[05] Terlalu polos

103 92 24
                                    

🪐🪐🪐

Semua akan terus berjalan, seperti hidup yang akan selalu berubah. Entah sedih berubah menjadi bahagia. Atau, justru akan terjadi sebaliknya. Namun, semua itu akan sesuai dengan alur yang sudah takdirkan.

🪐🪐🪐

Ravin memutuskan kontak mata dengan Auris. Sekaligus melepas tubuh Auris yang ada pada pelukannya. "Lain kali, hati-hati biar pas kesenggol orang yang langsung oleng."

Auris menghela napas, sepertinya bila bersama Ravin. Ia harus memiliki stok kesabaran ekstra, karena cowok itu selalu mengeluarkan kalimat pedas tak terduga.

"Makasih, kak." Meskipun, mendapatkan serta mendengar kalimat tidak mengenakan dari Ravin. Auris tetap mengucapkan rasa terima kasihnya kepada cowok itu.

Ravin kembali melangkah, tanpa menanggapi perkataan Auris yang berusaha tetap bersikap sopan kepadanya. Karena, menurutnya berada di sana akan membuang waktu berharganya.

Sembari mendengkus kesal, Auris mengikuti langkah Ravin yang tidak tahu akan mengarah ke mana. Akan tetapi, ia tetap mengekori di belakang cowok itu.

Tanpa diduga, langkah Ravin terhenti di depan sebuah restoran yang tidak jauh dari toko buku.

"Kak, kita mau ngapain ke sini?" Auris berusaha membuka obrolan dengan Ravin.

Ravin menghela napas, entah pernah melakukan kesalahan fatal apa sampai ia harus berurusan terus menerus dengan gadis yang sepertinya bodoh itu. Padahal, sudah jelas mereka sekarang ada di mana. Namun, Auris masih menanyakan apa tujuan mereka di sini.

"Jogging." Kalimat singkat itu terlontar dari mulut Ravin, yang sudah dongkol dengan kepolosan atau mungkin kebodohan Auris yang sudah dalam kadar tidak bisa ditolong.

"Ini kan udah malam, kak. Kenapa mau jogging di mall sekaligus depan restoran kayak gini." Dan benar, perkataan polos kembali keluar dari mulut Auris. Membuat Ravin, benar-benar muak meladeni setiap pertanyaan dari gadis itu.

Ravin melangkah masuk ke dalam restoran tanpa mempedulikan Auris. Jika ia terus meladeni gadis itu maka bisa-bisa dirinya gila.

Auris mengikuti Ravin yang sudah duduk di salah satu bangku yang tersedia pada restoran itu. Kemudian, memesan beberapa jenis makanan.

"Kak... Kenapa nggak makan di rumah aja?" Lagi-lagi Auris berceloteh hal yang membuat Ravin tak habis pikir.

Ravin hanya diam, mengambil ponsel dalam saku celananya. Lalu, ia membuka salah satu aplikasi game yang ada di ponselnya sembari menunggu pesanan makanannya datang.

Auris melirik kanan serta kirinya. Banyak orang yang sedang menikmati makan. Ingin kembali berbicara dengan Ravin. Namun, ia sadar bila cowok itu sepertinya malas mengobrol dengannya.

Sepuluh menit kemudian, makanan pesanan Ravin datang. Ravin langsung menikmati makanan itu cukup lahap, karena ia memang sudah merasa lapar. Berbeda dengan Auris, yang terlihat diam seperti bingung menatap makanan yang ada.

"Gue udah bilang berkali-kali. Jangan kampungan! Ayo makan!" Ravin sedikit memberikan Auris, agar bersikap selayaknya orang yang berkecukupan. Karena, memang sekarang dia sudah menjadi bagian dari keluarga berada.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang