[24] Kejahatan terungkap

47 34 10
                                    

🪐🪐🪐

Kejahatan tidak akan menang. Karena, semua akan terbongkar seiring berjalannya waktu. Meskipun, sudah berusaha menutupi serta merencanakan sematang apapun akan terungkap.

🪐🪐🪐

Keesokan hari. Tepatnya, sepulang sekolah Auris duduk di ruang tamu sembari mencoba membaca ulang materi pelajaran yang sudah dipelajari ketika di sekolah. Kali ini, ia sendiri tanpa Ravin, Levin, Galen, maupun yang lain. Auris masih sedikit kesal dengan sikap menyebalkan Ravin. Teringat semalam cowok itu tidak mau meminjamkan uang terlebih dahulu untuk membeli kalung yang diinginkan.

Melihat rumus matematika yang ada pada buku, membuat Auris benar-benar pusing. Padahal, ia sudah mencoba memahami materinya. Namun, itu tidak membuahkan hasil sama sekali. Ingin meminta bantuan Ravin, ia yakin cowok itu tidak mau menurutinya.

"Auris sayang... Masih susah buat memahami materi pelajaran, ya?" Saras sudah duduk di sebelah Auris. Wanita paruh baya sudah pulang dari luar negeri setelah ikut Hendri. Suaminya.

Auris mengangguk, sepertinya memang benar yang dikatakan Ravin. Ia gadis bodoh, yang sampai kapanpun akan tetap sama. Tidak bisa berkembang.

Saras tersenyum, sembari memperhatikan Auris serta area sekitarnya. "Sini... Tante bantu jelasin."

Saras dengan telaten menjelaskan materi yang ada pada buku paket milik Auris. Auris tersenyum senang, Saras mau melakukan itu kepadanya.

"Auris udah mulai paham. Makasih, tant." Auris memeluk Saras dengan erat. "Tante sebaik ini, tapi kenapa kak Ravin selalu suudzon sama tante. Dasar cowok nyebelin."

"Nggak apa-apa. Nanti lama kelamaan Ravin juga baik ke tante, kok." Saras mengelus kepala Auris dengan lembut penuh kasih sayang. "Sayang... Tante boleh liat tanda tangan kamu seperti apa, nggak?"

"Boleh, tant. Tapi... Buat apa, ya?" Auris sedikit bingung dengan perkataan Saras itu.

Saras tersenyum. "Tante penasaran aja, biasanya tanda tangan anak zaman sekarang unik."

"Oh gitu... Iya sih, unik-unik banget sampai ada yang kayak cacing saking kerennya." Auris tertawa kecil, karena pernah melihat tanda tangan unik milik teman sekelasnya di sekolah lamanya.

"Coba kamu tanda tangan di sini, ya." Saras menyodorkan satu lembar kertas putih kepada Auris.

Auris mengangguk paham. Ia menuruti permintaan Saras tanpa berpikir panjang.

"Makasih... Sayang." Saras tersenyum, sembari kembali mengelus kepala Auris. Lalu, ia bangkit dari duduknya. "Tante mau istirahat dulu. Soalnya, habis perjalanan jauh. Kamu lanjutin belajarnya yang rajin."

"Iya, tante." Auris sembari mengangguk ke arah Saras yang mulai menjauh darinya.

Namun, baru saja Saras melangkah di beberapa anak tangga. Wanita paruh baya itu, sudah dihadang oleh Ravin.

"Makin hari ternyata anda makin licik, ya?" Ravin menatap serta tersenyum sinis di hadapan Saras.

"Maksud kamu apa, nak?" Saras dengan nada bicara lembut kepada Ravin yang tak pernah terlihat baik padanya.

Ravin kembali menyunggingkan senyum sinis kepada Saras. Ia tahu, bila wanita ular di depannya penuh dengan ide licik serta busuk. "Anda kira, saya nggak tahu mengenai kertas yang sekarang ada di tangan anda wanita pelakor."

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang