[19] Niat licik

64 45 20
                                    

🪐🪐🪐

Setiap orang, mempunyai pemikiran tersendiri. Jangan mudah percaya, dengan apa yang terlihat baik di depan. Karena, kita belum tahu di belakang seperti apa.

🪐🪐🪐

Keesokan harinya. Auris berusaha meminta izin kepada Pak Boby bila mulai sekarang ingin berangkat ikut dengan yang lainnya. Akan lebih baik, ia ikut mobil Heksa ataupun Galen. Ia tidak merasa canggung, karena sudah mulai akrab dengan Heksa serta Galen.

"Pak Boby... Mulai hari saya mau ikut mobil kak Heksa boleh, nggak?" Auris dengan perasaan was-was takut bila lelaki paruh baya itu tak menyetujui keinginannya.

Perkataan Auris, sontak membuat keenam cowok yang ada di dekatnya kaget. Namun, mereka tak masalah dengan keinginan Auris. Tahu, bila gadis itu ingin lebih mengakrabkan diri dengan yang lain.

Pak Boby tersenyum. "Boleh, kok. Asal Nona masih satu mobil sama den Ravin."

Auris tersenyum senang, lalu beralih menatap ke arah Ravin. Berharap, cowok itu bisa diajak bekerja sama. Agar, ia bisa bebas dari pak Boby.

"Iya. Saya satu mobil sama Auris, kok, pak. Jangan khawatir, paling dia nanti ngerepotin saya." Ravin dengan raut wajah datar. Malas menanggapi lebih jauh permasalahan itu.

Dalam hati Auris, sangat bahagia Ravin ternyata bisa mengerti keadaan. Ia harap, ke depannya Ravin bisa bersikap baik kepadanya. Meski, ia tahu itu sangat mustahil. Terlihat, dari cara pandang sekaligus perkataan Ravin yang tak pernah baik kepadanya.

Ravin berjalan menuju mobil Heksa. Ia tak mau membuang-buang waktu hanya untuk membicarakan hal yang tidak penting. Heksa serta Levin hanya tersenyum. Tahu, bila Ravin tak suka berbasa-basi.

"Kita berangkat ke sekolah, ya, pak." Galen tersenyum, sembari berpamitan dengan pak Boby. Cowok itu, sedari tadi hanya memperhatikan percakapan yang terjadi. Akan tetapi, ia rasa tidak sopan bila tidak berpamitan pada orang yang lebih tua. Sehingga, ia dengan sopan berpamitan pada pak Boby.

Pak Boby tersenyum, mengangguk kepada Galen. "Hati-hati di jalan, Den, Non."

"Siap, pak."

Mereka memasuki mobil masing-masing sesuai keinginan. Seperti biasa, Auris duduk bersebelahan dengan Ravin. Meski, sekarang mereka dalam mobil Heksa. Tidak ada percakapan di antara Auris serta Ravin.

"Tuan putri semalem habis jalan ke mana sama Galen? Nggak diajak yang nggak-nggak, kan?" Heksa memulai percakapan, agar suasana tidak canggung.

Auris tersenyum, mengingat semua yang telah dilakukan oleh Galen. "Diajak main ke timezone. Seru banget mainnya. Lain kali, kalian harus ajak gue ke sana, ya."

"Siap. Nanti kita ke sana bareng-bareng." Levin ikut berbicara, bisa merasakan kebahagiaan Auris.

"Dasar bocah!" Ravin menggerutu, tak habis pikir dengan pemikiran Auris yang masih suka bermain seperti anak kecil.

"Kak Ravin kenapa, sih. Kan gue emang masih bocah. Kalo nggak suka mending diam aja, deh." Auris mendengkus kesal ke arah Ravin. Cowok itu, tak pernah bisa berkata lembut padanya.

Heksa serta Levin hanya tersenyum mendengar ucapan dari Auris. Baru kali ini, ada gadis yang berani membalas perkataan Ravin seperti itu.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang