Satu bulan dari hari kejadian Hyunjin sakit, pemuda delapan belas tahun itu tengah memerhatikan perutnya yang kini tidak serata sebelumnya.
Dari pantulan cermin lemari, Hyunjin kebingungan sendiri dengan perutnya yang terlihat mengembung sedikit keras apabila ia tekan permukaannya.
Karena dari itu pun, ia memilih untuk tidak memasukan kemeja sekolahnya kedalam celana. Tidak seperti biasanya, hanya saja ia merasa malu jika memasukan seragam sehingga perutnya yang sedikit mengembung itu terlihat oleh teman-temannya.
"Harus diet kali ya, gara-gara ibu sih ini ngajakin makan makan terus tiap malem!" kesalnya sambil merapikan pakaian yang ia kenakan.
Lalu merasa selesai, Hyunjin mengambil tas miliknya untuk ia peluk saja daripada ia gendong seperti biasa. Ya, dia takut kelihatan gendut karena menggendong tasnya di belakang.
Rasanya hanya malu, bukan tanpa sebab lainnya. Maka dari itu, dia keluar dari kamar menuju tempat ibunya kini berada, dapur.
Sarapan sederhana sudah tersedia diatas meja, ibunya saat ini tengah memasukan makanan untuk di jual kedalam sebuah box yang biasa Hyunjin bawa.
Pemuda itu, lantas mendudukan diri diatas kursi kayu untuk makan. Dia mengendus nasi nya yang mana mengundang ibunya untuk menatap dengan dahi mengerut keheranan.
"Gak baik kamu gituin makanan!"
Hyunjin menoleh pada ibunya, dia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Entah mengapa memang dia melakukan hal seperti itu, karena biasanya juga tidak.
"Ini bu, tadi baunya kurang sedep. Hyunjin jadi kurang nafsu buat makannya."
"Alah, kamu mah alasan aja. Cepet abisin nasinya, nanti kesiangan."
Menghela nafas Hyunjin disana, dia lantas memasukan nasi kedalam mulutnya dengan terpaksa. Rasanya memang enak, tetapi entah mengapa bau dari nasi yang sudah di goreng oleh ibunya membuatnya sedikit mual.
Entah karena dia sakit kembali setelah satu bulan lalu dia berbaring di UKS waktu itu, tetapi masa iya dia kembali sakit sedangkan badannya masih bisa di gerakan seperti biasanya.
"Bu, akhir akhir ini Hyunjin ngerasa ada yang aneh." adunya.
Suara itu terdengar malas, tetapi kembali memasukan nasi kedalam mulutnya. Mengunyah perlahan dengan ibunya yang masih tetap melakukan kegiatan yang belum selesai.
"Aduh Hyun, jangan sakit ah. Nanti siapa yang mau bantu ibu jualan."
Benar juga. Mereka hidup berdua, tulang punggung yang pada awalnya di tanggung oleh sang ayah kini oleh ibunya. Setelah beberapa tahun kebelakang, ayah Hyunjin meninggal akibat serangan jantung. Jelas saja, sebagai anak tunggal dirinya harus bisa membantu ibu mendapatkan uang.
"Iya bu, Hyunjin sehat kok. Cuma ada sedikit aneh aja, ini wajah juga kek pucet terus sejak kemarin-kemarin sakit itu."
"Gapapa, nanti enggak gitu lagi. Kalo kerasa sakit langsung minum obat ya, ibu takut."
"Iya bu."
Percakapan terhenti. Hyunjin menghabiskan makannya dengan ibunya yang masih grasak grusuk menyiapkan olahan makanan yang akan mereka titip-titip kan di beberapa warung klontong.
Tidak ada hal yang menarik bagi mereka, hingga tiba saat nya Hyunjin selesai makan lalu berpamitan pada ibunya untuk segera berangkat.
"Kenapa tasnya gak di gendong?"
"Malu ah bu."
Lagi-lagi kerutan di dahi tercetak jelas di wajah ibunya. Hyunjin nyengir tidak tau mau dan menunjukan perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qui Esc Pater
FanfictionBagaimana rasanya hamil tanpa tahu kapan dan siapa pelaku penghamilan. Itulah yang di rasakan Hyunjin sat ini, ia harus menanggung sebuah beban dengan rasa yang tidak menentu menggerogoti relung hatinya.