40

2.1K 130 9
                                    

"Sebenarnya kita sama-sama punya luka, bedanya ada yang terlihat dan ada tak bisa dilihat."

_Taksa Gavriel _














Happy Reading


🌧️🌧️🌧️










"Aksa itu anak di luar nikah, apapun yang ku lakukan hanya bentuk pertanggungjawaban sebagai seorang Ayah. Hanya itu."

Tanpa diminta ingatan perihal video yang Kenzie tunjukkan beberapa hari lalu terngiang kembali. Jika kala itu ia belum memvalidasi maka sekarang apapun yang mantan sahabatnya itu tunjukkan adalah benar.

Bagaimana secara gamblang sang ayah menegaskan bahwa ia hanya sebuah kesalahan yang tak seharusnya hadir, pantas saja pria setengah baya itu sangat kentara membedakan dia dan Wira.

Aksa paham sekarang meski saling mencintai tapi kedua orang tuanya terpaksa menikah sebab dia hadir di tengah-tengah mereka.

Saat mereka merasa ikatan itu terlalu berat dan mencekik maka dengan senang hati menggandeng orang ketiga untuk membakar diri. Namun, di sini orang ketiga hadir bahkan sebelum mengikat janji suci, bagaimana ini?

"Memang hubunganku dengan Indira sangat keterlaluan tapi kan kami sama-sama menikmatinya, ketika pembuahan itu terjadi mau tidak mau kami menanggung risikonya. Setidaknya aku tida menambah dosa dengan melenyapkannya."

"Kalian pun tahu kalau aku dan Danisa menjalin hubungan di belakang Indira sejak lama, aku mencintai dua wanita sekaligus. Indira yang pertama setelahnya baru Danisa."

"Tapi Indira tidak mau diduakan, dia meninggalkanku."

"Maka dari itu ku rebut hak asuh Aksa sebagai rasa bersalahku dan menuduh Indira agar terlihat jahat di mata Aksa supaya aku tidak kehilangan lagi."

"Tapi apa itu tidak berlebihan? Biarkan saja Aksa ikut ibunya toh kamu sudah punya Wira kan?" timbrung pria yang ia ketahui sebagai ayah Viona.

"Mempertahankan anak itu hanya menambah beban saja." sahut ibu Kenzie.

Pemuda itu menyimak ulang video yang Kenzie bagikan tempo hari, mencatat baik-baik dalam ingat isi perbincangan para orang tua itu. Bagaimana ayahnya membicarakan keburukan tanpa sungkan dan respon dari lawan bicaranya yang merupakan sahabat ayah dan bundanya.

Dari yang ia tangkap pertemanan mereka sangat munafik, berlaku seolah baik dan pengertian tapi di balik itu mendorong pada kehancuran. Kalau sudah tahu yang dilakukan temannya salah kenapa tidak di nasihati? Malah di dukung seakan itu mulia.

Tak habis pikir Mama dulu terjebak dalam kemunafikan teman-temannya.

Namun, bukankah ia pun sama? Pernah berada ditengah kepalsuan hubungan pertemanan.

"Aku sudah rela melepaskan Indira, tapi tidak untuk Aksa. Dia tidak akan aku biarkan bersama ibunya, karena uang yang sudah aku keluarkan untuk menyokong hidupnya tidaklah sedikit."

Jangan tanya bagaimana perasaan cowok itu saat ini, mulut yang mengumandangkan kata itu seakan berhasil menyumbat peredaran darah menuju jantung.

Sakit yang tak kasat mata menyekat oksigen lebih lama di dada, puluhan ton beton serasa menghantam kepala bertubi-tubi. Melempar kuat layar digital pribadinya sehingga membentur cermin.

Dia tatap hampa serpihan kaca yang berserakan, bersama itu nertranya memanas dan perlahan bendungan lava dingin tumpah ruah membasahi wajah lelah itu.

Luruh raga itu seirama rintihan yang melirih, pukulan kecil bertubi-tubi didaratkannya pada permukaan dada yang menyesak. Menarik helai-helai rambut ia bertumpu pada lutut yang tertekuk.

Terputus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang