[20] Kali kedua

63 47 9
                                    

🪐🪐🪐

Jangan pernah melihat orang hanya dari luarnya saja. Karena, semua bisa aja tidak sesuai dengan apa yang terlihat. Cobalah, lihat dari kebaikan hatinya.

🪐🪐🪐

Auris kembali dari toilet. Sejujurnya, ia ingin langsung mengutarakan informasi yang tak sengaja didengar tadi waktu di kamar kecil. Akan tetapi, ia berusaha memikirkannya terlebih dahulu. Takut bila Ravin tidak mau percaya dengannya.

"Tuan putri kenapa diam aja? Kalo ada apa-apa bilang kita, ya." Heksa sedari tadi memperhatikan Auris yang terlihat gelisah.

Auris tersenyum, tak mau bila membuat semua orang khawatir. "Gue nggak apa-apa, kak."

Auris beralih menatap Ravin yang tampak fokus dengan ponselnya. Sepertinya, ia harus mulai memberitahu Ravin sebelum semuanya terjadi.

"Kak Ravin besok kalo ada yang ngasih makanan, tolong jangan diterima, ya." Auris memberanikan mengeluarkan suara, di hadapan Ravin.

Ravin mendongak, beralih menatap Auris. Padahal, sedari tadi fokus pada ponselnya. "Kenapa gitu? Siapa tau itu titipan nyokap lagi."

Auris menghela napas, seperti dugaannya bila menyangkut soal mama kandung Ravin. Semua di mata cowok itu akan terlihat baik, serta akan ia terima. "Hm... Gue takut ada yang ngaku-ngaku dititipin makanan sama mama kak Ravin. Soalnya..."

"Berhenti ikut campur urusan gue!" Kali ini, Ravin dengan tegas meminta Auris tidak mencampuri apa yang bukan menjadi urusan Auris.

Auris menunduk, tahu bila akan percuma bila berbicara dengan Ravin. Namun, ia akan berusaha memberitahu niat Rani yang telah didengarnya tadi. "Rani bakalan manfaatin kebaikan kakak biar dia bisa dekat sama kak Ravin. Jadi, mending besok kalo dia kasih makanan bilang itu dari mama kak Ravin jangan diterima, ya."

"Dari kemarin kayaknya lo yang bilang jangan buruk sangka sama orang. Tapi, buktinya sekarang malah lo yang kayak gitu." Ravin tersenyum sinis, lalu bangkit dari duduknya. Malas berdebat dengan Auris. "Lo punya bukti apa kalo Rani bakalan bohongin gue?" Ravin berbalik serta menatap tajam ke arah Auris.

Auris terdiam, baru sadar ia tak mempunyai bukti apapun. Seharusnya, tadi ia merekam percakapan Rani bersama dua temannya. Namun, dengan bodohnya ia hanya diam mendengarkan tanpa melakukan apapun.

"Lo yakin Rani punya niat jelek kayak gitu, Ris?" Galen berbicara sembari memastikan bila yang dikatakan Auris tidak salah.

Auris mengangguk, ia mendengar pembicaraan Rani dengan jelas.

Jendra tersenyum sinis, "Bilang aja lo iri, atau mungkin cemburu Ravin mau nerima makanan dari cewek lain. Padahal, itu titipan dari nyokap Ravin."

Auris menatap Jendra, tak terima dengan perkataan cowok itu. Rasanya ingin marah, tapi ia berusaha menahannya. Sifat cowok itu tidak jauh berbeda dengan Ravin. "Gue nggak gitu, kak."

Jendra kembali tersenyum sinis sembari menatap Auris yang kesal kepadanya. "Mending ngaku aja kalo lo suka sama Ravin. Daripada lo pendem, tapi gue yakin pasti Ravin nggak akan suka sama lo."

"Gue nggak suka kak Ravin. Cuma, nggak mau ada yang manfaatin kak Ravin." Emosi Auris, sekarang sudah tidak bisa dibendung lagi. Gadis itu bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan kantin.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang