[15] Ketakutan

57 49 4
                                    

🪐🪐🪐

Masalah akan terus datang silih berganti. Namun, semua masalah pasti akan ada jalan keluarnya. Jadi, tetap berjuang menyelesaikannya. Karena, itu pasti akan membuahkan hasil.

🪐🪐🪐

Aurel langsung berjalan cepat ke arah Auris, ketika melihat sosok gadis manis sahabatnya itu keluar dari rumah Ravin.

"Ris... Ada yang mau gue omongin. Penting banget!" Aurel sembari memegang tangan Auris, dengan raut wajah tegang. "Bapak sama ibu lo malam ini pergi ke Bali. Sekarang mereka udah di Bandara. Udah mau terbang. Lo harus susul mereka."

Auris terdiam, mencoba mencerna perkataan Aurel. Sahabatnya itu. Detik berikutnya, Auris paham dengan ucapan Aurel. Ia menjadi panik seperti yang dirasakan sahabatnya.

"Lo nggak lagi bercanda, kan, Ris?" Auris memastikan bila Aurel tidak sedang menipunya. Akan tetapi, ia tahu sahabatnya itu tidak pernah berkata main-main selama ia mengenal Aurel.

"Serius, Ris. Cepetan sekarang lo harus susul mereka ke bandara. Gue takut, lo nggak bisa ketemu mereka lagi. Soalnya, pas gue tanya kapan balik ke Jakarta. Mereka bilang nggak tau kapan bisa ke sini lagi." Aurel menceritakan fakta yang sudah didapatkan.

"Kenapa mereka pergi mendadak, tanpa kasih tau gue dulu, sih." Auris semakin panik sekaligus bingung harus bagaimana. Sekarang, hari sudah gelap. Tidak akan mudah baginya untuk bisa pergi ke bandara.

Auris terdiam. Ingin meminta bantuan, tapi bingung kepada siapa. Terlebih, hari sudah mulai larut. Ia harus meminta izin kepada Hendri dulu.

"Len... Kunci mobil lo mana? Gue pinjem mobil lo bentar." Ravin berbicara seperti itu kepada Galen. Paham dengan apa yang dibicarakan oleh Aurel serta Auris. Ia tahu, Auris pasti ingin menemui orang tua angkatnya.

Galen mengambil kunci mobil miliknya dari saku celananya. Kemudian, memberikan benda itu kepada Ravin.

"Ayo... Pergi." Ravin beralih menatap Auris yang masih terdiam.

"Pergi ke mana, kak?" Auris dengan polos mengatakan itu pada Ravin. Itu cukup membuat Ravin ingin mengeluarkan emosinya. Akan tetapi, cowok itu menghela napas agar tidak marah kepada Auris.

"Ke Bandara." Perkataan Ravin singkat, padat, dan jelas. Lalu, ia menarik tangan Auris. Tidak punya waktu untuk menunggu Auris paham dengan kalimatnya.

Selain Ravin dan Auris masih terdiam di halaman rumah Ravin. Aurel lega, karena sudah memberitahukan hal penting tentang rencana kepergian orang tua angkat Auris kepada sahabatnya itu. Meskipun, sekarang ia bingung harus pulang menggunakan apa selepas dari rumah Ravin.

"Temennya tuan putri, ya?" Heksa berusaha memulai pembicaraan dengan Aurel yang masih menatap kepergian Ravin serta Auris.

"Tuan putri?" Aurel tampak bingung dengan sebutan itu ditunjukan kepada siapa. Setahu dirinya, tak ada yang bernama tuan putri di sana.

Galen tersenyum, mendapati Aurel bingung dengan perkataan Heksa.

"Eh... Maksud gue temennya Auris, ya? Sori... Gue terbiasa manggil dia tuan putri soalnya." Heksa terkekeh, paham bila Aurel bingung dengan kata-katanya.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang