12

3.1K 327 20
                                    

Di siang hari, setelah makan bersama antara Hyunjin dan Ranti. Keduanya mengobrol ringan, di atas kursi meja makan sesekali Hyunjin masih mengambil lauk yang tersisa di sana.

Seperti inilah mereka, jika ada waktu luang akan di habiskan dengan mengobrol. Hyunjin yang sering bercerita, dulu tentang bagaimana dirinya di sekolah.

Tetapi sekarang, ia lebih mendengarkan ocehan ibunya tentang kehamilan.

Kandungan Hyunjin telah melewati masa bulan ke lima, yang artinya itu sekarang ia tengah mengandung anak dalam bulan ke enam.

Tidak terasa memang, kurang lebih sudah 3 bulan Hyunjin berhenti sekolah. Mood nyang memang naik turun kini masih di dera olehnya.

Tanpa sosok suami, dan beruntungnya Ranti begitu begitu sangat pengertian terhadap Hyunjin. Kadang membuat wanita itu merasa tidak tega akan keadaan yang di terima oleh anaknya.

Sesekali, Ranti akan datang memasuki kamar anaknya. Melihat Hyunjin yang terlelap dengan wajah polosnya menghantarkan ia pada nasib yang tidak adil.

Melihat keadaan yang menimpanya, padahal Hyunjin anak baik-baik sukar sekali untuk ia terima begitu saja. Dan jika memang ini adalah balasan tuhan karena dia dulu nakal, bukankah seharusnya ia saja yang menerima hukuman, bukan Hyunjin yang tidak tahu apa-apa.

"Bu!"

"Hah apa?"

"Kok ngelamun sih, dari tadi aku ngomong berarti gak di denger."

Ranti tertawa kecil, dia lalu menumpukan kepalanya pada kedua tangan yang ia tumpukan pada atas meja.

Menatap anaknya yang masih remaja namun masih tetap seperti Hyunjin si kecil di matanya.

"Ibuuuu ih malah liatin aku kayak gitu!" Hyunjin merengek, merasa kesal lantaran ibunya.

Dia langsung mendelik sebagaimana biasanya saat ia tengah kesal pada siapapun. Bibir tebal itu terus cemberut namun tidak henti ada pasokan makanan yang masuk kedalamnya saat sudah makan.

Hyunjin memang banyak makan sejak dulu, tapi tidak seperti sekarang yang semakin lebih banyak.

"Iya maaf, lagian wajah kamu gak ada berubahnya dari kecil. Gitu aja terus, lucu."

Memandang tak percaya, Hyunjin menyentuh pipi gembilnya. Ibunya berkata lucu, sedangkan ia yang jika menatap pantulan gambaran diri dari dalam cermin seakan melihat orang lain.

"Bu, muka Hyunjin bengkak kok di kata lucu!"

"Di mata ibu kamu tetep lucu kok, gak akan berubah. Apalagi sama perut gede kayak gitu, semakin berlipat-lipat lucunya."

Yang di kata lucu hanya menghela nafas pasrah, sedari dulu jika sudah tidak ada topik pembicaraan maka Ranti selalu memuji anaknya dengan gemas sendiri.

"Kalo gitu, ibu juga lucu. Kan aku miripnya sama ibu, bukan ayah."

"Lucu apa kalo ibu, udah mau jadi nenek-nenek gini masa tetep lucu."

Lelah sudah Hyunjin. Ibunya selalu menentang jika di samakan dengan Hyunjin, padahal kenyataan tidak seratus persen Hyunjin memiliki gen wajah ibunya sendiri. Ia perpaduan Ranti dengan pacarnya yang telah pergi.

Serasa di dalam perut ada yang menggeliat cepat, Hyunjin langsung memeluknya seakan geliatan itu akan langsung muncul kedalam permukaan. Dia tatap perutnya sambil tetap mengunyah makanan tanpa henti.

"Kenapa?" tanya Ranti lembut, sambil menyenderkan punggung pada sandaran kursi.

Tanpa melihat kearah ibunya, Hyunjin lalu mengelus lembut namun tidak ada senyum yang hadir.

Qui Esc PaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang