[07] Senyumannya

95 77 24
                                    

🪐🪐🪐

Senyum manis itu muncul tanpa diduga. Bahkan, terlihat dalam situasi sederhana. Senyuman itu sangat tulus, aku senang sekaligus bahagia melihatnya.

🪐🪐🪐

Keesokan hari. Ravin tampak diam, tak mau berinteraksi dengan Auris maupun yang lain. Setelah sarapan, ia langsung memasuki mobil yang akan membawanya ke sekolah. Ia masih kesal, dengan perintah Hendri. Papanya.

Auris hanya bisa diam, takut untuk memulai pembicaraan dengan Ravin. Tahu bila aura wajah cowok di sampingnya sangat dingin. Pasti ada hal yang membuat Ravin terlihat sangat menyeramkan pagi ini.

"Kita langsung jalan, Den?" Pak Boby berusaha membuka obrolan, agar suasana tidak canggung.

Ravin mengangguk tanpa mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaan pak Boby. Karena, tahu supirnya sudah melihat serta mengerti dari kaca spion mobil.

"Kak... Masih marah gara-gara semalem, ya?" Auris memberanikan berbicara dengan Ravin.

Awalnya, Ravin hanya diam. Kemudian, tanpa diduga cowok itu menoleh ke arah Auris dengan raut tak terduga.

"Gue bilangin sekali lagi. Jangan mudah percaya sama orang. Terutama, orang asing." Kalimat itu keluar dari mulut Ravin. Membuat Auris mendengkus kesal, cowok itu masih saja mempunyai pikiran buruk kepada semua orang.

"Bisa nggak sih kakak tuh berpikir positif ke tante Saras. Dia orangnya baik sekaligus ramah banget." Auris berbicara seperti itu seolah membela Saras di hadapan Ravin.

"Terserah lo! Yang penting gue udah peringati lo, kalo ada apa-apa gue nggak mau bantu." Ravin tahu bila Auris terlalu polos, hanya melihat Saras dari luar. Makanya, gadis itu membela Saras saat ia berusaha memberitahu bila wanita yang sudah menjadi mama tirinya itu bukan wanita baik.

Setelah itu, tak ada lagi percakapan di antara mereka berdua. Hanya ada, keheningan dalam perjalanan menuju sekolah.

Sesampai di parkiran sekolah. Ternyata, di sana sudah ada Linda yang berdiri, seperti menunggu seseorang.

"Hai... Lin. Lagi nungguin siapa?" Auris sudah keluar dari mobil, lalu langsung menghampiri Linda.

"Nungguin lo. Oh ya... Ini ada bekal makanan dari mama gue. Sebagai wujud terima kasih karena kemarin lo udah nolongin gue pas dibully." Linda tersenyum, sembari menyodorkan kotak bekal kepada Auris.

Auris tersenyum, hendak menerima kotak bekal dari Linda itu. Namun, dengan cepat Ravin menyingkirkan tangan Auris.

"Jangan terima makanan sembarangan!" Ucapan Ravin itu, sontak membuat Auris cemberut. Bagaimana tidak, kenapa cowok itu terlihat sangat posesif kepadanya.

"Kenapa sih, kak? Mamanya Linda baik lho mau kasih makanan buat gue." Auris tak terima, dengan perkataan Ravin.

"Ravin cuma khawatir, takut ada yang berusaha mencelakai lo, Ris. Jadi, dia nggak berniat buruk atau menjelekan siapapun." Galen berusaha menjelaskan apa maksud tindakan yang dilakukan Ravin. Ia juga sama seperti Ravin, harus bisa mengawasi serta menjaga Auris.

"Tapi... Nggak harus gitu juga caranya." Auris merasa tak enak dengan Linda.

"Nggak apa-apa, kok. Makanan itu dijamin aman, gue nggak akan ngeracunin Auris." Linda sedikit tersenyum menatap Ravin serta Galen.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang