🪐🪐🪐
Dalam keadaan bersedih. Kita hanya butuh tempat untuk bersandar. Sandaran ternyaman, yang akan membuat kita lebih baik. Bisa menghilangkan perasaan sedih yang ada di hati.
🪐🪐🪐
Kak... Boleh pinjem bahu lo, nggak?" Permintaan Auris, sontak membuat Ravin kaget dan tersadar dari lamunannya. Ravin menatap Auris yang masih menunggu jawabannya. Jujur, Auris takut bila Ravin akan menolak sekaligus memakinya.
Tanpa diduga, Ravin mengangguk sebagai jawaban bila tak masalah bila Auris ingin menjadikan bahunya sandaran. Ia sadar, bila gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Membutuhkan tempat bersandar, agar hati serta perasaannya lebih baik.
Auris perlahan meletakan kepalanya pada bahu Ravin. Meskipun, cowok itu masih fokus mengemudi. Auris senang mendapati sosok Ravin bisa mengerti perasaan sekaligus kesedihan yang ia rasakan.
"Lo boleh nangis sepuasnya. Keluarin aja semua unek-unek yang ada." Ravin kali ini, memulai pembicaraan. Tahu, bila Auris memang pasti tidak bisa menyimpan segala kekecewaannya.
Auris hanya terisak, sembari air matanya terus keluar serta mengalir tanpa henti. Mungkin, bisa dibilang membasahi baju milik Ravin. Akan tetapi, Ravin tidak memarahi Auris. Juga, cowok itu hanya diam fokus mengemudi tak seperti biasanya. Ravin sama sekali tak mengeluarkan kata-kata pedas untuk Auris.
Sikap Ravin seperti itu, cukup membuat Auris nyaman. Karena, Auris sadar bila ternyata Ravin tidak seburuk yang ia pikirkan. Meskipun, ia yakin cowok itu baik kepadanya hanya kasihan. Namun, ia tetap bersyukur sekarang bisa mendapat tempat bersandar ternyaman.
"Makasih, kak. Sori... Jaket lo jadi basah kena air mata gue." Auris berbicara seperti itu, masih sembari bersandar pada bahu Ravin.
"Sama-sama." Seperti biasa, cukup singkat jawaban Ravin. Namun, kali ini perkataan itu terdengar lembut sekaligus tulus. Juga, tanpa diduga, Ravin mengelus kepala Auris dengan lembut sembari masih mengemudi. "Lo kuat, pasti bisa nerima keadaan. Dunia emang jahat, tapi lo bisa menjalaninya dengan baik."
Perlakuan manis Ravin, benar-benar membuat Auris kaget. Akan tetapi, di sisi lain gadis itu sangat senang sekaligus nyaman dengan sosok lembut Ravin. Berbeda, dengan sikap Ravin hari-hari sebelumnya.
Setelah itu, kembali tidak ada percakapan di antara Ravin maupun Auris. Mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing.
Sepuluh menit kemudian, Ravin berhenti di sebuah pasar malam. Membuat Auris bingung sekaligus tak habis pikir, mengapa Ravin membawanya kesana.
"Gue laper, lo juga pasti sama, kan? Apalagi habis nangis dari tadi." Ravin berbicara sembari memberitahu alasannya berada di tempat itu.
Auris mengangguk, ia malas mengeluarkan kalimat. Takut semakin membuat perasaannya berantakan. Ravin seperti paham, dengan keadaan Auris. Cowok itu menarik tangan Auris untuk keluar dari mobil.
Dengan malas sekaligus terpaksa, Auris menuruti permintaan Ravin. Ravin mengajak Auris untuk menaiki beberapa wahana permainan yang ada di pasar malam itu. Niat Ravin, ingin membuat perasaan Auris lebih membaik. Sedikit melupakan kesedihan gadis itu ditinggalkan orang tua angkatnya.
Sekarang, mereka berada di dalam wahana biang lala. Ravin ingin berusaha menghibur Auris. Akan tetapi, ia takut membuat perasaan gadis itu memburuk.
"Sori... Gue cuma bisa ajak lo ke tempat kayak gini." Ravin mencoba mengajak Auris berbincang. Karena, sedari tadi melihat Auris tak berbicara apapun. Ia takut, bila gadis itu tak menyukai pasar malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penjaga Hati [SELESAI]
Teen Fiction"Sebuah anak panah, tidak akan salah sasaran. Sama seperti cinta, takkan salah memilih. Meskipun, banyak jalan berliku. Namun, pada akhirnya akan kembali ke arah Sang pemilik hati." Ingatlah kata pepatah, cinta tidak bisa dipaksakan. Sama halnya, de...