[03] Hidup itu berat.

170 127 45
                                    

🪐🪐🪐

Sebelum baca, vote dulu yuk guys. Makasih. 🙏🙏🙏

🪐🪐🪐

Hidup memang berat, seperti apa yang sedang aku alami sekarang ini. Aku merasa semua hal adalah beban yang tidak akan mudah dipikul serta selesaikan.

🪐🪐🪐

"Gue nggak apa-apa. Makasih, ya, kak Galen." Auris tersenyum menatap Galen, yang selalu hangat kepadanya. Tidak seperti Ravin, terlihat tidak menyukai kehadirannya.

"Habis ini kita ke UKS, ya?" Galen menyarankan itu kepada Auris, tak tega melihat lutut Auris sedikit terluka gara-gara didorong oleh salah satu siswi di sana.

"Nggak usah, kak." Auris terus berusaha menolak tawaran Galen, karena tak mau merepotkan orang lain.

Perlahan Ravin mendekat ke arah siswi yang mendorong Auris tadi. Tangannya mengambil kotak bekal yang sedari tadi ingin diberikan untuknya dari siswi itu.

Siswi itu langsung tersenyum senang sekaligus berlagak sok manis di hadapan Ravin. "Makasih, kak. Udah nerima makanan dari gue. Dijamin kakak bakalan ketagihan sama masakan gue."

Ravin tak menghiraukan perkataan siswi itu. Ia kembali berjalan, tanpa diduga mengarah ke tempat sampah. Kemudian, ia membuka tong sampah itu, lalu membuang kotak bekal yang baru saja dia ambil. "Gue nggak butuh makanan sampah kayak gini. Apalagi berasal dari orang yang mulutnya berisi banyak sampah!"

Seketika tindakan itu, menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di sana. Setelah membuang makanan itu, Ravin berjalan mendekat ke arah Auris. Kemudian, tanpa aba-aba langsung menggendong gadis itu untuk dibawa ke ruang kesehatan dengan tidak banyak berbicara.

Auris kaget dengan tindakan Ravin, tapi ia tak mungkin menolak di hadapan khayalak umum seperti sekarang. Ia hanya bisa menghela napas, tak tahu apa maksud dari Ravin.

Heksa serta Levin hanya bisa tersenyum sembari tertawa kecil melihat apa yang dilakukan oleh Ravin. Berbeda dengan Galen, Jendra, dan Jinan yang langsung mengikuti langkah Ravin menuju ruang kesehatan.

"Lain kali, jangan lihat-lihat lo ngomong sama siapa? Masih mending cuma makanan lo doang yang dibuang bukan lo-nya." Sebelum pergi mengikuti langkah Ravin, Heksa menyempatkan diri berbicara kepada siswi yang makanannya dibuang Ravin.

"Biarin aja, kak. Dia main ngomong kasar aja sama tuan putri kita. Jadi, ya gitu langsung kena karma." Levin ikut berbicara, sedikit menyindir siswi itu. Ia tahu, tidak banyak yang menyukai kehadiran Auris karena iri melihat apa yang didapatkan gadis itu.

Heksa serta Levin berjalan mengikuti Ravin yang sudah jauh dari tempat itu.

Sesampai di ruang kesehatan, Ravin langsung mengambil plester lalu menempelkan ke lutut Auris yang terluka.

"Lain kali, jangan sok baik. Murid di sini nggak akan bisa baik, kecuali kalo ada maunya aja." Ravin memulai pembicaraan dengan Auris, tanpa menatap gadis itu. Karena, dia fokus mengobati luka Auris.

"Gue nggak sok baik, cuma mau berniat baik aja." Auris memberanikan berbicara dengan Ravin.

"Mereka nggak akan mau atau peduli sama kebaikan lo. Jangan bodoh sama cewek! Ingat, jangan terlalu baik di sekolah ini!" Ravin kembali memperingatkan Auris, agar gadis itu mengerti di tempat itu tidak ada yang berbuat baik secara tulus. Semua penuh sandiwara.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang