🪐🪐🪐
Penyesalan memang datang terlambat. Memang sudah ditakdirkan seperti itu. Jadi, sebaiknya kita harus memikirkan berkali-kali saat akan bertindak apapun.
🪐🪐🪐
Pada saat Ravin masih sibuk berkumpul dengan lima cowok lain. Tanpa diduga, ponsel miliknya tiba-tiba berbunyi. Awalnya, Ravin tak menghiraukan panggilan telepon itu. Meskipun, posisi benda pipih itu ada di meja sebelah tangannya.
"Vin... Telepon lo bunyi, tuh? Angkat gih...." Galen merasakan ponsel milik sepupunya itu berbunyi sekaligus bergetar.
"Biarin aja. Palingan telepon dari bokap. Nggak penting buat gue." Ravin masih fokus menyedot minuman di gelasnya.
Galen menghela napas, berusaha melihat ke arah ponsel Ravin. Ia perlahan, melihat terpampang nama Auris yang melakukan panggilan telepon pada ponsel Ravin.
"Telepon dari Auris, Vin. Gue angkat ya, kalo lo nggak mau?" Galen meminta izin untuk mengangkat panggilan telepon dari Auris.
"Angkat aja, Len." Ravin dengan asal menjawab.
Dan, benar. Galen langsung mengangkat panggilan dari Auris. Cowok itu, kaget saat mendengar suara dari panggilan itu. Terdengar permintaan tolong dari Auris. Membuat Galen, sedikit panik.
"Hei... Ris. Lo kenapa?" Galen berusaha menanyakan itu, tapi tidak ada balasan dari Auris.
Seketika kepanikan Galen, membuat Ravin, Jendra, Heksa, Levin, dan Jinan menoleh serta penasaran.
"Ada apa, Len? Coba perbesar suaranya." Ravin meminta Galen untuk melakukan apa yang diperintahkan Ravin. Agar, mereka bisa mendengar apa yang sedang terjadi pada Auris. Sampai membuat seorang Galen panik setengah mati.
Saat panggilan masuk diperbesar. Mereka mendengar Auris seperti ketakutan.
"Tolong... Tolong... Jangan deket-deket! Siapapun tolongin gue."
Dengan cepat, Ravin mengambil ponsel miliknya serta kunci mobil Heksa yang berada tak jauh darinya.
"Vin... Lo mau ke mana?" Masih sempat-sempatnya Heksa menanyakan hal seperti itu kepada Ravin. Galen pergi mengikuti Ravin, tahu bila sepupunya akan menuju ke tempat keberadaan Auris.
Galen tahu, Ravin juga merasa khawatir dengan situasi sekaligus keadaan yang sedang dialami oleh Auris. Tak mendapat jawaban dari Ravin. Heksa hanya pasrah, mengekor sepupunya untuk pergi dari kafe itu.
Ravin dengan cepat mengendarai mobil ke arah tempat keberadaan Auris. Ia mengetahui dari GPS yang dipasangnya pada tas Auris. Sebenarnya, ia melakukan hal seperti hanya untuk berjaga-jaga. Tahu, Auris ceroboh serta keras kepala bila diberi peringatan tak semua orang baik.
Tak ada percakapan terjadi di perjalanan. Galen juga memilih diam, memikirkan apa yang sedang dialami Auris. Ia harap gadis itu baik-baik. Meskipun, sudah jelas terdengar dari panggilan telepon bila Auris meminta tolong.
Sepuluh menit kemudian, mereka sampai di depan sebuah rumah sederhana. Suasana tempat itu, terlihat sangat sepi. Ravin, Galen, Jendra, Heksa, Levin, serta Jinan keluar dari mobil. Kemudian, berjalan menuju rumah itu. Memastikan apakah rumah itu berpenghuni atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penjaga Hati [SELESAI]
Teen Fiction"Sebuah anak panah, tidak akan salah sasaran. Sama seperti cinta, takkan salah memilih. Meskipun, banyak jalan berliku. Namun, pada akhirnya akan kembali ke arah Sang pemilik hati." Ingatlah kata pepatah, cinta tidak bisa dipaksakan. Sama halnya, de...