, Lio merenung. Mata tajam keabuan-nya memancar menatap penuh pada sebuah kitab yang tersusun di atas meja belajarnya. Kitab itu bukan dari agamanya, melainkan agama milik perempuan yang selama ini menjadi prioritas satu-satunya dalam hati Lio. Sekitar 3 bulan yang lalu, Lio nekat ingin tahu apa saja kebiasaan agama Islam itu. Larangan dan kewajiban serta aturan yang ada pada agama tersebut. Sedikit rasa terketuk pada hati Lio ketika ia tahu beberapa. Yang artinya, Islam itu indah. Islam itu membuat hati tenang. Pantas saja, Zifa begitu patuh dan berusaha terus memperjuangkan haknya dalam Islam. Itu lah mengapa akhir-akhir ini, ia berpikir realistis. Berusaha untuk menghargai hak Zifa yang sudah ia perjuangkan dari dulu.

Meski kadang, Lio ingin sekali menyentuhnya. Tetapi Lio harus sadar, setiap yang ia ketahui pada agama itu, Lio harus berusaha menahan. Itulah mengapa, ketika Zifa meminta untuk tidak ingin bertemu lagi maka Lio putuskan untuk memenuhi nya. Bukannya Lio menyerah dan pasrah begitu saja, hanya saja Lio harus menunjukkan kalau memang Lio tulus mencintai perempuan itu.

Mengingat tentang bagaimana satu persatu masalah terkuak karena kesalahannya sendiri, membuatnya hampir ingin menyerah. Pasrah atas keadaan. Andai bukan permintaan Zifa, andai perempuan itu tak mengajukan syarat mungkin sampai sekarang Lio tidak akan memilih keputusan itu. Keputusan dimana ia harus menikahi sahabat Zifa.

Selama ini, Lio sudah berusaha merubah dirinya. Mengikuti segala syarat yang di ajukan Zifa padanya. Namun karena kesalahpahaman yang entah siapa yang menjebak dirinya membuatnya harus menikahi Sheryl. Kali ini biarkan Lio menyerah terlebih dahulu. Biarkan Lio mengikuti segala permainan yang sudah berlangsung. Nantinya, Lio berjanji akan mencari siapa dalang semuanya. Lio tak merasa menyentuh perempuan itu. Lio tak merasa bermain dengannya.

"Itu yang kamu rasakan! Tapi kenyataan nya, kamu sudah di kelabui oleh sesuatu yang entah apa namanya. Yang jelas, kalian mungkin sama-sama tidak sadar!"

SYARATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang