[29] Pengakuan Suka

53 28 16
                                    

🪐🪐🪐

Mengungkapkan isi hati, tidaklah salah. Terlebih, jika kita merasa itu bukan pada tempatnya. Mungkin, kita akan lebih memilih merelakan serta merasa patah hati. Daripada, perasaan itu lebih dalam serta salah sasaran.

🪐🪐🪐

Jantung Auris semakin berdetak kencang serta tak beraturan saat wajah Ravin semakin mendekat ke arahnya. Bahkan, ia sekarang bisa merasakan hembusan nafas Ravin. Entah kenapa, ia sepasrah itu pada Ravin. Padahal, saat bersama Malvin dengan cepat ia menyingkirkan cowok itu.

Hanya tinggal berjarak setengah centi antara wajah Ravin dengan Auris. Detik berikutnya, ia tak merasakan apapun. Sehingga, ia memutuskan membuka mata. Mendapati Ravin sudah bangkit dari sofa, serta menatapnya tajam.

"Kenapa lo diam aja? Pake acara nutup mata juga! Ngarep gue cium?" Ravin mengucapkan kalimat itu, seakan tak suka dengan apa yang hampir terjadi diantara mereka.

Auris menghela napas, menyadari tak akan mungkin Ravin mau menciumnya. Ia masih berusaha mengatur detak jantungnya. Kepalanya juga merasa sedikit pusing, karena ia sempat terkena hujan ketika menuju ke rumah orang tua angkatnya itu.

Ravin menghela napas, karena tak mendapat respon apapun dari Auris. "Ngapain pake acara kabur dari rumah? Semua orang heboh cariin lo. Dasar bodoh! Nyusahin!"

Auris beralih menatap Ravin. Sedikit tak terima dengan ucapan cowok itu. "Gue nggak mau dijodohin sama kak Malvin. Nggak mau tunangan kak Malvin."

Kesabaran Ravin terasa diuji, tak menyangka bila gadis di depannya itu tak menyukai Malvin. Kakaknya. Padahal, Malvin adalah sosok laki-laki yang mendekati sempurna bagi Ravin. Ia selalu menjadikan Malvin, sebagai contoh sosok yang dikagumi. "Terus lo sukanya sama siapa? Galen?"

Auris kembali terdiam, serta menunduk. Bingung harus mengatakan apa untuk menjadi jawaban dari Ravin.

"Dasar bodoh! Lo bakalan nyesel kalo nggak terima perjodohan sama kak Malvin. Kak Malvin itu sosok sempurna yang pasti bisa bikin lo bahagia. Memenuhi semua hal yang lo inginkan." Ravin kembali menjelaskan tentang sosok Malvin. Kakaknya. Agar, Auris mau menerima pertunangannya dengan Malvin.

"Tapi... Gue nggak suka sama kak Malvin, kak." Auris kembali memberanikan diri, karena dalam hatinya sama sekali tidak ada sosok bersemayam di sana. Ia merasa justru ada orang lain yang sudah mengisinya. Meskipun, ia tahu cowok itu tidak akan pernah menyadari perasaannya.

"Gue harap lo pikirin baik-baik. Nggak ada cowok yang lebih baik serta sempurna dari kak Malvin." Ravin tak berhenti memberi saran kepada Auris.

Auris semakin kesal, dengan segala hal yang keluar dari mulut Ravin. Ia sepertinya harus mengatakan apa yang ia rasakan sekarang. Karena, sudah tidak menahannya lagi.

"Lo punya hati nggak, sih, kak?" Auris menatap cukup intens Ravin yang duduk di depannya. Tanpa sadar, air matanya mulai keluar.

Ravin terdiam. Mencoba mencerna perkataan Auris. "Apa hubungannya sama gue punya hati atau nggak?"

"Kakak jahat! Nggak peka sama sekitar." Auris mulai memukuli dada Ravin. Itu cukup membuat cowok itu bingung. "Gue sukanya sama lo, kak. Bukan kak Galen, kak Malvin, atau yang lain. Gue suka sama kakak."

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang