[17] Memilih dengan hati

64 49 26
                                    

🪐🪐🪐

Sebuah kebetulan bisa terjadi. Terlebih, bila itu memang sudah ditakdirkan. Seperti, memilih sesuatu dengan hati. Maka, akan mendapatkan hasil di luar dugaan. Jadi, percayalah dengan pilihan yang ada pada hati. Itu tidak membawa kalian ke dalam sebuah keburukan bila memilih dengan ketulusan.

🪐🪐🪐

Keesokan harinya. Saat akan pergi sekolah, tanpa diduga Auris mendapatkan dua tangkai bunga mawar dari Levin dan Heksa. Kedua cowok itu, benar-benar ingin membuat Auris tidak merasakan kesedihan lagi.

"Makasih, ya." Auris tersenyum menerima bunga mawar itu, sembari menghirup aroma wanginya. Ia bersyukur, bisa berada dalam tengah-tengah keluarga Ravin. Banyak orang yang menyayanginya dengan tulus. Meskipun, ia masih merasa kecewa atas kepergian orang tua angkatnya. Namun, ada Levin serta Heksa yang menghibur dirinya.

"Pak... Kali ini biar tuan putri ikut mobil saya, ya?" Heksa meminta izin kepada Boby, yang selalu mengantarkan Auris ke sekolah.

"Siap, Den. Hati-hati di jalan, ya." Pak Boby percaya dengan perkataan Heksa. Terlebih, ada sosok Ravin yang pasti akan menjaga Auris dalam keadaan apapun.

"Makasih, pak." Auris merasa senang, karena bisa berangkat bersama dengan yang lain.

Dalam perjalanan, Heksa serta Levin berusaha mengajak Auris mengobrol. Kedua cowok itu, tak pernah berhenti mencoba bercanda dengan Auris. Berbeda, dengan Ravin yang tampak diam fokus membaca buku pelajaran.

Auris paham, bila Ravin memang tidak suka mengobrol. Makanya, cowok itu selalu menghabiskan untuk belajar. Ditambah, prestasi Ravin memang menempati posisi teratas di sekolah. SMA Bina Pustaka.

Sesekali Auris, mencuri pandang melihat materi pelajaran apa yang sedang dibaca oleh Ravin. Akan tetapi, ia sadar bila buku yang Ravin baca sama sekali tidak diketahui olehnya. Karena, kecerdasan Auris amat sangat berbeda dengan Ravin.

"Nanti tuan putri mau makan sama minun apa pas jam istirahat?" Heksa terus mengajak Auris mengobrol.

"Apa aja boleh, kok. Asal... Jangan kebanyakan aja. Nanti mubazir, kan nggak baik." Auris tak mau menyisakan makanan, atau pada akhirnya akan berakhir dibuang. Lebih baik, membeli sesuatu keinginan serta kebutuhan.

"Oke. Biar nanti, gue sama Levin beliin makan serta minuman sesuai selera tuan putri." Heksa merasa senang, Auris mau mengobrol banyak dengannya.

"Semua aman sama gue." Dengan percaya diri, Levin mengucapkan itu di hadapan Auris.

"Berasa sultan banget ya, Le?" Heksa sedikit tak suka dengan kepercayaan diri Levin. Ia tahu, sepupunya itu pasti lebih banyak memiliki banyak uang daripada dirinya. Akan tetapi, tidak seharusnya pamer dalam situasi sekarang ini.

"Iri bilang dong." Levin tahu, bila Heksa sedikit iri dengannya. Namun, ia senang melihat raut wajah kesal Heksa.

"Bodo amat." Heksa terlihat kesal dengan Levin.

Auris hanya tersenyum melihat perdebatan dua cowok di depannya itu. Ia benar-benar merasa tak kesepian sekarang.  Ia dikelilingi cowok seperti Heksa dan Levin yang akan selalu meramaikan kehidupannya.

Sepuluh menit kemudian. Mereka sampai di sekolah, semua pandangan mata siswa maupun siswi tertuju pada Auris yang tak biasanya satu mobil dengan Heksa serta Levin. Biasanya, gadis itu hanya bersama dengan Ravin.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang