3

3.1K 192 19
                                    

"Kenapa sangat berbeda? Bagaimana cara menyamakannya, agar setidaknya perbandingannya setara?"

_Taksa Gavriel Rasendriya_





Happy Reading

***







Danisa berdiri di dekat mobilnya dengan mata terfokus pada bocah tiga setengah tahun yang berdiri tidak jauh dari hadapannya, anak itu terlihat mengedarkan pandangan kepenjuru sekolah mencari keberadaan kakaknya yang tak kunjung datang.

Hari ini ia menyempatkan waktu menjemput putra sulungnya dari sekolah, mengingat kejadian tadi pagi membuat hatinya merasa iba. Maka dari itu, dia berniat menghibur hati anaknya.

Dia sangat jarang mengantar maupun menjemput anak pertamanya itu, ia disibukan oleh kegiatan di suatu komunitas sosial juga mengurus putra bungsunya.

Sudut bibirnya berkedut melihat Wira yang berjalan mendekat dengan menggembungkan pipinya. Ah, putranya itu nampak sangat menggemaskan.

"Kakak lama," adu Wira setelah berdiri di hadapan bundanya.

Danisa mensejajarkan tingginya dengan Wira, tangannya terangkat membelai pipi tembam Wira.

"Sabar dong, sayang. Kakak kan lagi belajar."

Wira mengangguk, ia kembali menoleh memastikan apakah Aksa sudah keluar dari gedung bercat biru itu atau belum.

"Nisa!"

"Hesti" beo Danisa melihat seorang wanita berjalan ke arahnya.

"Jemput Aksa ya?" tanya wanita itu kemudian.

"Iya, mumpung hari ini senggang. Kamu sendiri jemput Aqila?"

"Iya, anak manja itu mana mau di jemput supir. Padahal ya udah aku bujuk biar hari ini dia di jemput supir aja, eh dia malah ngedrama. Ngeselin banget punya anak kayak dia."

Danisa tergelak, sahabatnya ini memang tidak pernah berubah. Dia tidak segan mengatakan apa yang ada dipikirannya. Meski wanita itu mengatakan anaknya manja dan menyebalkan, tetapi di balik itu ia tahu betapa sayangnya sahabatnya itu pada anak perempuannya.

"Iya namanya juga anak, apalagi masih kecil kan, butuh perhatian, butuh di sayang. Bagaimana cara kita bersikap pun akan memengaruhi perilaku mereka kedepannya" tutur Danisa.

"Maka dari itu aku mendidik Aqila dengan baik, aku berharap apa yang aku ajarkan bisa berdampak baik untuk hidupnya."

"Anak itu bagaikan kertas putih. Apa yang kita lakukan dan bagaimana kita bersikap pasti akan tercatat dalam ingatan dia dan pastinya berpengaruh saat Anak-anak tumbuh dewasa."

Hesti tak menyangkal ucapan Danisa, bagaimanapun perilaku seorang Anak pasti ada beberapa persen di pengaruhi cara didik orang tuanya.

Perbincangan dua ibu-ibu itu terhenti saat Anak-anak mulai berjalan keluar dari dalam gedung sekolah.

"Bunda. Kakak!" pekik Wira kegirangan mendapati seseorang yang sedari tadi ia tunggu berjalan di antara kerumunan Anak-anak sebayanya sambil mengobrol seorang gadis berkuncir kuda.

Belum sempat ia merespon seruan Wira, bocah itu sudah berlari ke arah kakaknya. Danisa tersenyum melihat betapa semangatnya sang anak bertemu kakaknya.

Wira menarik lengan Aksa kala saudaranya itu tak menyadari kehadirannya. Aksa melebarkan bola matanya mendapati kehadiran adiknya. Mengapa Wira ada di sini?

Terputus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang