[12] Terlalu baik

60 53 3
                                    

🪐🪐🪐

Seharusnya, tak ada asalnya percaya dengan perkataan orang terdekat. Karena, mereka sebenarnya sangat memperhatikan kita.

🪐🪐🪐

Jam istirahat. Auris tampak tak mau bergabung duduk dengan Ravin, Galen, Heksa, Jendra, Levin, dan Jinan. Ia masih kesal dengan sikap Ravin yang selalu mempunyai pemikiran buruk kepada semua orang. Padahal, seharusnya cowok dingin itu lebih baik dalam berpikir serta bersikap. Auris memilih duduk di kantin berdua dengan Linda. Pemandangan itu, sontak membuat seisi kantin berbisik-bisik.

"Ris... Lo nggak gabung sama kak Ravin? Kalian lagi marahan? Pasti gara-gara lo dekat sama gue yang miskin, ya?" Linda tak enak hati, merasa bila kerenggangan hubungan Auris dengan keenam cowok ganteng itu karenanya.

Auris tersenyum. Tak mau bila Linda berpikir karena dia semua itu terjadi. Itu bukan salah Linda. Melainkan, sikap Ravin yang selalu buruk sangka kepada orang. Auris tidak menyukai itu.

"Bukan tenang aja. Gue lagi pengin duduk sama lo."

"Makasih, Ris. Udah mau jadi temen gue. Padahal, lo bisa liat nggak ada yang mau temenan sama gue selama ini. Mungkin... Karena gue orang miskin dan dapat beasiswa." Linda kembali berbicara seperti merendahkan diri di hadapan Auris.

"Nggak gitu, Lin. Mereka belum kenal lo aja. Padahal, lo baik sekaligus pinter. Nggak cuma itu, lo juga cantik." Auris mengatakan itu, yang menurutnya sesuai fakta.

"Lo terlalu berlebihan, Ris." Linda sedikit tersanjung dengan ucapan Auris.

"Faktanya kan emang gitu, Lin." Auris menganggap apa yang ia katakan memang benar.

Dari kejauhan, Ravin diam-diam memperhatikan interaksi Auris dengan Linda. Tak hanya Ravin, Galen juga melakukan hal yang sama seperti Ravin. Karena, Galen merasakan bila Linda tidak tulus berteman dengan Auris.

"Kalian berdua kenapa, sih? Kayak fokus banget liatin tuan putri lagi makan sama temennya." Heksa mengeluarkan suaranya, sadar bila Ravin serta Galen sedari tadi terus memperhatikan Auris dengan Linda.

"Mata-mata gue, Sa. Mau liatin siapa aja, itu terserah gue!" Kalimat pedas keluar dari mulut Ravin, membuat Heksa menghela napas. Ia sudah tidak kaget lagi mendapat jawaban seperti itu dari Ravin. Terlebih, ia sudah setiap hari bersama Ravin. Levin dan Jinan hanya tersenyum, ingin tertawa. Namun, mereka berdua mengurungkan niatnya. Takut, bila semua akan menjadi panjang. Apalagi, itu berkaitan dengan Ravin.

"Astaga, Vin. Biasa aja kali jawabnya. Mulut lo bisa turunin level pedes-nya, nggak? Cabe sekilo aja kalah pedes." Perkataan Heksa, itu membuatnya mendapat tatapan tajam dari Ravin.

"Nggak apa-apa, Sa. Gue suka aja liatin Auris. Berhubung dia nggak gabung di sini. Jadi, gue liatin dia dari jauh aja." Jawaban Galen, sangat berbeda dengan Ravin. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Galen, terdengar sangat lembut. Bahkan, bisa dibilang cowok itu tak pernah mengucapkan kata kasar selama ini.

"Tuh... Contoh Galen, omongannya selalu manis kayak gula sekilo." Heksa kembali mengeluarkan suara, sedikit menyindir Ravin.

Akan tetapi, Ravin diam tak mau mempedulikan perkataan Heksa. Jika ditanggapi, maka akan terjadi perdebatan yang tidak akan selesai.

"Sa... Mending lo diam, deh." Jendra sudah tidak tahan, mendengar segala celotehan Heksa sedari tadi. Menurutnya, apa yang keluar dari mulut Heksa tak berguna.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang