46

1.8K 94 31
                                    

"Hujan turun tak membasuh luka, angin yang bertiup menghepas pilu."

_Taksa Gavriel Rasendriya_


Happy Reading

🌧️🌧️🌧️





Seperti malam-malam sebelumnya Aksa mengisi waktu untuk belajar, beberapa mata ujian sudah terselesaikan tinggal dua mata pelajaran sebagai penutup esok hari. Ujian berjalan lancar tak ada kendala selain menjawab soal-soal rumit, tapi syukurlah dia mampu melewatinya. Tidak menyangka sebentar lagi ia kan menanggalkan almamater SMA, dan menyusun rencana-rencana kedepannya.

Oh, iya. Dia sudah memutuskan melanjutkan studinya di salah satu universitas negeri dengan mengambil jurusan manajemen bisnis. Setelah dipikir-pikir ia cocok dalam bidang tersebut.

Menutup buku pelajaran Aksa meregangkan tangannya ke udara, ia merapikan buku dan alat tulis terlebih dahulu sebelum beranjak pergi menuju ruang tamu.

"Mama?" gumam Aksa mendapati handphone nya menyala memperlihatkan panggilan masuk.

"Halo Ma" sapa cowok itu menempelkan smartphone di samping telinga.

"Aksa maaf ya Mama pulangnya agak telat, kamu gak usah tungguin Mama ya."

Pemuda itu refleks mengangguk, "Iya, Mama udah makan?"

"Ini lagi makan sama Chiara" sahut mamanya.

"Mama tutup dulu telponnya, kamu jangan begadang."

Setelah panggilan itu berakhir Aksa mendesah lelah, selalu saja begini. Bukan ia tak menghargai profesi sang mama hanya saja ia khawatir akan kesehatan wanita itu yang belakangan selalu pulang larut malam terkadang baru pulang subuh.

"Nanti kalau aku udah sukses, aku gak akan biarin Mama kerja terlalu payah kayak gini." gumamnya meletakkan handphone di samping tumpukan buku.

🌧️🌧️🌧️

Di tempatnya Chiara duduk menunggu Indira yang tengah melakukan operasi, ia menatap sekeliling yang didominasi warna putih. Dia berdecak kagum membayangkan kelak bisa memiliki ruangan seperti ini, di mana ia duduk dengan jas ala Dokter dan seorang pasien berkonsultasi kepadanya.

Menjadi seorang Dokter psikiater adalah impiannya sejak menginjak sekolah menengah, dia kejar mimpi itu meski berat yang mesti dijalani. Selain belajar di kampus dia juga seringkali berkunjung ke rumah sakit guna belajar langsung dari seorang Dokter Psikolog yang merupakan kawan baik dari Indira.

Chiara bersandar nyaman di sofa sambil memainkan ponsel guna menghempas jenuh menunggu wanita yang sudah ia anggap keluarga itu.

"Dih! Apa lagi sih ni orang!" gerutu Chiara membaca notifikasi pesan dari mantan pacarnya.

"Chia kamu udah makan?"

"Sayang."

"Aku sayang kamu Chia, emoticon lope-lope" gumam Chiara mencibir spam chat yang dikirim kating  sekaligus mantan paling toxic nya itu.

"Chia aku gak bisa tanpa kamu."

"Rindu kamu Chiara."

"I love you sayang muach." Gadis itu mengekspresikan kata-kata yang mantannya kirim dengan air muka dibuat-buat.

"Najis banget ni orang, waktu pacaran gak pernah tuh kek gini paling tiap hari ngancem-ngancem gue terus giliran putus aja segala ungkapan cinta dia sebut-sebut" dumel Chiara mengingat perlakuan mantan pacarnya selama pacaran.

Terputus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang