[18] Baik = Suka

61 44 31
                                    

🪐🪐🪐

Sebuah kebaikan, akan membuat kenyamanan. Maka, pertahankan kebaikan itu. Agar, kita bisa terus merasakan kedamaian.

🪐🪐🪐

Meskipun, Auris masih penasaran apa yang sedang disembunyikan Ravin. Akan tetapi, ia sadar bila setiap orang mempunyai privasi. Jadi, ia tak berniat untuk ikut campur dalam kehidupan Ravin.

Auris tak mau semakin membuat Ravin terbebani dengan keberadaan dirinya. Terlebih, ia sangat bisa melihat cowok itu membenci kehadirannya. Sehingga, Ravin jarang sekali bersikap manis kepadanya. Berbeda dengan yang lain.

Sepulang sekolah, hari ini Auris tidak ada kegiatan apapun. Memilih untuk berbaring di ranjang miliknya selesai mengganti seragam sekolahnya dengan baju biasa.

Gadis itu, sesekali melihat ke arah jendela. Ia sadar, pemandangan luar terlihat indah dari sana. Ditambah, cuaca sedang cerah meskipun sudah sore. Itu menambah keindahan alam dari langit terpancar. Tanpa sadar, matanya terpejam.

Auris terlelap untuk beberapa waktu. Sampai jam sudah menunjukan situasi sudah menjadi malam.

"Astaga... Gue ketiduran." Auris sembari mengucek mata, serta melihat ke arah jam pada ponselnya.

Auris bergegas untuk keluar dari kamar. Niat hati, ingin meminta bantuan Ravin untuk membeli sesuatu di minimarket terdekat. Akan tetapi, saat ia masuk ke kamar cowok itu tidak ada. Ia memutuskan untuk menunggu Ravin kembali ke kamar.

Auris mulai penasaran dengan isi kamar Ravin. Langkah kakinya, berjalan ke arah meja belajar Ravin. Tak sengaja, ia melihat ada kertas bertulisan info mengenai pembukaan lowongan pekerjaan. Ia tak paham, kenapa kertas seperti itu dimiliki Ravin. Setahunya, kebutuhan cowok itu sudah terpenuhi. Bahkan, bisa dibilang tidak akan habis sampai turunan.

"Kayaknya nggak mungkin kak Ravin lagi cari kerja, kan? Hm... Tapi..."

"Ngapain lo ada di sini? Gue pernah bilang, jangan pernah masuk kamar gue sembarangan. Ditambah, kenapa lo sentuh barang yang ada di kamar gue!" Ravin tiba-tiba muncul, merebut kertas yang ada di tangan Auris. Itu sukses membuat Auris kaget sekaligus bingung harus melakukan apa sekarang.

Auris bisa melihat dari raut wajah Ravin. Bila cowok itu sangat marah kepadanya. Sepertinya, ia memang sudah salah besar masuk ke kamar Ravin serta memegang barang di sana.

"Maaf... Kak." Auris mengatakan itu dengan menunduk, tak berani menatap wajah Ravin. Ia tahu, bila cowok itu sedang sangat marah kepadanya.

"Keluar dari kamar gue!" Ravin dengan tegas, menyuruh Auris untuk keluar dari kamarnya. Namun, gadis itu masih diam.

"Kak, gue minta maaf. Nggak sengaja pegang kertas berisi lowongan kerja itu, kok. Hm... Kakak lagi cari kerja, ya?" Kali ini, Auris memberanikan diri berbicara dengan Ravin.

"Bukan urusan lo!" Ravin masih kesal dengan apa yang dilakukan Auris.

Auris terdiam. Mempunyai ide, sepertinya akan seru bila sedikit menggoda Ravin yang sedang mencari pekerjaan. Padahal, ia berasal dari keluarga kaya raya. Ini bisa menjadi kunci, agar Ravin tidak berbicara kasar kepadanya terus menerus.

"Kenapa diam? Buruan keluar dari kamar gue!" Ravin kembali menyuruh Auris untuk keluar dari kamarnya. Ia tak mau, bila gadis itu menganggu dirinya.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang