🪐🪐🪐
Semua akan berjalan sesuai alur. Takkan berubah terlalu banyak. Jadi, biarkan mengalir seperti air.
🪐🪐🪐
"Ravin sama Auris habis pemakaman, mampir bentar ke rumah orang tua angkat Auris." Ravin menjawab pertanyaan papanya dengan santai sesuai fakta.
"Lain kali, jangan mampir-mampir ke tempat asing. Lagipula, papa yakin mereka berniat untuk mengambil hati Auris. Agar, semua harta Auris ke tangan mereka." Perkataan Hendri, membuat Ravin tak habis pikir papanya sebegitu takut harta orang tua Auris jatuh ke tangan keluarga angkat gadis polos itu.
Ravin tersenyum sinis ke arah papanya. "Papa nggak usah takut, mereka nggak seperti yang ditakutkan. Bukannya, justru papa yang ingin menguasai harta milik Auris?"
Mendengar perkataan anaknya, Hendri tak bisa menahan emosinya. "Kurang ajar kamu, berani-beraninya menuduh papamu seperti itu!"
"Bukankah yang saya katakan memang benar? Makanya, papa sangat antusias menjodohkan Auris dengan kak Malvin." Ravin tahu, bila papanya tidak mau kehilangan semua harta milik Auris yang selama ini ada di tangannya.
"Papa tidak seperti yang kamu pikirkan!" Hendri tetap berusaha mengelak, dengan tuduhan dari Ravin.
"Saya capek, permisi." Ravin melangkah pergi memasuki kamarnya, tak mau perdebatan itu semakin panjang bila ia terus meladeni perkataan Hendri.
"Dasar anak kurang ajar!" Hendri mendengkus kesal, melihat kepergian anaknya itu.
🪐🪐🪐
Pagi hari. Auris terlihat sangat ceria, karena sudah bisa bertemu dengan orang tua angkatnya. Terlebih, tanpa diduga bisa melihat sosok lain Ravin yang selama ini mungkin tidak banyak orang lain tahu.
"Pulang sekolah, kalian langsung pulang. Sudah ada orang yang akan mengajari Auris semua tata krama dalam keluarga ini." Hendri memulai pembicaraan sebelum Auris pergi ke sekolah bersama Ravin.
Ravin hanya diam, tahu bila papanya tidak akan membiarkan Auris terlihat kampungan bila berhadapan dengan rekan kerjanya. Makanya, lelaki paruh baya itu sangat berniat menjadi Auris seperti gadis kaya yang lain.
Auris hanya mengangguk, tak akan mempermasalahkan kemauan Hendri. Selama itu untuk kebaikannya. "Nanti saya langsung pulang, kok, om."
Tak mau berlama-lama berada di sana, Ravin dari meja makan. Kemudian, ia melangkah tanpa berpamitan dengan orang tuanya. Auris hanya menggelengkan kepala melihat sikap Ravin yang masih sama seperti sebelumnya kepada orang yang lebih tua.
"Om... Tante... Saya pergi ke sekolah dulu, ya." Auris berpamitan dengan sopan kepada Hendri serta Saras. Senyuman selalu muncul dari mulut Auris.
"Hati-hati di jalan, nak." Saras membalas perkataan Auris.
Levin juga ikut pergi meninggalkan meja makan. Karena, hari sudah semakin siang tak mau terlambat ke sekolah. Ia sudah tidak heran dengan sikap Ravin kepada orang tuanya.
Ravin sudah berada dalam mobil, yang akan ditumpangi Auris seperti biasanya. Cowok itu terlihat fokus dengan buku paket di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penjaga Hati [SELESAI]
Teen Fiction"Sebuah anak panah, tidak akan salah sasaran. Sama seperti cinta, takkan salah memilih. Meskipun, banyak jalan berliku. Namun, pada akhirnya akan kembali ke arah Sang pemilik hati." Ingatlah kata pepatah, cinta tidak bisa dipaksakan. Sama halnya, de...