[27] Belum Menyerah

43 30 13
                                    

🪐🪐🪐

Tak semua orang akan langsung sadar atau peka dengan perasaan apa yang ada dalam hatinya. Namun, secara perlahan rasa itu akan diketahui dengan sendirinya. Tak perlu dipaksakan, karena semua akan berjalan seperti air mengalir.

🪐🪐🪐

Auris terlihat murung saat memasuki kelasnya. Ia masih sedih belum bisa mendapatkan maaf dari Ravin. Levin serta Jinan tak tega melihat Auris bersedih. Namun, mereka sadar bila sekarang berada di sekolah. Sebentar lagi guru masuk ke dalam kelas.

Beberapa menit kemudian, wali kelas memasuki kelas Auris bersama seorang siswi baru.

Jinan serta Levin tersenyum, sepertinya mengenal siswi baru itu. Mereka berdua yakin, Auris akan senang bila melihatnya. Akan tetapi, Auris masih sibuk dengan lamunannya. Tak memperhatikan situasi sekitarnya.

"Itu bukannya sahabatnya tuan putri, Ji?" Levin mengingat dengan jelas bila siswi yang berada di depan kelas adalah sahabat Auris, yang pernah datang ke rumahnya.

"Iya."

Siswi itu, adalah Aurel. Gadis itu tersenyum sembari memperkenal dirinya. Setelah itu, ia duduk di bangku sebelah Auris. Ia bingung, melihat sahabatnya murung. Bagaimana tidak, Auris sama sekali tak menyadari kehadiran Aurel.

"Ris... Lagi mikirin apa, sih?" Aurel sembari berusaha menyentuh lengan Auris. Sahabatnya.

Auris mulai tersadar dari lamunannya. Ia kaget, melihat sosok Aurel ada di depannya.

"Astaga... Gue pusingnya sama halu gini." Auris menggerutu sembari mengucek matanya. Masih tak percaya bila Aurel ada di sana. "Aurel mana mungkin ada di sini. Ini gue kayaknya perlu ke dokter deh."

Levin tersenyum, tahu bila Auris memang sedang memiliki banyak pikiran sejak bermasalah dengan Ravin.

"Auristela. Ini gue Aurel, sahabat lo." Aurel mendekat ke Auris, lalu mencubit pipi sahabatnya.

"Lo beneran Aurel? Kenapa bisa di sini, terus pake seragam sama kayak gue." Auris merasa bingung, dengan situasi yang ada.

Aurel tersenyum, "Gue pindah ke sekolah ini, ternyata lo juga sekolah di sini. Senang banget, akhirnya gue bisa satu sekolah sama sahabat terbaik gue lagi."

Auris tersenyum, juga merasakan kebahagiaan seperti Aurel. Setelah beberapa waktu mereka tidak satu sekolah. Sekarang, takdir mempertemukan mereka kembali. Aurel memang sahabat terbaik Auris sejak dulu. Apapun, selalu mereka lalui bersama. Baik suka maupun duka.

Saat jam istirahat, Auris mengajak Aurel ke kantin. Di sana seperti biasa, Auris selalu duduk di keliling para cowok populer. Juga Aurel terpaksa bergabung duduk dengan Galen, Heksa, Jendra, Levin, serta Jinan. Sedang, Ravin memang beberapa hari ini sudah tak pernah bergabung di sana. Auris tahu, bila Ravin sangat kecewa dengannya. Meskipun, ia sudah berkali-kali berusaha meminta maaf. Namun, hasilnya tetap nihil. Itulah yang selalu menjadi beban pikirannya.

Aurel merasa tak nyaman berada di sana. Karena, dia mendapat tatapan tak biasa dari Galen serta Heksa. Mereka berdua memandangnya sembari tersenyum. Selain itu, para murid di sana juga menatapnya sinis. Mungkin, karena ia langsung bisa masuk dalam circle murid populer. Namun, sepertinya ia harus membiasakan itu. Terlebih, Auris memang dekat dengan mereka semua.

Penjaga Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang