[30] Menjauh

54 31 15
                                    

🪐🪐🪐

Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali. Terlebih, jika mengungkapkan tentang perasaan dalam hati. Entah pada akhirnya, ditolak maupun diterima. Itu sudah menjadi risiko yang diterima. Yang terpenting, sudah bisa jujur dengan diri sendiri.

🪐🪐🪐

Hari berikutnya, Auris masih berada di rumah sakit. Ia sedikit merasa bosan, karena hanya berbaring di ranjang rumah sakit. Tidak hanya itu, ia selalu merasa ingin bertemu dengan Ravin. Akan tetapi, ia sadar bila cowok itu sama sekali tak peduli padanya. Bahkan, Ravin tak muncul hanya untuk menjenguknya. Mungkin, sudah benar keputusan yang diambil. Memilih mencoba menerima sosok Malvin sebagai calon tunangannya. Karena, Malvin selalu ada di sampingnya.

Saat Auris masih sibuk pemikirannya. Tiba-tiba Malvin datang serta masuk ke ruangan Auris bersama dengan wanita paruh baya. Auris tersenyum ke arah keduanya.

"Maaf... Tinggalin lo terlalu lama." Malvin tersenyum ke arah Auris, sembari mengelus kepala gadis itu dengan lembut.

"Nggak apa-apa, kak." Auris tersenyum, mulai nyaman dengan perlakuan manis dari Malvin. Meskipun, ia memang masih mencoba menerima Malvin menjadi orang spesial untuknya. Tidak mudah, tapi ia yakin bisa melakukan itu.

"Oh... Jadi, ini yang namanya Auris. Cantik banget mirip mbak Mita. Cepet sembuh ya sayang." Wanita paruh baya itu tersenyum, lalu mendekat serta memeluk Auris cukup erat penuh kasih sayang.

Auris merasakan ada sebuah kehangatan dalam dekapan wanita paruh baya itu. Malvin terlihat tersenyum, melihat interaksi kedua wanita di hadapannya itu.

"Iya, tante. Makasih doanya. Juga, udah mau jenguk saya." Auris berbicara sopan kepada wanita paruh baya itu. Meskipun, ia tak tahu siapa wanita itu.

"Oh ya... Saya Rindu, mamanya Malvin, Ravin, sama Levin. Tante senang banget, akhirnya bisa ketemu langsung sama kamu." Rindu melepas pelukannya, lalu mengelus kepala Auris dengan lembut. "Sebelumnya, kita pernah ngobrol di telepon."

Auris tersenyum, ia mengingat pernah berbicara dengan sosok mama kandung dari Ravin. Dan, sekarang akhirnya bisa bertemu secara langsung. Pantas saja, ia merasa tak asing. Auris rasa, wajah Rindu memiliki kemiripan dengan Ravin. "Iya, tante."

"Auris itu calon mantu mama. Semoga mama senang dapat kabar baik itu." Malvin tersenyum, sembari mengatakan hal itu kepada Rindu. Sontak, membuat wajah Auris sedikit memerah.

"Mama senang banget, kalo gitu Auris cepet sembuh. Biar, nanti bisa tante ajak ke rumah." Senyuman manis serta hangat selalu muncul dari bibir Rindu. Membuat Auris, merasa bahagia bisa bertemu dengan wanita paruh baya itu. Pantas saja, Ravin selalu ingin menemui Rindu. Karena, mama kandung Ravin itu mempunyai sikap baik, ramah, serta hangat.

"Iya, tante. Saya bakalan cepet sembuh, kok." Auris tersenyum, mulai nyaman dengan percakapan itu. Sepertinya, sosok Rindu amat sangat bisa diajak mengobrol santai. Dari hati ke hati. Karena, sosok wanita itu terlihat hangat serta pengertian.

Rindu benar-benar sosok hangat. Buktinya, sekarang wanita itu sangat perhatian kepada Auris. Tanpa diminta, Rindu mengupaskan buah yang ada di meja rawat Auris. Memperhatikan segala hal yang mungkin Auris saja tidak mengetahuinya.

"Kamu harus banyak istirahat. Nggak cuma itu, kamu juga harus banyak makanan bergizi, serta buah. Biar, nanti nggak sakit lagi." Rindu sembari menyuapi Auris jeruk yang sudah ia kupas.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang