6

2.6K 153 3
                                    

"Apa cara kita bahagia harus sama dengan cara orang lain bahagia? Tidak, kan?"

_Taksa Gavriel Rasendriya_




Happy Reading



***








Aksa bergabung bersama Anak-anak tetangga satu perumahan, di pinggiran jalan mereka bermain. Di antara Anak-anak itu, Aksa lah yang usianya paling muda.

Bukan tanpa alasan juga ia bermain dengan Anak-anak yang usianya tiga tahun di atasnya, ia hanya bosan di rumah dan kebetulan tiga orang Anak nak satu kompleknya itu mengajaknya bermain di luar. Jadi, tak ada alasan untuk dirinya menolak bukan?

Saat ini mereka tengah bermain kelereng di tengah jalan perkomplekan yang sepi di jam kerja seperti sekarang, mereka tertawa bahkan saling ejek saat kalah bermain 'sentil kelereng'.

"Aksa sekarang giliran kamu" Anak itu mengangguk mengangguk, menyatukan ibu jari dan jari tengah membentuk huruf O kemudian memposisikan jarinya di belakang kelereng yang ingin ia sentil.

"Aah, gak kena!" seru Aksa tat kala sentilannya meleset.

"Huuu!" ejek Anak bertopi merah dengan gambar laba-laba.

"Lihat nih giliranku" sombongnya menyentil kelereng putih miliknya.

"Ahahahaha! Gak kena" tawa Aksa membalas ejekan kawan sepermainannya itu.

"Emang sengaja, wlee."

"Alasan."

"Udah diam, sekarang giliran aku" Anak laki-laki berkulit gelap itu menengahi kedua temannya. 

"Tobi kamu curang!" seru bocah berambut ikal.

"Mana ada!" sentak Tobi memungut tiga kelereng yang berhasil terkena sentilannya.

"Kak, mana bisa langsung dapat tiga gitu!" protes Aksa saat satu-satunya kelereng yang dia miliki telah diambil.

"Bisa, buktinya aku bisa."

Aksa mendengus mau tak mau ia harus merelakan kelereng-kelereng kesayangannya.

"Gimana lanjut main gak" sambung si Tobi memamerkan kelereng yang berhasil ia kumpulkan.

"Enggak ah, kelereng aku udah habis" sahut Anak bertopi merah.

"Sama" Aksa menimpali.

"Terus sekarang kita main apa?" tanya Tobi memasukkan benda bulat kecil itu ke dalam botol.

Mereka terdiam seperti berpikir, kira-kira permainan apa yang menyenangkan.

"Main petasan aja, gimana?!" si topi merah menyerukan ide.

Yang lainnya saling pandang sebelum akhirnya menyetujui ide dari temannya itu.

"Aku ambil petasannya dulu, kalian tunggu di sini" Anak delapan tahun itu lantas berlari menuju rumah minimalis bercat biru yang terletak paling ujung.

Sementara tiga anak lainnya duduk di pinggir jalan menunggu kedatangan salah satu teman mereka.

Aksa yang memiliki postur tubuh paling pendek duduk diapit oleh kedua teman sepermainannya, tangannya sibuk mengutip batu-batu kecil lalu di jatuhkan kembali.

"Aksa, kamu beneran udah di ijinkan main kan?" tanya Tobi memastikan.

Sejatinya ia sedikit takut dengan Ayah Aksa yang terlihat sangat galak dan terkesan tidak menyukai ia mengajak Aksa bermain.

Terputus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang