🪐🪐🪐
Aku tidak akan mudah percaya dengan apa yang ada di depan mata. Karena, bisa aja semua hanya sandiwara semata.
🪐🪐🪐
"Gue...." Cowok itu perlahan mendekat ke arah Auris. Lebih tepatnya, mendekatkan wajahnya kepada gadis itu.
Merasa sedikit takut sekaligus kaget dengan tindakan orang yang di depannya. Auris tanpa sadar memejamkan mata.
"Gue... Orang yang bakalan bikin hidup lo nggak tenang di rumah ini." Ucapan itu terdengar sangat jelas di telinga Auris, karena tepat dikatakan pada telinganya. "Ngapain lo tutup mata, gitu? Ngarep gue cium? Jangan harap! Gue nggak tertarik sama cewek kayak lo."
Setelah mendengar perkataan sinis itu. Auris membuka matanya, tak terima dengan segala hal yang diucapkan oleh orang menyebalkan di hadapannya.
"Siapa juga nggak ngarep? Gue juga nggak akan tertarik sama cowok nyebelin kayak lo!" Auris menegaskan bila ia tak akan mungkin tertarik apalagi menyukai cowok itu.
"Bagus kalo gitu." Cukup singkat, balasan dari cowok dengan wajah datar serta beraura dingin itu. "Dan... Gue nggak percaya kalo lo beneran anak Om Lian sama tante Mita."
"Gue nggak peduli!" Auris semakin merasa kesal dengan ucapan cowok itu. Juga tak merasa akan menipu di sana, tak seperti yang dituduhkan kepadanya sejak tadi. Ia bukan seorang penipu.
"Astaga... Ternyata kak Ravin ada di sini sama tuan putri. Yaelah... Gue kalah cepet lagi buat kenalan sama dia." Levin tiba-tiba sudah masuk ke kamar Auris. "Udah ditunggu buat makan malam, kak. Buruan."
"Oke." Ravin langsung berjalan keluar dari kamar Auris, menuju ruang makan. Ia juga sudah tak punya urusan lagi dengan gadis yang ia anggap akan menipu itu.
Levin tersenyum ke arah Auris. Ia berniat untuk berkenalan dengan gadis itu terlebih dahulu sebelum kembali ke ruang makan.
"Hai... Gue Levin." Levin mengulurkan tangan ke arah Auris sembari tersenyum manis.
"Auristela." Auris menyambut uluran tangan Levin dengan baik. Ia yakin, Levin lebih ramah daripada cowok sebelumnya yang sangat tidak ramah. Bagaimana tidak, baru saja bertemu sudah menuduhnya akan menipu.
"Kita udah ditunggu buat makan malam. Ayo...." Levin mengajak Auris, untuk mengikuti sesi makan keluarga di rumah itu.
Auris mengikuti langkah Levin, sembari menghela napas. Karena, ia yakin akan susah beradaptasi dengan orang-orang di rumah itu.
Sesampai di ruang makan, Auris langsung dipersilakan duduk di antara kursi Levin dan Ravin. Ia merasa gugup, ini pertama kalinya berada di rumah mewah. Tak hanya itu, ia juga takut tak bisa beradaptasi.
Mereka memulai acara makan malam bersama. Di sana ada Hendri, Saras, Ravin, Levin, serta Auris.
"Jangan sungkan nak Auris. Mau tante ambilkan lauknya?" Saras tersenyum manis, serta nada bicara ramah kepada Auris.
Auris tersenyum canggung, merasa tak enak hati berada di tengah keluarga harmonis itu. Terlebih, ia baru saja datang ke sana. "Nggak usah, tant. Saya bisa ambil sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Penjaga Hati [SELESAI]
Teen Fiction"Sebuah anak panah, tidak akan salah sasaran. Sama seperti cinta, takkan salah memilih. Meskipun, banyak jalan berliku. Namun, pada akhirnya akan kembali ke arah Sang pemilik hati." Ingatlah kata pepatah, cinta tidak bisa dipaksakan. Sama halnya, de...