1

7K 260 18
                                    

"Yang terjadi sebenarnya hanya perlu waktu untuk dapat dimengerti maknanya."

_Taksa Gavriel Rasendriya _









Selamat membaca di awal dan semoga menyukai hingga akhir.




***





Riuh gemuruh hujan memandikan kota, kilat berkelip mengejutkan pasang mata yang melihatnya. Sementara hujan kian deras di luar sana, ada seorang anak berusia lima tahun tengan berjongkok di sudut ruangan, bahu kecil itu bergetar hebat dengan tangan menutup telinga.

Ia ketakutan seorang diri terkunci di dalam kamar gelap yang terasa sangat mencekam. Air mata luruh membasahi pipi yang memerah bekas pukulan ayahnya, isakan lirik tersamarkan bising derai hujan.

Hari ini ia kembali di pukul sang Ayah karena tak memberikan mainan miliknya kepada si Adik, padahal adiknya itu sudah memiliki banyak mainan tapi tetap saja dia suka mengambil mainan miliknya.

Anak itu menyentuh pipinya yang masih terasa perih, Ayah memukulnya sangat keras.

"Yang salah kan Wi, kenapa Aksa yang dipukul Ayah" gerutunya sambil sesenggukan. 

Dia Taksa Gavriel Rasendriya putra sulung dari Bayu Rasendriya, saat ini anak itu tengah merenungi kesalahannya atas titah sang Ayah.

"Maaf Ayah" cicit Aksa mengusap ingusnya.

Gemuruh kilat menyambar terdengar keras membuat ia bergetar ketakutan.

"Bunda!" teriak Aksa kembali menutup kembali kedua telinganya.

Ia benar-benar takut, suara petir itu terdengar mengerikan ditambah tak ada pencahayaan apapun di ruang itu, hujan di luar juga semakin deras di sertai angin kencang.

Di mana semua orang? Mengapa tak ada yang datang membuka kunci pintu kamar ini?

"Bunda, Aksa takut. Aksa gak nakal lagi, Bunda" rintih anak itu terisak pilu.

Aksa berharap siapapun datang dan membawanya keluar dari kamar yang terletak di lorong paling ujung. Tangisnya semakin kencang kala tak ada siapapun yang datang, tidak tahukah mereka ada seorang anak yang terkurung seorang diri di dalam ruang gelap tanpa lentera ini.

"Mama!" jerit Aksa tat kala petir serasa berkilat di depan matanya.

"Aksa?" panggil seseorang seraya dengan cahaya lampu menyinari seisi kamar.

Seorang wanita berdiri di dekat saklar, ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan anaknya.

"Bunda!" Bocah itu berlari ke arah ibunya.

Danisa Ekavira, wanita itu menatap iba putra sulungnya. Ia lantas mengangkat tubuh kecil itu ke dalam gendongannya.

Salah anak itu sendiri tidak mau berbagi mainan dengan adiknya, jadilah suaminya marah dan memberi sedikit pelajaran agar tidak lagi egois. Dirinya juga tak bisa berbuat banyak sebab itu memang kesalahan Aksa yang membuat Wira, putra bungsunya menangis.

Danisa membawa Aksa keluar dari kamar tamu menuju kamar pribadi anaknya itu

"Aksa takut Bunda" adu anak itu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher ibunya.

"Makanya jangan kayak gitu lagi, Aksa harus mau berbagi sama adiknya"

"T–tapi kan Wi yang nakal" bela Aksa tak ingin di salahkan seorang diri.

Terputus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang